Edisi 314 / Nopember Th. 2014
Seharusnya setiap ibadah yang
kita lakukan tidak hanya bersifat ritual, seremonial, dan formalitas belaka.
Namun dalam kenyataan, ibadah seringkali dilakukan hanya karena kebiasaan dan
seremonial saja. Kerapkali ia kehilangan esensi dan substansi. Apa akibatnya?
Banyak yang beribadah tetapi tidak memberikan perubahan berarti. Tidaklah Allah
memerintahkan kita beribadah kecuali untuk tujuan yang mulia dan untuk maksud
yang baik. Paling tidak ada tiga dimensi dalam setiap ibadah mahdah yang kita lakukan:
Dimensi Kepatuhan Kepada Allah swt.
Inilah esensi paling utama dari
setiap ibadah yang kita lakukan. Kita beribadah karena kita ingin menunjukkan
ketaatan dan kepatuhan kepada-Nya. Ada begitu banyak hal gaib yang mengitari
ibadah kita. Misalnya: mengapa kita menyembah Allah dalam bentuk shalat; tidak
dalam bentuk yang lain? Mengapa shalat harus dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam? Mengapa subuh dua rakaat, sementara isya empat rakaat? Mengapa
puasa disyariatkan di bulan Ramadhan? Mengapa tidak di bulan yang lain? Mengapa
ibadah haji tidak boleh di bulan lain? Dan harus di tanah suci? Mengapa kadar
zakat sekian? Dan berbagai pertanyaan lain.
Ada begitu banyak pertanyaan di
seputar ibadah mahdah yang misteri. Namun sebagai seorang muslim, yang sadar
bahwa yang memerintahkan adalah Allah; Zat Yang Maha Tahu dan Maha Bijaksana,
maka sikap kita adalah Sami’na wa atha’na
(mendengan dan taat). Inilah sikap dan jawaban Ibrahim saat diberi sejumlah
perintah yang berat: Aslamtu li Rabbil
alamin. Di sini pengakuan kita sebagai hamba di uji. Kita adalah hamba,
sementara Dia adalah Tuhan yang berhak mengatur. Aturan Allah pasti untuk
kebaikan kita. Belakangan barangkali kita mulai tahu manfaat dari berbagai
ibadah yang kita lakukan. Namun sikap asasi kita adalah taat dan patuh kepada
Allah swt:
“Mereka berkata, ‘Kami mendengar dan kami taat. Kami mengharap ampunan-Mu wahai Tuhan dan kepada-Mu tempat kembali.” (QS Al-Baqarah: 285).
Dimensi Peneladanan Kepada Rasul saw
Ketika disuruh beribadah, tentu
kita tidak bisa mengarang sendiri tata caranga dan teknis pelaksanaannya.
Karena itu, Allah mengutus para nabi dan rasul untuk mengajari kita bagaimana
cara beribadah yang benar. Dalam hal ini Allah telah mengutus Rasulullah saw.
Sehingga ibadah kita baru benar dan sah jika sesuai dengan ajaran beliau.
Sebanyak apapun ibadah kita kalau
tidak sesuai dengan tuntunan dan ajaran beliau, tidak diterima. Karena itu,
shalatlah seperti Rasul saw shalat. (Shollu
kama ra’aytumuni ushalli).
Berhajilah sebagaimana beliau berhaji
(khudzu anni manasikakum). Demikian
pula dengan puasa, dan seluruh amal ibadah kita lainnya. Setiap ucapan dan
gerakan ibadah yang sesuai sunnah mendatangkan keberkahan, penerimaan, dan
keridhaan Allah swt.
Bayangkan manakala kita shalat
bahwa kita melakukan gerakan yang pernah dilakukan oleh Rasul saw. Bayangkan
pula apa yang kita baca itu pula yang dibaca Rasul saw. Sungguh indah dan
nikmat.
Dimensi Sosial
Bahwa ibadah yang kita lakukan
tidak hanya membuat shalih secara individu dengan tunduk kepada Allah dan
mengikuti Rasul saw. Akan tetapi ibadah juga harus melahirkan pribadi yang
terbiasa hidup dalam kondisi berjamaah, bersatu, dan berukhuwah di jalan-Nya.
Shalat lima waktu dan juga shalat tarawih di bulan Ramadhan ini kita kerjakan
secara berjamaah dengan berbaris rapi dalam satu shaf yang kokoh. Kita
melakukan gerakan yang sama dipimpin oleh seorang imam. Dalam puasa kita
sama-sama merasa haus dan lapar. Dalam zakat saling berbagi. Dalam haji
berkumpul umat Islam dari seluruh penjuru dunia, dengan pakaian yang sama dan
talbiyah yang sama.
Subhanallah! Semua itu agar kita terbiasa hidup dalam suasana
berjamaah dan bersaudara, di jalan Allah. Sungguh sangat aneh kalau dalam
shalat kita berjamaah; tetapi di luar shalat bertikai dan bermusuhan. Sungguh
sangat aneh kalau dalam shalat kita berbaris rapi dan kokoh namun di luar
shalat saling berseberangan dan melemahkan. Padahal kita mengetahui bahwa
kekuatan umat terletak pada persatuan dan persaudaraan mereka. Pertolongan
Allah bersama jamaah. Demikian pesan Nabi saw.
*diambil dari Buletin Al-Iman (telagainsanberiman@gmail.com)
No comments:
Post a Comment