Drop Down Menu

Friday, 30 January 2015

Tiga Dimensi Ibadah

Edisi 314 / Nopember Th. 2014


Tiga Dimensi Ibadah  Seharusnya setiap ibadah yang kita lakukan tidak hanya bersifat ritual, seremonial, dan formalitas belaka. Namun dalam kenyataan, ibadah seringkali dilakukan hanya karena kebiasaan dan seremonial saja. Kerapkali ia kehilangan esensi dan substansi. Apa akibatnya? Banyak yang beribadah tetapi tidak memberikan perubahan berarti. Tidaklah Allah memerintahkan kita beribadah kecuali untuk tujuan yang mulia dan untuk maksud yang baik. Paling tidak ada tiga dimensi dalam setiap ibadah mahdah yang kita lakukan:

Dimensi Kepatuhan Kepada Allah swt.


Inilah esensi paling utama dari setiap ibadah yang kita lakukan. Kita beribadah karena kita ingin menunjukkan ketaatan dan kepatuhan kepada-Nya. Ada begitu banyak hal gaib yang mengitari ibadah kita. Misalnya: mengapa kita menyembah Allah dalam bentuk shalat; tidak dalam bentuk yang lain? Mengapa shalat harus dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam? Mengapa subuh dua rakaat, sementara isya empat rakaat? Mengapa puasa disyariatkan di bulan Ramadhan? Mengapa tidak di bulan yang lain? Mengapa ibadah haji tidak boleh di bulan lain? Dan harus di tanah suci? Mengapa kadar zakat sekian? Dan berbagai pertanyaan lain.


Ada begitu banyak pertanyaan di seputar ibadah mahdah yang misteri. Namun sebagai seorang muslim, yang sadar bahwa yang memerintahkan adalah Allah; Zat Yang Maha Tahu dan Maha Bijaksana, maka sikap kita adalah Sami’na wa atha’na (mendengan dan taat). Inilah sikap dan jawaban Ibrahim saat diberi sejumlah perintah yang berat: Aslamtu li Rabbil alamin. Di sini pengakuan kita sebagai hamba di uji. Kita adalah hamba, sementara Dia adalah Tuhan yang berhak mengatur. Aturan Allah pasti untuk kebaikan kita. Belakangan barangkali kita mulai tahu manfaat dari berbagai ibadah yang kita lakukan. Namun sikap asasi kita adalah taat dan patuh kepada Allah swt: 

“Mereka berkata, ‘Kami mendengar dan kami taat. Kami mengharap ampunan-Mu wahai Tuhan dan kepada-Mu tempat kembali.” (QS Al-Baqarah: 285).

Dimensi Peneladanan Kepada Rasul saw


Ketika disuruh beribadah, tentu kita tidak bisa mengarang sendiri tata caranga dan teknis pelaksanaannya. Karena itu, Allah mengutus para nabi dan rasul untuk mengajari kita bagaimana cara beribadah yang benar. Dalam hal ini Allah telah mengutus Rasulullah saw. Sehingga ibadah kita baru benar dan sah jika sesuai dengan ajaran beliau.


Sebanyak apapun ibadah kita kalau tidak sesuai dengan tuntunan dan ajaran beliau, tidak diterima. Karena itu, shalatlah seperti Rasul saw shalat. (Shollu kama ra’aytumuni ushalli).


Berhajilah sebagaimana beliau berhaji (khudzu anni manasikakum). Demikian pula dengan puasa, dan seluruh amal ibadah kita lainnya. Setiap ucapan dan gerakan ibadah yang sesuai sunnah mendatangkan keberkahan, penerimaan, dan keridhaan Allah swt.


Bayangkan manakala kita shalat bahwa kita melakukan gerakan yang pernah dilakukan oleh Rasul saw. Bayangkan pula apa yang kita baca itu pula yang dibaca Rasul saw. Sungguh indah dan nikmat.


Dimensi Sosial


Bahwa ibadah yang kita lakukan tidak hanya membuat shalih secara individu dengan tunduk kepada Allah dan mengikuti Rasul saw. Akan tetapi ibadah juga harus melahirkan pribadi yang terbiasa hidup dalam kondisi berjamaah, bersatu, dan berukhuwah di jalan-Nya. Shalat lima waktu dan juga shalat tarawih di bulan Ramadhan ini kita kerjakan secara berjamaah dengan berbaris rapi dalam satu shaf yang kokoh. Kita melakukan gerakan yang sama dipimpin oleh seorang imam. Dalam puasa kita sama-sama merasa haus dan lapar. Dalam zakat saling berbagi. Dalam haji berkumpul umat Islam dari seluruh penjuru dunia, dengan pakaian yang sama dan talbiyah yang sama.


Subhanallah! Semua itu agar kita terbiasa hidup dalam suasana berjamaah dan bersaudara, di jalan Allah. Sungguh sangat aneh kalau dalam shalat kita berjamaah; tetapi di luar shalat bertikai dan bermusuhan. Sungguh sangat aneh kalau dalam shalat kita berbaris rapi dan kokoh namun di luar shalat saling berseberangan dan melemahkan. Padahal kita mengetahui bahwa kekuatan umat terletak pada persatuan dan persaudaraan mereka. Pertolongan Allah bersama jamaah. Demikian pesan Nabi saw.





*diambil dari Buletin Al-Iman (telagainsanberiman@gmail.com)

No comments:

Post a Comment