Salah satu prinsip yang seharusnya diketahui dan dipegang seorang muslim adalah keyakinan bahwa Islam merupakan agama yang sempurna. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
“الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً”.
Artinya: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan
Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, serta Aku ridhai Islam sebagai agamamu”.
QS. Al-Maidah (5): 3.
Keyakinan tentang kesempurnaan ajaran Islam ini berkonsekwensi pada tidak bolehnya kita menambah-nambah ajaran Islam atau menguranginya.[1]
Sebab sesuatu yang sempurna jika ditambahi atau dikurangi justru akan
membuatnya menjadi jelek. Ibarat jari-jari satu tangan yang telah
sempurna berjumlah lima, jika ditambahi menjadi enam atau dikurangi
menjadi empat, maka tidak akan membuatnya semakin indah. Justru akan
terlihat jelek.
Dalam beragama, kita hanya diperintahkan untuk menerima jadi amalan yang telah digariskan Allah dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam. Tidak perlu berinovasi sendiri. Inilah konsekwensi dari keridhaan kita akan Allah sebagai Rabb kita dan Muhammad shallallahu ’alaihiwasallam sebagai Nabi kita.
Namun, bukan berarti Islam menutup sama sekali pintu kreatifitas manusia. Ruang untuk berinovasi adalah dalam perkara duniawi, selama tidak menabrak rambu-rambu agama.
Dikisahkan dalam Shahih Muslim bahwa Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam saat
tiba di kota Madinah, beliau melihat para sahabat mengawinkan pohon
korma jantan dengan betina. Maka beliaupun memberi masukan pada mereka
untuk tidak perlu melanjutkan kebiasaan tersebut. Ternyata setelah advis
tersebut dijalankan, malah mengakibatkan gagal panen. Saat para sahabat
komplain, beliau menjawab,
“أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ”.
“Kalian lebih paham akan perkara dunia kalian”.
Inilah ruang penyaluran inovasi kaum muslimin, yakni dalam perkara duniawi. Maka jangan sampai salah alamat, dengan berinovasi dalam perkara agama. Dalam arti membuat amalan-amalan baru yang tidak ada tuntunannya dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Sebab hal itu hanya akan berakibat ditolaknya amalan tersebut. Beliau shallallahu’alaihiwasallam mengingatkan,
“مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ”.
“Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami maka amalan itu akan tertolak”. HR. Muslim (no. 1718) dari Aisyah radhiyallahu’anha.
Itulah praktek inovasi yang tepat. Namun realita yang ada di
masyarakat, justru sebaliknya. Banyak di antara kaum muslimin sangat
inovatif dalam perkara agama, namun dalam perkara duniawi mereka hanya
rela mengekor inovasi orang-orang Barat. Andaikan mereka menyalurkan
bakat kreatif mereka dalam teknologi misalnya, adapun dalam ibadah
mencukupkan diri dengan aturan al-Qur’an dan Sunnah; tentu hal itu akan
lebih bermanfaat untuk dunia dan akhirat mereka sekaligus.
Selamat berinovasi dengan benar!
@Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Kamis, 6 Rajab 1434 / 16 Mei 2013
No comments:
Post a Comment