Oleh: Ust. Qosdi Ridwanullah
“Dan untuk kenikmatan jannah yang seperti
itulah manusia hendaknya saling berlomba-lomba” (QS Al-Muthaffifin: 26)
|
Jannah adalah puncak kenikmatan
yang tidak dapat disetarakan dengan kenikmatan dunia apapun. Rasulullah
memisalkan kenikmatan dunia dibanding kenikmatan akhirat dengan sabdanya: “Tiadalah permisalan kenikmatan dunia
dibanding dengan kenikmatan akherat melainkan seperti salah seorang diantara
kalian memasukkan jari telunjuknya ke air laut, maka lihatlah betapa berapa air
laut yang bersamanya.” (Ahmad).
Betapa indahnya jannah sehingga
Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk berlomba mencarinya. Allah berfirman
dalam surat Al-Muthaffifin ayat 22-26 yang artinya:
“Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam
kenikmatan yang besar (syurga), mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil
memandang. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan mereka yang penuh
kenikmatan. Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak (tempatnya),
laknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang
berlomba-lomba”.
Inilah hakekat kehidupan,
menggapai ridha Allah lalu meraih jannah. Dua hal yang menjadi inti permintaan
kita kepada-Nya. Rasulullah mengajarkan do’a: “Ya Allah sesungguhnya saya memohon kepada-Mu keridhoan-Mu dan jannah.”
Dan para sahabat sebagai generasi
terbaik telah merealisasikan ayat tersebut. Mereka menjadi orang yang begitu
bersemangat berlomba menggapainya.
Inilah al Faruq yang ditakuti
setan. Saat terjadi mobilisasi infaq untuk jihad fi sabilillah, beliau datang
menemui Nabi dengan membawa separoh hartanya. Beliau yakin saat itu tidak ada
yang akan menyalahkannya dalam berinfak termasuk orang yang selama ini selalu
mendahuluinya dalam kebaikan, sahabat Abu Bakar ra.
Setelah dihadapan Nabi, beliau
bertanya berapa harta yang diinfakkan. Umar ra menjawab, separoh dari harta
saya. Tak seberapa lama kemudian Abu Bakar ra datang dengan harta yang banyak.
Ketika ditanya, berapa harta yang ditinggalkan untuk keluarganya. Beliau
menjawab, “Saya tinggalkan Allah dan
Rasul-Nya.”
Demikianlah, kesemangatan mereka
adalah ketika melangkah menuju jannah-Nya. Rasa iri mereka bukan karena urusan
dunia, tetapi jika ada orang lain yang bisa melakukan amal shalih sedangkan
mereka tidak mampu melakukannya.
Kiranya semangat ini perlu kita
hidupkan lagi. Apalagi pada zaman ini fitnah dunia begitu kuat menggelayuti
benak manusia. Akhirnya mereka berlomba mengejar kesuksesan dunia.
Semoga
setiap langkah kita sedang menuju ke jannah-Nya. Amin.
*diambil dari Iftitah Majalah Taujih Edisi Bulan Juni 2014
No comments:
Post a Comment