Drop Down Menu

Tuesday, 30 September 2014

Mendidik Anak Yakin Pada Diri Sendiri


Oleh: Ustadzah Suryani Arfa


“Bagaimanakah seorang pemuda bernama Usamah bin Zaid bin Harisah dapat memimpin pasukan besar melawan Imperium Romawi dalam usianya yang baru 17 tahum?
Serupa apakah ia? Apakah ia terlahir dengan fisik yang rupawan atau berasal dari keturunan kaya atau terpandang?"

Ternyata bukan, Usamah bukan pemuda yang menonjol karena tampan atau kaya. Meskipun memang ia terlahir dari sahabat kesayangan Rasulullah yaitu Zaid bin Harisah. Tapi ia tidak dikenal karena ketokohan ayahnya saja. Ia adalah pemuda mulia yang memiliki paduan dari kekuatan iman, kematangan jiwa dan kekokohan karakter. Paduan unggul inilah yang mengantarkannya untuk memiliki sifat yakin pada diri sendiri. Sehingga ia mampu memimpin pasukan yang terdiri dari para sahabat mulia untuk menyerang musuh yang kekuatannya juga bukan sembarangan dalam usia yang hari ini anak-anak kita mungkin masih sibuk dengan gadget dan urusan pribadinya.

Maka, bagaimanakan agar anak-anak kita hari ini dapat memiliki sikap yakin pada diri sendiri, tidak mudah ikut-ikutan dan terbawa arus pergaulan? Bahkan jika mungkin dapat mewarnai lingkungan? Tentunya ini bukan pekerjaan sederhana dan harus dimulai dari usia dini dimana karakter dasar mulai terbentuk.

Hal-hal sederhana berikut ini dapat kita lakukan sebagai sarana ikhtiar agar buah hati kita memiliki sikap yakin pada diri sendiri seraya tetap memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala.Ajarkan anak untuk bersyukur atas pemberian Allah, baik berupa bentuk fisik, kemampuan dalam bidang tertentu dsb. Ajarkan bahwa Allah tidak melihat bentuk dan rupa tapi Allah lebih memperhatikan isi hati dan amal perbuatan. Hindari menyebut kekurangan anak di depan orang lain karena akan melukai perasaan mereka dan hindari pula membanding-bandingkan anak dengan kakak, adik atau lainnya.
  1. Beri contoh dan teladan, karena anak adalah peniru terbaik. Upayakan untuk tidak mudah mengeluh di depan anak atas kekecewaan dan kegagalan kita. Perlihatkan bahwa kita selaku orang tuanya juga berusaha untuk bersikap percaya diri dan menghargai diri kita dengan semestinya.
  2. Ceritakan kisah-kisah yang berisi pesan teladan yang baik, baik dari kisah anbiya’ (para Nabi), sahabat dan sebagainya.
  3. Hargai anak. Panggil dengan nama yang indah. Dengarkan dan beri tanggapan jika mereka berbicara. Sambutlah kedatangan mereka. Pujilah jika mereka melakukan perilaku yang diharapkan menguatkan perilaku tersebut. Bercanda dan ambil waktu untuk bermain dengan mereka, peluk dan cium mereka terutama pada anak usia dini.
  4. Saat anak mencoba untuk melakukan sesuatu (makan sendiri/pakai baju sendiri) biasanya orang tua kurang sabar dan segera memberi bantuan. Bersabarlah dan biarkan ia merasa mampu mengerjakan sesuatu dan memupuk pengalaman berhasil mereka. Jika dalam proses mencoba itu anak melakukan kesalahan, berusahalah tenang, dan ajarkan untuk menyelesaikan dengan baik. Karena jika saat itu ia banyak dimarahi atau dikritik mungkin ia akan enggan mencoba di waktu yang lain dan menjadi pasif.
  5. Jangan selalu melayani anak/menyiapkan segalanya untuk anak karena menganggap ia masih kecil dan belum sempurna. Latih saja secara bertahap sesuai dengan usianya. Jika kita mengajak berbelanja, sesekali biarkan ia membayar belanjaannya sendiri. Jika ia sudah dapat bicara dan ia ditanya seseorang biarkan ia menjawab sendiri sesuai kemampuannya. Jangan bicara menggantikan anak!
  6. Mulailah untuk memberi tanggung jawab secara bertahap. Dimulai dari ketrampilan mengurus diri sendiri (makan, mandi dan lain sebagainya) berlanjut dengan kegiatan membantu orang tua, keluarga dan sekitar.
  7. Beri kesempatan kepada anak untuk mengambil keputusan sendiri dan seringlah bertanya apa pendapat mereka. Mulai dari memilih baju, menentukan buku yang akan dibeli sampai mungkin menentukan hal-hal lain yang cukup penting semisal pilihan sekolah, acara mengisi liburan.
  8. Beri motivasi pada anak untuk terlibat aktif pada kegiatan di sekolah, lingkungan dan pergaulan.
  9. Bila ia suka menceritakan keburukan atau kejelekan temannya atau suka melempar kesalahan pada orang lain itu merupakan salah satu tanda bahwa anak kurang baik memandang dirinya. Ajarkan bahwa hal tersebut tidak baik dan tidak berguna.
Demikian, semoga bermanfaat.

Wallahu a’lam bish shawab

 
*diambil dari Usrah Nabi Majalah Taujih Edisi Mei 2014

No comments:

Post a Comment