Oleh: Ust. Syahidan Sulthoni S.Psi
Pada edisi yang lalu sudah kita kaji bersama nama Allah Al-Mukmin, nah pada kesempatan kali ini akan kita kaji bersama nama Allah Al-Muhaimin, yang memiliki kedekatan makna dengan Al-Mukmin. Secara etimologis kata Al-Muhaimin menurut sebagan ulama’ berarti “Yang memberi rasa aman orang lain dari ketakutan”. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa Al-Muhaimin secara bahasa berarti “Mu’taman (yang memegang amanah)”. Ada juga yang berpendapat bahwa artinya adalah “Ar-Raqib Al-Hafidz (yang mengawasi dan menjaga)” (Lisanul ‘Arab 5/4705). Sebagian yang lain mengartikannya dengan “Asy-Syahid (yang menjadi saksi)” (Tafsir Al-Qurtubi 6/210). Nama ini tercantum dalam surat Al-Hasyr ayat 23 dan Al-Maidah ayat 48. Allah berfirman:
“Dan kami telah menurunkan kitab (Al-Qur’an) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya” (QS Al-Maidah: 46).
Penjelasan para Ulama’ mengenai nama ini
Secara istilah, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama’. Secara ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Al-Muhaimin bermakna Asy-Syahiid (yang menjadi saksi dan terpercaya kesaksian-Nya) sekaligus Al-Hafidz dan Ar-Raqiib (yang menjada dan mengawasi). Ini merupakan pendapat Ibnu ‘Abbas, Qatadah, Mujahid dan ahli tafsir lainnya dari kalangan salaf. Pendapat ini juga yang dipilih oleh Ibnu Katsir. Ibnu Katsir berkata: “Maknanya adalah yang menjadi saksi bagi seluruh amal perbuatan para makhluk-Nya, maksudnya adalah yang mengawasinya. Sebagaimana firman Allah surat Al-Mujadalah ayat 6, surat Yunus ayat 46 dan Ar-ra’du ayat 32”. (Tafsir Ibnu Katsir 3/343).
- Al-Muhaimin adalah Dzat yang Maha dermawan. Al-Hulaini mengatakan: “Allah sekali-kali tak akan mengurangi pahala yang ia berikan kepada orang-orang yang taat pada hari perhitungan amal (hisab). Hal ini karena pemberian pahala kepada mereka yang taat tak aka membuat Allah lemah. Allah juga bukan Zat yang butuh dengan pahala-pahala itu sehingga enggan lagi bakhil, kemudia Dia sembunyikan sebagian amal agar sebagian saja yang diberi pahala. Dus Allah adalah Zat yang tak kan kurang sedikitpun kerajaan-Nya meski Ia curahkan seluruh karunia-Nya pada seluruh hamba-Nya. Sebagaimana kemaksiatan ahli maksiat sedikitpun tak kan mempengaruhi sedikitpun kerajaan-Nya (Al-Minhaj 1/202-203).
- Al-Muhaimin berarti Al-Hadibu wal Musyfiqu (yang menaruh simpati dan berkasih sayang). Orang Arab mengatakan qad haimana At-Thairu (burung itu amat pengasih) bila melihat seekor burung yang terbang berputar-putar serta enggan mengepak-ngepakkan sayapnya dan membentangkan sayapnya kepada anak-anaknya. Tentu Allah lebih pengasih kepada makhluk-Nya dibandingkan seekor burung kepada anak-anaknya.
- Al-Muhaimin adalah Al-Mushaddiq (yang membenarkan) ini dikemukakan oleh Hasan Al-Bashri. Membenarkan para Nabi dan pengikut mereka baik dengan firman-Nya maupun dengan mukjizat yang Ia berikan kepada mereka serta pertolongan kepada mereka.
Faedah dan Pelajaran Yang dapat Dipetik
Keimanan seorang mukmin kepada Allah yang agung ini akan membawa seseorang untuk betul-betul menghambakan diri kepada Allah dengan ketundukan yang total. Sebab akan nampak sekali keagungan Allah. Keimanan kepada nama ini juga akan menggiring seseorang untuk selalu berhati-hati dalam beramal sebab Allah adalah Maha mengawasi segala sesuatu (Asy-Syahid). Tak ada sesuatupun yang luput dari pengawasan-Nya. Al-Baqarah: 74.Keimanan kepada nama ini juga akan menjadikan kita, umat Muhammad bersyukur karena mendapatkan keistimewaan khusus, sebab Allah telah menjadikan Al-Qur’an sebagai Al-Muhaimin (unggul) di atas semua kitab yang pernah ada. Begitulah yang dijelaskan oleh Imam Ibnu Hishar (Al-Kitab Al Asna karya Imam Al-Qurtubi). Syukur ini tentu tak sekedar perasaan gembira, tetapi lebih dari itu harus disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh untuk memahami dan mengamalkan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup kita.
Keimanan kepada nama ini seharusnya juga membuat kita dermawan dan saling berkasih sayang sesama mukmin sebab Allah sendiri yang menamai diri-Nya Al-Muhaimin yang juga mengandung makna kasih sayang. Bukan berarti kita meniru sifat Allah, tetapi nama Allah ini mengajarkan kita untuk mengasihi sesama. Kalau Allah saja mengasihi para hamba-Nya, mengapa kita bersikap kasar kepada sesama?.
Abu Hurairah bercerita bahwa bahwa suatu ketika Rasulullah mencium Al-Hasan (cucu beliau), sementara disamping beliau duduk Aqra’ bi Habis, ia berkata: “Saya punya sepuluh anak, tak satupun yang pernah kucium”. Maka Rasul berkata: “Siapa yang tidak menyayangi tak akan disayangi” (HR Bukhari).
Wallahu A’lam.
*diambil dari Mutholaah Majalah Taujih Edisi Juni 2014
No comments:
Post a Comment