Drop Down Menu

Saturday, 20 September 2014

Meninggalkan Dunia Demi Meraih Surga

Lembaran hidup khalifah Umar bin Abdul Aziz diwarnai dengan semerbak aroma mewangi. Bahkan lebih wangi dari aroma misk dan lebih asri dari taman bungan yang indah. Kisah hidup yang mengagumkan laksana taman yang harum semerbak, di manapun Anda singgah di dalamnya yang ada hanyalah suasana yang sejuk di hati.

Kisah ini dituturkan oleh Ibnu Abdil Hakam kepada kita di dalam kitabnya yang berharga “Siirah Umar bin Abdul Aziz” (perjalanan hidup Umar bin Abdul Aziz). Beliau berkata: “Menjelang wafatnya Umar, masuklah Maslamah bin Abdul Malik dan berkata, ‘Wahai amirul mukminin sesungguhnya Anda melarang anak-anak Anda mendapatkan harta yang ada ini. Maka alangkah baiknya jika Anda mewasiatkan kepadaku atau orang yang Anda percaya di antara keluarga Anda untuk anak-anak Anda.”


Ketika dia telah selesai berbicara, Umar berkata, “Tolong dudukkanlah saya!” Maka mereka pun mendudukkan beliau, lalu beliau berkata: “Sungguh aku mendengar apa yang Anda katakan wahai Maslamah, adapun perkataanmu bahwa saya menghalangi anak-anak untuk mendapat bagian harta, maka sebenarnya demi Allah aku tidak menghalangi sesuatu yang memang menjadi hak mereka. Namun saya tidak berani memberikan harta yang memang bukan hak mereka. Adapun yang kau katakan, “Alangkah baiknya jika Anda mewasiatkan kepadaku atau orang yang Anda percaya di antara keluarga Anda untuk (menanggung) anak-anak Anda,” maka sesungguhnya wasiatku untuk anak-anakku hanyalah Allah yang telah menurunkan al-Kitab dengan benar, Dia-lah yang melindungi orang-orang shalih. Ketahuilah wahai Maslamah! Bahwa anak-anakku hanyalah satu di antara dua kemungkinan, apakah dia seorang yang shalih dan bertakwa sehingga Allahakan mencukupo mereka dengan karunia-Nya dan Dia menjadikan jalan keluar bagi kesulitan meraka. Ataukah dia anak durhaka yang berkubang dengan maksiat, sedangkan sekali-kali saya tidak mau menjadi orang yang membantu mereka denga harta untuk bermaksiat kepada Allah.” Setelah itu beliau berkata, “Panggilah anak-anakku kemari!”

Maka dipanggillah anak-anak amirul mukinin yang berjumlah belasan anak. Begitu melihat mereka, meneteslah air mata beliau seraya berkata, “Aku tinggalkan mereka dalam keadaan miskin tak memiliki apa-apa.” Beliau menangis tanpa bersuara kemudian menoleh ke arah mereka dan berkata, “Wahai anak-anaku, aku telah meninggalkan kepada kalian kebaikan yang banyak. Sesungguhnya ketika kalian melewati seorang muslim atau ahli dzimmah mereka melihat bahwa kalian memiliki hak atas mereka. Wahai anak-anakku, sesungguhnya di hadapan kalian terpampang dua pilihan. Apakah kalian hidup berkecukupan namun ayahmu masuk neraka, ataukan kalian dalam keadaan fakir namun ayahmu masuk surga. Saya percaya bahwa kalian lebih memilih jika ayah kalian selamat dari neraka daripada kaliah hidup kaya raya.”

Beliau memperhatikan mereka dengan pandangan kasih sayang seraya berkata, ”Berdirilah kalian, semoga Allah menjaga kalian, berdirilah kalian, semoga Allah melimpahkan rezeki kepada kalian..” lalu Maslamah menoleh kepada beliau dan berkata,

Maslamah: “Saya memiliki sesuatu yang lebih baik dari itu wahai amirul mukminin!”

Umar: “Apakah itu wahai Maslamah?”

Maslamah: “Saya memiliki 300.000 dinar, saya ingin menghadiahkan kepada Anda lalu bagilah untuk mereka, atau sedekahkanlah jika Anda menghendaki.”

Umar: “Apakah engkau ingin yang lebih baik lagi dari usulmu itu wahai Maslamah?”

Maslamah: “Apakah itu wahai Amirul Mukminin?”

Umar: “Engkau kembalikan dari siapa barang tersebut diambil, karena kamu tidak memiliki hak atas barang tersebut.”

Maka meneteslah air mata Maslamah seraya berkata.

Maslamah: “Semoga Allah merahmati Anda wahai Amirul Mukminin tatkala hidup atau sesudah meninggal... sungguh Anda melunakkan hati yang keras di antara kami, mengingatkan yang lupa di antara kami, Anda senantiasa menjadi peringatan bagi kami.”

Sejak peristiwa itu, orang-orang mengikuti berita tentang anak-anak Umar sepeninggal beliau. Maka mereka tidak melihat seorangpun di antara mereka yang hidup miskin dan meninta-minta.

Subhanallah. (Ahsanul Huda)




*diambil dari IBROH Majalah Taujih Edisi Juni 2014

No comments:

Post a Comment