Drop Down Menu

Friday, 10 October 2014

ASBABUN NUZUL HAJI (Bagian Dua)

Edisi 45 Tahun XXIII – Dzulhijjah 1435 H / Oktober 2014 M


Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
(QS Al Baqarah [2]: 199)

Ayat-ayat di dalam Al Quran yang terkait dengan haji sangat penting untuk kita pahami, apalagi bagi para jamaah haji. Hikmah yang besar tentu akan diperoleh bila mempelajari suatu ayat, salah satunya dari sisi sebab diturunkannya. 



Dagang Sambil Haji

Mencari nafkah bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja, termasuk di sela-sela waktu ibadah haji, apalagi pada zaman sekarang, karena dagang bisa dilakukan secara online. Lamanya pergi haji dari negeri kita pergi dan pulang sekitar 40 hari bukan berarti selama itu ibadah haji. Banyak waktu sebelum puncak ibadah haji yang bisa saja dimanfaatkan untuk berdagang.

Ibnu Abbas ra menceritakan sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa pada masa jahiliah, Ukazh, Majinah dan Dzul Majaz adalah nama-nama pasar yang terkenal. Lalu orang-orang takut berdosa jika berjualan pada musim haji, karenanya mereka bertanya kepada Rasulullah saw tentang hal itu, maka Allah swt menurunkan firman-Nya:

Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy’ aril haram. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. (QS Al Baqarah [2]: 198)

Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah; Pertama, Ibadah haji harus dilaksanakan oleh umat Islam dengan penuh keseriusan, apalagi ibadah ini kewajibannya hanya sekali seumur hidup.

Kedua, Jamaah haji dibolehkan sambil melakukan aktivitas perdagangan selama tidak mengabaikan pelaksanaan ibadah haji, misalnya sesudah tahallul umroh sebelum melaksanakan puncak ibadah haji. 



Ibadah Bergerak

Ibadah haji adalah ibadah yang menuntut pergerakan jamaah secara fisik dari satu tempat ke tempat lain, sejak pergi dar kampung, semuanya menuntuk pergerakan. Tawaf, sai, wukuf, mabit, melontar, semuanya mengharuskan jamaahnya bergerak.

Ibnu Abbas ra menceritakan sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Jarir bahwa dulu orang-orang Arab berdiri di Arafah dan orang-orang Quraisy berdiri di dekatnya, yaitu Muzdalifah.

Riwayat lainya dari Asma bin Abu Bakar: Dulu orang-orang Quraisy berhenti di Arafah dan selain mereke berhenti di Muzdalifah kecuali Syaibah bin Rabi’ah, maka Allah swt menurunkan firman-Nya:

Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al Baqarah [2]: 199).

Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah: Pertama, Ibadah haji merupakan ibadah yang menuntut pergerakan dari satu tempat ke tempat lain, karenanya keyakinan dan kebiasaan lama yang tidak sesuao dengan syariat Islam harus ditinggalkan seperti hanya mau berada di satu tempat dan tidak mendatangi tempat lain.

Kedua, bila sudah menunaikan haji, seorang haji seharusnya menjadi tokoh pergerakan yang aktif bergerak di tengah-tengah masyarakatnya untuk memperbaiki keadaan agar sesuai dengan ketentuan Allah swt dan Rasul-Nya. 



Berdzikir Sesudah Haji

Manusia kadangkala terlalu membanggakan orang tua dan nenek moyang mereka sehingga selalu disebut-sebut namanya, padahal seharusnya Allah swt yang harus lebih banyak disebutnya.

Ibnu Abbas ra menceritakan sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim bahwa dulu pada masa jahiliah, pada musim haji orang-orang berdiri lalusalah seorang dari mereka berkata: “Dulu ayah saya memberi makan, membantu membawakan beban dan membayarkan diyat.” Mereka hanya menyebut-nyebut apa yang telah dilakukan oleh ayah mereka.

Selain itu, Ibnu Jarir meriwayatkan dari Muhahid bahwa pada masa jahiliah,ketika orang-orang selesai menunaikan ibadah haji,merekaberdiri di tempat melempar jumrah, lalu mereka menyebut nama ayah-ayah dan kakek mereka pada masa jahiliah beserta kebaikan yang telah dilakukan.

Disamping itu, Ibnu Abbas ra menceritakan sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim bahwa sebagian orang Arab dulu datang ke tempat ibadah haji, lalu mereka berdoa: “Ya Allah, jadikanlah tahun ini tahun hujan, tahun subur, dan tahun kebaikan.” Mereka sama sekali tidak menyebutkan tentang hari akhirat. Adapun orang yang beriman berdoa meminta kebaikan dunia dan akhirat.

Maka atas beberapa kejadian di atas, Allah swt menurunkan firman-Nya:

Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS Al Bawarah [2]: 200-201).

Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah: Pertama, bila manusia suka menyebut-nyebut manusia karena kebaikannya, seharusnya Allah swt Yang Maha Baik harus lebih banyak kita sebut dalam dzikir sehari-hari.

Kedua, sesudah menunaikan haji, manusia seharusnya semakin kuat komitmen atau ikatannya dengan Allah swt dengan segala ketentuan-Nya, karenanya manusia jangan sampai lupa kepada Allah swt yang membuatnya harus selalu berdzikir di segala tempat dan waktu. 



Haji Bagi Yang Mampu

Setiap muslim harus berusaha melaksanakan rukun Islam, salah satunya adalah ibadah haji.

Orang-orang Yahudi mengklaim dirinya sebagai muslim. Karena itu, kepada mereka Rasulullah saw menyatakan: “Allah telah mewajibkan atas kaum muslimin untuk melaksanakan haji ke Baitullah.”

Mereka justeru menolak melaksanakannya dengan berkata: “Ibadah haji tidak diwajibkan atas kami”.

Menanggapi ungkapan orang Yahudi itu, maka Allah swt menurunkan firman-Nya:

Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS Ali Imran [3]: 97).

Dari kisah di atas pelajaran yang dapat kita ambil adalah: Pertama, Ibadah haji merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim, bila mengaku muslim tapi menolak kewajiban haji, maka sama saja dengan kafir.

Kedua, Belum menunaikan haji karena belum ada kesanggupan bisa dimaklumi, karena itu umat Islam harus membangun kesanggupan baik dari sisi jasmani, rohani, maupun pendanaan. 



Demi Memenuhi Panggilan

Haji adalah keputusan seorang muslim untuk memenuhi panggilan Allah swt mengunjungi Ka’bah dan menunaikan rukun Islam yang kelima.

Diriwayatkan dari Ibnu Jarir bahwa dahulu di antara kaum muslimin ada yang menunaikan haji dengan berjalan kaki, pada kesempatan lain, kaum muslimin diperintahkan membawa bekal untuk pergi haji, dibolehkan membawa kendaraan bahkan membawa barang dagangan, karenanya Allah swt menurunkan firman-Nya:

Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh (QS Al Hajj [22]: 27).

Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah: Pertama, setiap muslim sebenarnya sudah dipanggil oleh Allah swt untuk menunaikan ibadah haji. Persoalannya kita merasa terpanggil apa tidak. Sama dengan panggilan shalat setiap hari melalui adzan, hanya sedikit orang yang terpanggil untuk shalat di masjid.

Kedua, untuk memenuhi panggilan ibadah haji, seorang muslim akan berusaha sebisa mungkin meskipun harus berjalan kaki dari tempat yang jauh. Dalam konteks sekarang, setiap muslim berniat untuk haji dan berusaha memenuhi biayanya dengan cara menabung sedikit demi sedikit.

Dengan demikian, setiap muslim harus berkeyakinan bahwa dirinya bisa beribadah haji, namun harus juga berusaha memulai ke arah itu. 



Drs. H. Ahmad Yani

Email: ayani_ku@yahoo.co.id
Website: http://www.ahmadyani.masjid.asia.com/
HP/WhatsApp: 08129021953
Pin BB: 275d0bb3
Twitter: @H_AhmadYani
Facebook: Ust Ahmad Yani Dua

*diterbitkan oleh Buletin Khairu Ummah

No comments:

Post a Comment