Drop Down Menu

Tuesday 16 September 2014

Berlomba Jannah



Oleh: Ust. Qosdi Ridwanullah

 

 “Dan untuk kenikmatan jannah yang seperti itulah manusia hendaknya saling berlomba-lomba” (QS Al-Muthaffifin: 26)

Jannah adalah puncak kenikmatan yang tidak dapat disetarakan dengan kenikmatan dunia apapun. Rasulullah memisalkan kenikmatan dunia dibanding kenikmatan akhirat dengan sabdanya: “Tiadalah permisalan kenikmatan dunia dibanding dengan kenikmatan akherat melainkan seperti salah seorang diantara kalian memasukkan jari telunjuknya ke air laut, maka lihatlah betapa berapa air laut yang bersamanya.” (Ahmad).

Betapa indahnya jannah sehingga Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk berlomba mencarinya. Allah berfirman dalam surat Al-Muthaffifin ayat 22-26 yang artinya:

Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang besar (syurga), mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan mereka yang penuh kenikmatan. Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak (tempatnya), laknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba”.

Inilah hakekat kehidupan, menggapai ridha Allah lalu meraih jannah. Dua hal yang menjadi inti permintaan kita kepada-Nya. Rasulullah mengajarkan do’a: “Ya Allah sesungguhnya saya memohon kepada-Mu keridhoan-Mu dan jannah.”

Dan para sahabat sebagai generasi terbaik telah merealisasikan ayat tersebut. Mereka menjadi orang yang begitu bersemangat berlomba menggapainya.

Inilah al Faruq yang ditakuti setan. Saat terjadi mobilisasi infaq untuk jihad fi sabilillah, beliau datang menemui Nabi dengan membawa separoh hartanya. Beliau yakin saat itu tidak ada yang akan menyalahkannya dalam berinfak termasuk orang yang selama ini selalu mendahuluinya dalam kebaikan, sahabat Abu Bakar ra.

Setelah dihadapan Nabi, beliau bertanya berapa harta yang diinfakkan. Umar ra menjawab, separoh dari harta saya. Tak seberapa lama kemudian Abu Bakar ra datang dengan harta yang banyak. Ketika ditanya, berapa harta yang ditinggalkan untuk keluarganya. Beliau menjawab, “Saya tinggalkan Allah dan Rasul-Nya.

Demikianlah, kesemangatan mereka adalah ketika melangkah menuju jannah-Nya. Rasa iri mereka bukan karena urusan dunia, tetapi jika ada orang lain yang bisa melakukan amal shalih sedangkan mereka tidak mampu melakukannya.

Kiranya semangat ini perlu kita hidupkan lagi. Apalagi pada zaman ini fitnah dunia begitu kuat menggelayuti benak manusia. Akhirnya mereka berlomba mengejar kesuksesan dunia. 

Semoga setiap langkah kita sedang menuju ke jannah-Nya. Amin.


*diambil dari Iftitah Majalah Taujih Edisi Bulan Juni 2014

No comments:

Post a Comment