Banyak kalangan pasti sudah mengenal hari valentine (bahasa Inggris: Valentine’s Day).
Hari tersebut dirayakan sebagai suatu perwujudan cinta kasih seseorang.
Perwujudan yang bukan hanya untuk sepasang muda-mudi yang sedang jatuh
cinta. Namun, hari tersebut memiliki makna yang lebih luas lagi. Di
antaranya kasih sayang antara sesama, pasangan suami-istri, orang
tua-anak, kakak-adik dan lainnya. Sehingga valentine’s day biasa disebut
pula dengan hari kasih sayang.
Cikal Bakal Hari Valentine
Sebenarnya ada banyak versi yang tersebar berkenaan dengan asal-usul
Valentine’s Day. Namun, pada umumnya kebanyakan orang mengetahui tentang
peristiwa sejarah yang dimulai ketika dahulu kala bangsa Romawi
memperingati suatu hari besar setiap tanggal 15 Februari yang dinamakan
Lupercalia. Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di
masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan
untuk dewi cinta (queen of feverish love) Juno Februata. Pada
hari ini, para pemuda mengundi nama–nama gadis di dalam kotak. Lalu
setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar
harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan
dijadikan obyek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan
dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda
melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut
karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.
Ketika agama Kristen Katolik menjadi agama negara di Roma, penguasa
Romawi dan para tokoh agama katolik Roma mengadopsi upacara ini dan
mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama
gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah
Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I (The Encyclopedia Britannica, sub
judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen,
pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi
Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati
St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The World Book
Encyclopedia 1998).
Kaitan Hari Kasih Sayang dengan Valentine
The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan
ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya
dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak
pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine” yang dimaksud, juga dengan
kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber
mengisahkan cerita yang berbeda.
Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan
memenjarakan St. Valentine karena menyatakan Tuhannya adalah Isa
Al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Orang-orang
yang mendambakan doa St.Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di
terali penjaranya.
Versi kedua menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara
muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan daripada orang
yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun
St.Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda
sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (The
World Book Encyclopedia, 1998).
Versi lainnya menceritakan bahwa sore hari sebelum Santo Valentinus
akan gugur sebagai martir (mati sebagai pahlawan karena memperjuangkan
kepercayaan), ia menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang diberikannya
kepada sipir penjaranya yang tertulis “Dari Valentinusmu”. (Sumber
pembahasan di atas: http://id.wikipedia.org/ dan lain-lain)
Dari penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan:
- Valentine’s Day berasal dari upacara keagamaan Romawi Kuno yang penuh dengan paganisme dan kesyirikan.
- Upacara Romawi Kuno di atas akhirnya dirubah menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day atas inisiatif Paus Gelasius I. Jadi acara valentine menjadi ritual agama Nashrani yang dirubah peringatannya menjadi tanggal 14 Februari, bertepatan dengan matinya St. Valentine.
- Hari valentine juga adalah hari penghormatan kepada tokoh nashrani yang dianggap sebagai pejuang dan pembela cinta.
- Pada perkembangannya di zaman modern saat ini, perayaan valentine disamarkan dengan dihiasi nama “hari kasih sayang”.
Sungguh ironis memang kondisi umat Islam saat ini. Sebagian orang mungkin sudah mengetahui kenyataan sejarah di atas. Seolah-olah mereka menutup mata dan menyatakan boleh-boleh saja merayakan hari valentine yang cikal bakal sebenarnya adalah ritual paganisme. Sudah sepatutnya kaum muslimin berpikir, tidak sepantasnya mereka merayakan hari tersebut setelah jelas-jelas nyata bahwa ritual valentine adalah ritual non muslim bahkan bermula dari ritual paganisme.
Selanjutnya kita akan melihat berbagai kerusakan yang ada di hari Valentine.
Kerusakan Pertama: Merayakan Valentine Berarti Meniru-niru Orang Kafir
Agama Islam telah melarang kita meniru-niru orang kafir (baca:
tasyabbuh). Larangan ini terdapat dalam berbagai ayat, juga dapat
ditemukan dalam beberapa sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan hal ini juga merupakan kesepakatan para ulama (baca: ijma’). Inilah
yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Iqtidho’ Ash Shiroth Al Mustaqim (Ta’liq: Dr. Nashir bin ‘Abdil Karim Al ‘Aql, terbitan Wizarotusy Syu’un Al Islamiyah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبُغُونَ ، فَخَالِفُوهُمْ
“Sesungguhnya orang Yahudi dan Nashrani tidak mau merubah uban, maka selisihlah mereka.”
(HR. Bukhari no. 3462 dan Muslim no. 2103) Hadits ini menunjukkan
kepada kita agar menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani secara umum dan
di antara bentuk menyelisihi mereka adalah dalam masalah uban. (Iqtidho’, 1/185)
Dalam hadits lain, Rasulullah menjelaskan secara umum supaya kita tidak meniru-niru orang kafir. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’
[hal. 1/269] mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman dalam Irwa’ul Gholil
no. 1269). Telah jelas di muka bahwa hari Valentine adalah perayaan
paganisme, lalu diadopsi menjadi ritual agama Nashrani. Merayakannya
berarti telah meniru-niru mereka.
Kerusakan Kedua: Menghadiri Perayaan Orang Kafir Bukan Ciri Orang Beriman
Allah Ta’ala sendiri telah mencirikan sifat orang-orang beriman.
Mereka adalah orang-orang yang tidak menghadiri ritual atau perayaan
orang-orang musyrik dan ini berarti tidak boleh umat Islam merayakan
perayaan agama lain semacam valentine. Semoga ayat berikut bisa menjadi
renungan bagi kita semua.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan
apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan
menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon [25]: 72)
Ibnul Jauziy dalam Zaadul Masir mengatakan bahwa ada 8
pendapat mengenai makna kalimat “tidak menyaksikan perbuatan zur”,
pendapat yang ada ini tidaklah saling bertentangan karena
pendapat-pendapat tersebut hanya menyampaikan macam-macam perbuatan zur.
Di antara pendapat yang ada mengatakan bahwa “tidak menyaksikan
perbuatan zur” adalah tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Inilah
yang dikatakan oleh Ar Robi’ bin Anas.
Jadi, ayat di atas adalah pujian untuk orang yang tidak menghadiri
perayaan orang musyrik. Jika tidak menghadiri perayaan tersebut adalah
suatu hal yang terpuji, maka ini berarti melakukan perayaan tersebut
adalah perbuatan yang sangat tercela dan termasuk ‘aib (Lihat Iqtidho’,
1/483). Jadi, merayakan Valentine’s Day bukanlah ciri orang beriman
karena jelas-jelas hari tersebut bukanlah hari raya umat Islam.
Kerusakan Ketiga: Mengagungkan Sang Pejuang Cinta Akan Berkumpul Bersamanya di Hari Kiamat Nanti
Jika orang mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keutamaan berikut ini.
Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَتَّى السَّاعَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
مَا أَعْدَدْتَ لَهَا
“Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”
Orang tersebut menjawab,
مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ صَلاَةٍ وَلاَ صَوْمٍ وَلاَ صَدَقَةٍ ، وَلَكِنِّى أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan
banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku
persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain di Shohih Bukhari, Anas mengatakan,
فَمَا
فَرِحْنَا بِشَىْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم –
« أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ » . قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ
النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو
أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ
بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
“Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira
kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta
ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”
Anas pun mengatakan,
فَأَنَا
أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ،
وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ
أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
“Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena
kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan
mereka.”
Bandingkan, bagaimana jika yang dicintai dan diagungkan adalah
seorang tokoh Nashrani yang dianggap sebagai pembela dan pejuang cinta
di saat raja melarang menikahkan para pemuda. Valentine-lah sebagai
pahlawan dan pejuang ketika itu. Lihatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas: “Kalau
begitu engkau bersama dengan orang yang engkau cintai”. Jika Anda
seorang muslim, manakah yang Anda pilih, dikumpulkan bersama orang-orang
sholeh ataukah bersama tokoh Nashrani yang jelas-jelas kafir?
Siapa yang mau dikumpulkan di hari kiamat bersama dengan orang-orang
kafir[?] Semoga menjadi bahan renungan bagi Anda, wahai para pengagum
Valentine!
Kerusakan Keempat: Ucapan Selamat Berakibat Terjerumus Dalam Kesyirikan dan Maksiat
“Valentine” sebenarnya berasal dari bahasa Latin yang berarti: “Yang
Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan
kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. (Dari berbagai sumber)
Oleh karena itu disadari atau tidak, jika kita meminta orang menjadi
“To be my valentine (Jadilah valentineku)”, berarti sama dengan kita
meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan
kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik,
menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala.
Kami pun telah kemukakan di awal bahwa hari valentine jelas-jelas
adalah perayaan nashrani, bahkan semula adalah ritual paganisme. Oleh
karena itu, mengucapkan selamat hari kasih sayang atau ucapan selamat
dalam hari raya orang kafir lainnya adalah sesuatu yang diharamkan
berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin),
sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah (1/441, Asy Syamilah). Beliau rahimahullah
mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran
yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal
atau selamat hari valentine, pen) adalah sesuatu yang diharamkan
berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi
ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan,
‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan
selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang
mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan
lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini
pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang
mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar
dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh
Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum
minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat
lainnya.”
Kerusakan Kelima: Hari Kasih Sayang Menjadi Hari Semangat Berzina
Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran.
Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan
mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol
perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan
bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan,
bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua
dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.
Dalam semangat hari Valentine
itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan
larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan,
berpelukan, berciuman, bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan
sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan
rasa kasih sayang. Na’udzu billah min dzalik.
Padahal mendekati zina saja haram, apalagi melakukannya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’ [17]: 32)
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih
keras daripada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika
kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina,
jelas-jelas lebih terlarang.
Kerusakan Keenam: Meniru Perbuatan Setan
Menjelang hari Valentine-lah berbagai ragam coklat, bunga, hadiah,
kado dan souvenir laku keras. Berapa banyak duit yang dihambur-hamburkan
ketika itu. Padahal sebenarnya harta tersebut masih bisa dibelanjakan
untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat atau malah bisa disedekahkan
pada orang yang membutuhkan agar berbuah pahala. Namun, hawa nafsu
berkehendak lain. Perbuatan setan lebih senang untuk diikuti daripada
hal lainnya. Itulah pemborosan yang dilakukan ketika itu mungkin bisa
bermilyar-milyar rupiah dihabiskan ketika itu oleh seluruh penduduk
Indonesia, hanya demi merayakan hari Valentine. Tidakkah mereka
memperhatikan firman Allah,
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’ [17]: 26-27). Maksudnya adalah mereka menyerupai setan dalam hal ini. Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
Penutup
Itulah sebagian kerusakan yang ada di hari valentine, mulai dari
paganisme, kesyirikan, ritual Nashrani, perzinaan dan pemborosan.
Sebenarnya, cinta dan kasih sayang yang diagung-agungkan di hari
tersebut adalah sesuatu yang semu yang akan merusak akhlak dan
norma-norma agama. Perlu diketahui pula bahwa Valentine’s Day bukan
hanya diingkari oleh pemuka Islam melainkan juga oleh agama lainnya.
Sebagaimana berita yang kami peroleh dari internet bahwa hari Valentine
juga diingkari di India yang mayoritas penduduknya beragama Hindu.
Alasannya, karena hari valentine dapat merusak tatanan nilai dan norma
kehidupan bermasyarakat. Kami katakan: “Hanya orang yang tertutup
hatinya dan mempertuhankan hawa nafsu saja yang enggan menerima
kebenaran.”
Oleh karena itu, kami ingatkan agar kaum muslimin tidak ikut-ikutan
merayakan hari Valentine, tidak boleh mengucapkan selamat hari
Valentine, juga tidak boleh membantu menyemarakkan acara ini dengan jual
beli, mengirim kartu, mencetak, dan mensponsori acara tersebut karena
ini termasuk tolong menolong dalam dosa dan kemaksiatan. Ingatlah,
Setiap orang haruslah takut pada kemurkaan Allah Ta’ala. Semoga tulisan
ini dapat tersebar pada kaum muslimin yang lainnya yang belum
mengetahui. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada kita semua.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa
shollallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
—
Panggang, Gunung Kidul, 12 Shofar 1430 H
Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya
Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
*diambil dari Artikel Rumaysho.Com
No comments:
Post a Comment