Drop Down Menu

Friday 27 February 2015

Konsep Ketuhanan (Bagian Kedua)

Edisi 5 Tahun XXIV – Shafar 1436 H/ Nopember 2014 M


Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu). Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Umul kitab (Lauhil mahfuz). (QS Ar Ra’ad [13]: 38-39).
Kekeliruan manusia dalam memahami konsep ketuhanan harus diluruskan, karenanya sejumlah ayat diturunkan Allah swt berkenaan dengan konsep ketuhanan yang benar. Karena itu menjadi penting bagi kita untuk mengkajinya.

1. Mukjizat dan Izin Allah.

Para Nabi mendapatkan tantangan dari umatnya. Mukjizat membuat diantara penentang Nabi berbalik menjadi beriman dan pengikut yang setia.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Mujahid bahwa orang-orang Quraisy berkata: “Wahai Muhammad, kami lihat kamu tidak berdaya sama sekali, habislah harapan.” Maka Allah swt kemudian menurunkan firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu). Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Umul kitab (Lauhil mahfuz). (QS Ar Ra’ad [13]: 38-39).

Dari kisah, pelajaran yang dapat kita ambil adalah; Pertama, mukjizat merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah swt yang ditunjukkan kepada manusia melalui Rasul-Nya. Karenanya hal itu bukan sesuatu yang dimiliki dan bukan keahlian seorang Nabi. Kedua, Allah swt menghapus hukum yang dikehendaki-Nya lalu mengganti dengan hukum lain yang dikehendakinya sesuai dengan kemaslahatan bagi manusia.

2. Tuhan Semua Orang.

Allah swt merupakan Tuhan yang benar. Dia merupakan Tuhan bagi semua orang, namun ada manusia yang tidak mau menuhankannya, meskipun mereka mengklaimnya sebagai Tuhannya.

Sahabat Ibnu Abbas menceritakan sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Jarir bahwa ahli kitab berkata kepada kaum muslimin: “Kami lebih berhak atas Allah daripada kalian. Kami lebih dulu menerima kitab dan nabi kami diutus sebelum nabi kalian.”

Maka turunlah firman Allah swt: Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. (QS Al Hajj [22]: 19).

Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah; Pertama, menuhankan Allah swt bukan ditunjukkan dalam bentuk mengklaim sebagai orang yang paling berhak menuhankannya, karena Allah swt Tuhan bagi semua orang yang mau mengakuinya sebagai Tuhan. Kedua, Bukti menuhankan Allah swt adalah dengan tunduk dan patuh kepada-Nya, bila tidak, manusia harus siap dengan azab Allah swt.

3. Hidup Lagi.

Dalam aqidah Islam, keyakinan adanya hari akhirat merupakan rukun iman yang menjadi satu kesatuan.

Diantara bagian keimanan pada hari kiamat adalah manusia akan dibangkitkan kembali dari kuburnya masing-masing untuk selanjutnya akan dimintai pertanggungjawaban, ditimbang dan dihitung amal-amalnya. Orang-orang kafir tidak percaya tentang akan dibangkitkannya manusia setelah kematian.

Sahabat Ikrimah menceritakan sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim bahwa orang-orang kafir merasa heran terhadap Allah swt yang akan menghidupkan kembali orang-orang yang mati. Maka turunlah firman Allah swt; Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan) nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. Dan bagi-Nya lah sifat yang Maha Tinggi di langit dan bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS Ar Rum [30]: 27).

Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah; Pertama, Allah swt Maha Kuasa atas segala sesuatu, termasuk terhadap manusia sehingga Dia yang menciptakan dan mematikan, Dia pula yang menghidupkan kembali dengan mudah pada hari Kiamat. Kedua, keyakinan pada adanya hari akhirat yang salah satunya setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban membuat kehidupan ini dijalani dengan penuh kehati-hatian.

4. Ilmu Allah Sangat Luas.

Ilmu yang dimiliki dan dikuasai manusia sangat sedikit, sedangkan ilmu Allah swt sangat luas.
Sahabat Ikrimah menceritakan sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Jarir bahwa Ahli Kitab bertanya kepada Rasulullah saw tentang ruh, maka Allah swt menurunkan firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (QS Al Isra [17]: 85).

Orang-orang itu kemudian mengatakan: “Kamu bilang kami tidak dikaruniai ilmu kecuali sedikit, padahal kami telah diberi Taurat yang merupakan al hikmah, dan barangsiapa diberi hikmah berarti ia telah diberi karunia yang besar.”

Maka Allah swt menurunkan firman-Nya: Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadikan pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS Luqman [31]: 27).

Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah; Pertama, manusia, apapun agamanya tidak boleh merasa telah memiliki ilmu yang banyak, apalagi mereka memang memiliki kemampuan berpikir yang sangat terbatas. Kesombongan karena memiliki sedikit ilmu bukanlah karakter orang yang berilmu. Kedua, Allah swt memiliki ilmu yang begitu banyak dan luas, karenanya tidak akan kering bila kita terus menggali ilmu Allah swt.

5. Dia Yang Maha Tahu

Rasa ingin tahu manusia kadangkala sangat besar, termasuk hal-hal yang tidak mungkin bisa diketahuinya.

Mujahid menceritakan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Hatim bahwa seorang lelaki penduduk padang pasir (suku badui) datang dan berkata: “Isteri saya sedang hamil, beritahu saya apa jenis kelamin yang akan dilahirkannya?. Negeri kami sedang kering kerontang, beritahu saya kapan akan turun hujan. Engkau tahu kapan aku dilahirkan, maka beritahu aku kapan aku mati.”

Maka Allah swt menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS Luqman [31]: 34).

Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah; Pertama, pengetahuan manusia tentang sesuatu yang nyata sangat terbatas, apalagi yang belum nyata. Kedua, meskipun sekarang manusia sudah mulai bisa mengetahui apa yang dahulu tidak diketahui seperti jenis kelamin janin dalam kandungan, hujan yang akan turun, tetap saja pengetahuan tentang hal itu sangat terbatas, misalnya manusia tidak tahu persis bila jenis kelamin sang janin yang masih sangat muda, begitu pula dengan kepastian turunnya hujan.

6. Hanya Satu Tuhan

Bagi orang yang biasa menuhankan banyak tuhan, bisa jadi mereka heran dengan konsep aqidah dalam Islam yang hanya menuhankan satu tuhan.

Sahabat Ibnu Abbas menceritakan sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i dan Hakim bahwa ketika Abu Thalib sakit, orang-orang kafir Quraisy mendatanginya. Setelah itu, Rasulullah saw datang pula. Orang-orang kafir itu mengadukan kepada Abu Thalib tentang dakwah Nabi saw, mereka berkata: “Wahai anak saudaraku, apa sebenarnya yang engkau inginkan dari kaummu?.”

Rasulullah saw menjawab: “Saya ingin agar mereka mengucapkan satu kalimat yang dengan kalimat itu orang-orang Arab lainnya akan tunduk, sementara orang-orang non Arab akan membayar jizyah (pajak) kepada mereka.”
Abu Thalib berkata: “Satu kalimat saja?.”
Rasulullah saw menjawab: “Ya”.
Abu Thalib berkata: “Kalimat apa itu?.”
Rasulullah saw menjawab: “Laa Ilaaha Illallah.”
Orang-orang kafir Quraisy itu lalu berkata: “Satu Tuhan saja?. Apa yang ia serukan itu sungguh suatu yang mengherankan.”

Dari sikap dan ucapan orang-orang kafir itu, Allah swt menurunkan firman-Nya: Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata): “Pergilah kamu dan tetapah (menyembah) tuhan-tuhanmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki. Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir; ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan, mengapa Al Qur’an itu diturunkan kepadanya di antara kita?” Sebenarnya mereka ragu-ragu terhadap Al Qur’an-Ku, dan sebenarnya mereka belum merasakan azab-Ku. (QS Shaad [38]: 5-8.

Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah; Pertama, tauhid atau mengesakan Allah swt merupakan prinsip yang sangat mendasar di dalam Islam dan tidak boleh tercampur denga keyakinan yang bertentangan dengannya. Kedua,  orang-orang kafir yang mempertanyakan dan meragukan prinsip tauhid tidak boleh menggoyahkan keyakinan umat Islam. Karenanya, kalimat tauhid selalu diucap, disebarkan dan prinsip yang tergantung di dalamnya harus ditegakkan.

Dengan memahami konsep ketuhanan yang benar menurut Al Qur’an, maka komitmen kita kepada Allah swt akan semakin baik.
Drs. H. Ahmad Yani
HP/WhatsApp: 08129021953
Pin BB: 275d0bb3
Twitter: @H_AhmadYani
Facebook: Ust Ahmad Yani Dua
*diterbitkan oleh Buletin Khairu Ummah

No comments:

Post a Comment