Alhamdulillâhi wahdah, wash shalalâtu was salâm ‘alâ rasûlillâh.
Siapapun menginginkan memiliki rumah yang tentram dan nyaman.
Sayangnya, dalam usaha untuk mewujudkan hal tersebut, kebanyakan orang
baru sekedar melakukan hal-hal yang bersifat duniawi belaka. Yakni
dengan mendirikan bangunan yang megah dan melengkapinya dengan seabreg
fasilitas penunjang. Selama tidak berlebihan, sebenarnya hal itu
boleh-boleh saja. Namun yang memprihatinkan, mereka lupa bahwa inti
kenyamanan dan ketentraman rumah sebenarnya justru bersumber dari ketenangan hati penghuninya. Yang itu akan dicapai manakala mereka rajin beribadah dan memanfaatkan tempat tinggalnya untuk hal-hal yang diridhai Allah.
Apa saja yang perlu kita lakukan di rumah kita, supaya tempat tinggal
tersebut nyaman dan damai? Juga agar rumah kita tidak menjadi tempat
favorit para setan dan ‘hantu’?
1. Mengucapkan salam sebelum[1] masuk rumah.
عَنْ
أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “ثَلَاثَةٌ كُلُّهُمْ ضَامِنٌ عَلَى اللَّهِ
عَزَّ وَجَلَّ؛ “…وَرَجُلٌ دَخَلَ بَيْتَهُ بِسَلَامٍ…”.
Dari Abu Umamah al-Bahily radhiyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alaihiwasallam bersabda, “Tiga
orang yang dijaga oleh Allah ‘azza wa jalla; (Beliau menyebutkan yang
ketiga adalah) … orang yang memasuki rumahnya dengan mengucapkan
salam…”. (HR. Abu Dawud dan sanadnya dinilai sahih oleh al-Hakim). An-Nawawy menyatakan hadits ini hasan.[2]
Catatan:
Salam kita ucapkan, baik di dalam rumah ada orang maupun tidak.[3] Sebab Allah ta’ala berfirman,
“فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً”.
Artinya: “Apabila kalian memasuki rumah-rumah hendaklah kalian
memberi salam kepada dirimu sendiri, dengan salam yang penuh berkah dan
baik dari sisi Allah”. (QS. An-Nur: 61).
Menurut Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma, jika di rumah tidak ada orang, maka redaksi salamnya adalah:
“السَّلَام عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَاد اللَّه الصَّالِحِينَ”.
“Assalâmu ‘alainâ wa ‘alâ ‘ibâdillâhis shôlihîn (Salam sejahtera atas kami dan para hamba Allah yang salih)”.[4]
2. Mengucapkan basmalah saat masuk rumah.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,
“إِذَا
دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ
طَعَامِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ: “لَا مَبِيتَ لَكُمْ وَلَا عَشَاءَ”،
وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ قَالَ
الشَّيْطَانُ: “أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ” وَإِذَا لَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ
عِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ: “أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ”
“Andaikan seseorang memasuki rumahnya dan berdzikir kepada Allah
(dengan membaca basmalah) tatkala masuk dan makan, setan akan berkata,
“Kalian tidak mendapatkan tempat menginap dan makanan (di rumah ini).
Dan jika ia masuk namun tidak membaca basmalah, setan akan berkata,
“Kalian menemukan tempat menginap”, dan jika ia tidak membaca basmalah
sebelum makan niscaya setan akan berkata, “Kalian mendapatkan tempat
menginap dan makanan”. (HR. Muslim XIII/190 no. 5230 dari Jabir bin Abdullah).
3. Mengucapkan basmalah saat menutup pintu dan perkakas rumah
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,
“إِذَا
كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسَيْتُمْ فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ
فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنْ
اللَّيْلِ فَحُلُّوهُمْ، فَأَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ
اللَّهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا، وَأَوْكُوا
قِرَبَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ، وَخَمِّرُوا آنِيَتَكُمْ
وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ وَلَوْ أَنْ تَعْرُضُوا عَلَيْهَا شَيْئًا،
وَأَطْفِئُوا مَصَابِيحَكُمْ”
“Jika hari mulai gelap tahanlah anak-anak kalian (untuk keluar
rumah) karena saat itu setan berkeliaran. Jika telah lewat sebagian
malam biarkanlah mereka. Tutuplah pintu-pintu dan ucapkanlah basmalah,
karena sesungguhnya setan tidak akan bisa membuka pintu yang tertutup.
Tutuplah teko kalian dan ucapkanlah basmalah. Tutupilah bejana kalian
walaupun dengan meletakkan sesuatu di atasnya dan bacalah basmalah.
Matikanlah lampu kalian”. HR. Bukhari (hal. 669 no. 3280) dan Muslim (XIII/185 no. 5218) dari Jabir bin Abdullah dengan redaksi Muslim.
4. Memakmurkan rumah dengan ibadah dan membaca al-Qur’an
Setan tidak akan mendekat rumah yang dibacakan di dalamnya al-Qur’an.
Kalaupun sudah berada di dalamnya maka ia akan lari terbirit-birit
keluar darinya.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menjelaskan,
إِنَّ
اللَّهَ كَتَبَ كِتَابًا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ
بِأَلْفَيْ عَامٍ، أَنْزَلَ مِنْهُ آيَتَيْنِ خَتَمَ بِهِمَا سُورَةَ
الْبَقَرَةِ، وَلَا يُقْرَأَانِ فِي دَارٍ ثَلَاثَ لَيَالٍ فَيَقْرَبُهَا
شَيْطَانٌ”.
“Sesungguhnya Allah telah menulis kitab dua ribu tahun sebelum
diciptakannya langit dan bumi. Dia turunkan darinya dua ayat yang
dijadikan sebagai penutup surat al-Baqarah. Tidaklah dibaca di suatu
rumah selama tiga malam melainkan setan tidak akan mendekatinya”. (HR. Tirmidzy dari an-Nu’man bin Basyir dan dinyatakan sahih oleh al-Hakim dan al-Albany).
Beliau shallallahu’alaihiwasallam juga bersabda,
لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ! إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنْ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
“Janganlah kalian jadikan rumah kalian (seperti) kuburan. Sesungguhnya setan lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surat al-Baqarah”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).
Hadits ini memotivasi kita untuk memperbanyak ibadah di rumah,
terutama shalat yang hukumnya sunnah dan membaca al-Qur’an; supaya
rumah kita tidak mirip kuburan atau jasad yang mati.[5]
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menerangkan,
اجْعَلُوا فِي بُيُوتِكُمْ مِنْ صَلَاتِكُمْ، وَلَا تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا”.
“Lakukanlah sebagian shalat kalian di rumah kalian. Jangan jadikan rumah kalian kuburan”. (HR. Bukhari dari Ibn Umar radhiyallahu’anhuma).
Beliau menambahkan,
خَيْرُ صَلاَةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلاَّ الْمَكْتُوْبَة”.
“Sebaik-baik shalat seseorang adalah yang dilakukan di rumahnya, kecuali shalat wajib”. (HR. Ibn Khuzaimah dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu’anhu).
Adapun rumah yang dipenuhi dengan suara dangdutan, gendingan atau
yang semisal maka akan menjadi tempat favorit setan; sebab suara
tersebut adalah seruling mereka. Sebagaimana ditegaskan Nabi shallallahu ’alaihi wasallam,
“نَهَيْتُ
عَنْ صَوْتَيْنِ أَحْمَقَيْنِ فَاجِرَيْنِ، صَوْتٍ عِنْدَ نَغْمَةِ لَهْوٍ
وَلَعْبٍ وَمَزَامِيْرِ الشَّيْطَانِ، وَصَوْتٍ عِنْدَ مُصِيْبَةٍ لَطْمِ
وُجُوْهٍ وَشَقِّ جُيُوْبٍ”.
“Aku melarang dua suara dungu dan keji. (1) Suara senandung
sia-sia dan permainan serta seruling setan. (2) Suara saat musibah
berupa memukuli wajah dan merobek-robek baju”. (HR. Al-Hakim dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhu dan dinyatakan hasan oleh at-Tirmidzy dan al-Albany).
Faidah penting:
Hadits larangan menjadikan rumah seperti kuburan menunjukkan bahwa
kuburan bukanlah tempat yang dianjurkan untuk memperbanyak ibadah di
dalamnya, kecuali yang ada dalilnya. Sebagaimana dijelaskan para ulama,
antara lain: Ibn Batthal (w. 449 H)[6], al-Baghawy (w. 510 H )[7], Ibn Rajab (w. 795 H)[8] dan Ibn Hajar al-‘Asqalany (w. 852 H)[9].
Semoga bermanfaat!
@Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Kamis, 21 Shafar 1434 / 3 Januari 2013
Oleh: Abdullah Zaen Lc, MA
[1] Cermati: Al-Adzkâr karya an-Nawawy (hal. 373-374).
[2] Lihat: Ibid (hal. 50).
[3] Periksa: Ahkâm al-Qur’ân karya Ibn al-‘Araby (III/321-322), Tafsîr al-Qurthuby (XV/354-355), al-Adzkâr (hal. 49) dan Tafsîr as-Sa’dy (hal. 524).
[4] Diriwayatkan oleh Bukhary dalam al-Adab al-Mufrad (II/592 no. 1055) dan sanadnya dinilai hasan oleh Ibn Hajar dalam Fath al-Bary (XI/26).
[5] Lihat: Tuhfah al-Ahwadzy karya al-Mubarakfury (II/531).
[6] Baca: Syarh Shahih al-Bukhary (II/86).
[7] Cermati: Syarh as-Sunnah (II/411).
[8] Periksa: Fath al-Bary karya beliau (III/232).
[9] Lihat: Fath al-Bary karya beliau (I/528) cet al-Maktabah as-Salafiyyah.
*diambil dari www.tunasilmu.com
*diambil dari www.tunasilmu.com
No comments:
Post a Comment