Edisi 316/ Desember Th. 2014
Lingkungan dan persahabatan
seringkali merisaukan banyak orang tua. Pasalnya, yang paling banyak
menjerumuskan anak dan para remaja setelah pendidikan orang tua adalah
persahabatan.
Bisa jadi ada anak yang
sebenarnya telah mendapatkan pendidikan yang baik dari keluarganya, namun
ternyata ia kemudian melakukan tindakan yang tak terduga-duga. Bahkan
keluarganya sendiri terperanjat ketika mengetahui anaknya melakukan ini dan
itu. Amat disayangkan banyak orang tua yang tak peduli siapa yang menjadi
sahabat karib anaknya sehingga akhirnya mereka menyesal dan terluka.
Karena itu, tidak aneh jika
masalah persahabatan sudah mendapat perhatian sejak dulu kala. Nabi Musa as
sendiri berkata dalam Al-Qur’an, “Wahai
Tuhan, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah urusanku lepaskan kekakuan dari lidahku
supaya mereka mengerti ucapanku. Berilah aku seorang pembantu dari keluargaku,
yaitu Harun saudaraku. Teguhkanlah dengan dia kekuatanku. Jadikan ia sekutu
dalam urusanku. Supaya kami banyak bertasbih kepada-Mu dan banyak mengingat-Mu.
Engkau Maha Melihat keadaan kami.” (QS Thaha: 25-35).
Meski seorang nabi dan termasuk
ulil azmi, Nabi Musa as merasa tidak mampu sendirian untuk berzikir dan
beribadah. Ia butuh orang yang bisa membantunya. Bahkan dalam surat Al-Furqan,
Allah menggambarkan kondisi manusia di hari kiamat, “Ingatlah hari ketika orang yang zalim menggigit dua tangannya seraya
berkata, ‘Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.
Kecelakaan besar bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman
akrab(ku). Ia telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu telah
datang kepadaku.” (QS al-Furqan: 27-29).
Begitu hebat penyesalannya ketika
salah memilih sahabat dan teman sehingga ia menggigit kedua tangannya. Kita
banyak menjumpai pemuda yang tadinya lurus dan taat.
Namun kemudian terjerumus dalam
pergaulan dan perilaku negatif katena teman dan sahabatnya. Nabi saw bersabda,
“Seseorang bergantung pada agama temannya. Karena itu, hendaklah setiap orang
memperhatikan dengan siapa ia berteman.” (HR at-Tirmidzi).
Dulu, saat saya mulai taat, sama
memiliki teman yang istimewa. Ia paling dekat dengan saya dan sangat membantu
dalam ketaatan. Misalnya saat hendak berjumpa ia berkata kepada saya, “Kita
berjumpa setelah salat asar” atau “Kita salat berjamaah di tempat Fulan.”
Sungguh sangat penting memiliki teman yang membantu untuk taat.
Sahabat ada tiga macam: (1) sahabat
yang suka bermaksiat, jauh dari agama, dan tidak berakhlak; (2) sahabat yang
baik tapi lalai; (3) sahabat yang taat.
Pertama, terhadap sahabat yang
suka bermaksiat, engkau harus menjauhinya karena sangat berbahaya. Meskipun
demikian tidak ada salahnya kalau ingin tetap menjaga hubungan dengannya dengan
harapan suatu saat bisa dibimbing ke jalan yang lurus. Dengan syarat, engkau
harus kuat dalam ilmu, iman, dan akhlak.
Kedua, sahabat yang lalai.
Maksudnya adalah sahabat yang berakhlak baik dan tidak bermaksiat, tetapi tidak
bisa dikatakan taat. Engkau bisa membimbing dan mengantarnya ke jalan Allah
dengan berbagai cara.
Ketiga, sahabat yang taat.
Sahabat semacam ini yang harus dijadikan contoh, panutan, dan teladan.
Berusahalah untuk meniru ketaatannya. Yang semacam inilah yang dibutuhkan, baik
dalam lingkungan kerja, masyarakat, maupun keluarga.
Ada sahabat Nabi saw yang
mendatangi saudaranya dimana ia mengetuk pintu rumahnya dan berkata, “Mari kita
duduk menambah iman sejenak!”
Dimana kita akan mendapatkan
kesempatan semacam itu dewasa ini?! Padahal kita sangat membutuhkan sebab kalbu
labih cepat bergejolak daripada kuali yang mendidih. Karena itu, carilah
sahabat yang kau cintai karena Allah! Siapa yang tidak mendapatkan sahabat yang
ia cintai karena Allah niscaya ia tidak pernah menikmati perasaan terindah di
dunia ini.
Akhirnya, saya berhadap kalian
wahai para pemuda dan pemudi, pilihlah sahabat kalian.
Semoga kalian bisa memilih
sahabat yang baik agar tidak menyesal sepanjang masa.
Amru Khalid.
*diambil dari Buletin Al-Iman www.alimancenter.com
No comments:
Post a Comment