Drop Down Menu

Friday, 16 January 2015

Konsep Ketuhanan (bagian pertama)

Edisi 4 Tahun XXIV – Muharram 1436 H/ Nopember 2014 M

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS Al Baqarah [2]: 186)
Konsep ketuhanan merupakan persoalan paling pokok dalam agama. Banyak agama yang mengalami kerancuan dalam konsep ketuhanan. Karena itu, Islam merupakan agama yang sangat jelas dalam masalah ketuhanan dan ada sejumlah ayat Al Quran yang turun berkaitan dengan masalah ketuhanan, baik karena adanya pertanyaan maupun pelurusan atas kekeliruan manusia. Kajian masalah ini menjadi sangat penting bagi setiap muslim, karenanya tulisan ini disusun untuk kita ambil hikmahnya.


Mempertanyakan Ke-Esaan Allah Swt.

Salah satu keyakinan yang paling prinsip dalam Islam adalah tentang keesaan Allah swt, esa dalam segala hal sehingga tidak ada yang sama dengan-Nya.

Ketika dijelaskan prinsip keesaan Allah swt itu, orang-orang musyrik terheran-heran, karena mereka mempertanyakan: “Satu Tuhan? Kalau memang benar apa yang dikatakannya, coba datangkan kepada kami sebuah ayat.”

Sementara dalam kasus lain, diceritakan dari Atha bahwa orang-orang Quraisy berkata: “Bagaimana satu tuhan cukup untuk semua orang?.”

Disamping itu, Ibnu Abbas juga menceritakan bahwa orang-orang Quraisy berkata kepada Nabi Muhammad saw: “Mintalah kepada Allah untuk mengubah bukit Shafa dan Marwah menjadi emas untuk kita jadikan bekal menghadapi musuh kami. Maka Allah swt mewahyukan kepada Rasul: “Aku akan memberikan apa yang mereka minta, tetapi jika mereka kafir setelah itu, Aku akan mengazabnya dengan azab yang belum pernah diturunkan kepada seorang manusiapun.”

Namun Rasulullah saw berdoa: “Ya Allah, biarkanlah aku berdakwah kepada kaumku hari demi hari secara perlahan.”

Maka atas kejadian semua itu, turunlah firman Allah swt: 
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan Bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkannya. (QS Al Baqarah [2]: 164).
Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah, Pertama, Tauhid atau ajaran tentang keesaan Allah swt merupakan faktor utama yang membedakan Islam dengan agama apapun. Kedua, diantara bukti keesaan dan kekuasaan Allah swt adalah adanya alam semesta dengan segala isinya. Karenanya, semakin kita renungi dan pelajari tentang alam semesta, akan semakin kokoh keimanan kita kepada Allah swt.

Allah Itu Dekat

Merasa dekat dengan Allah membuat manusia selalu merasa diawasi, lalu tidak berani menyimpang dari ketentuan-Nya. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim dan lain-lain bahwa suatu ketika seorang Arab Badui mendatangi Nabi saw, lalu berkata: “Allah itu dekat atau jauh. Bila dekat kita cukup berdoa dengan berbisik  dan bila jauh kita memohon kepada-Nya dengan berteriak memanggil.”

Rasulullah saw terdiam, lalu turun firman Allah swt:
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS Al Baqarah [2]: 186).
Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah: Pertama, Allah swt menyatakan bahkan Dia dekat kepada manusia, persoalannya kita merasa dekat apa tidak. Rasa dekat membuat kita tidak mau menyimpang dari ketentuan-Nya karena kita selalu merasa diawasi. Kedua, doa merupakan inti ibadah. Ketika kita berdoa, setiap kita harus yakin bahwa Allah swt mengabulkannya.

Maha Tahu.

Manusia seringkali berniat dan melakukah hal-hal yang tidak benar. Salah satu anggapannya adalah tidak diketahui oleh orang lain, padahal Allah swt Maha Tahu atas segala sesuatu.

Sahabat Ibnu Abbas ra menceritakan sebagaimana diriwayatkan oleh Ath Thabrani bahwa Arbad bin Qais dan Amir Ibnu Thufail datang ke Madinah menemui Rasulullah saw, ia berkata: “Hai Muhammad, apa yang kamu berikan kepadamu kalau aku masuk Islam?.”

Rasul menjawab: “Kamu mendapat hak seperti yang dimiliki kaum muslimin dan kamu juga memikul kewajiban seperti mereka.”

Ia berkata lagi: “Apakah kamu akan menyerahkan kepemimpinan kepadaku setelah kamu wafat?.”

Rasulullah saw menjawab: “Hak itu bukan menjadi hakmu maupun hak kaummu.”

Akhirnya kedua orang itu pergi. Amir berkata kepada Arbad: “Aku akan menarik perhatian Muhammad dengan perbincangan, lalu tikamlah dia dengan pedang.”

Keduanya kembali menemui Rasulullah saw, Amir berkata: “Hai Muhammad, marilah kita bicara.”

Beliau bangkit lalu berbicara dengannya, sementara Arbad mulai menghunuskan pedangnya, tapi baru saja dia hendak beraksi, Rasulullah saw menoleh dan melihat maksud buruknya itu. 

Beliaupun meninggalkan keduanya.

Kedua orang itu pergi, ketika berada di Ar Raqm, Allah swt mengirimkan petir yang menyebabkan Arbad tewas, lalu diturunkanlah firman Allah swt yang berbunyi: 
Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya (QS Ar Ra’du [13]: 8).
Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah; Pertama, manusia harus menyadari dan memahami bahwa Allah swt Maha Tahu atas segala sesuatu, termasuk bayi yang ada dalam kandungan hingga niat orang yang sangat tersembunyi di dalam hatinya. Kedua, maksud dan perbuatan jahat yang dilakukan manusia pasti ada balasannya, baik di dunia maupun di akhirat nanti.

Akibat Membantah Allah

Dalam aqidah Islam, setiap kita seharusnya meyakini Allah swt sebagai Tuhan yang benar. Membantah Allah swt, apalagi mempertanyakan yang tidak berdasar hanya akan berakibat buruk bagi manusia.

Sahabat Anas ra menceritakan sebagaimana diriwayatkan oleh An Nasa’i dan al Bazzar bahwa Rasulullah saw mengutus seorang sahabat untuk berdakwah kepada pemuka jahiliyah. Mereka malah bertanya: “Tuhanmu yang kamu seru aku menyembahnya terbuat dari apa, apakah dari besi, tembaga, perak atau emas?.”

Sahabat yang diutus itu kembali kepada Rasulullah saw dan memberi tahu beliau. 

Namun Rasulullah saw kembali mengutus sahabat untuk mengajak orang itu masuk Islam, meskipun sudah beberapa kali, tetap saja pertanyaannya seperti itu hingga akhirnya Allah swt mengirim petir yang menghanguskan tubuhnya. Maka turunlah firman Allah swt: 
Dari guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia-lah Tuhan Yang Maha keras siksa-Nya. (QS Ar Ra’du [13]: 13).
Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah; Pertama, segala sesuatu adalah makhluk Allah swt yang selalu bertasbih kepada-Nya, termasuk guruh atau petir. Kedua, Allah swt berkuasa untuk memerintahkan seluruh makhluk-Nya untuk melakukan sesuatu, termasuk memerintahkan petir untuk menyambar manusia yang durhaka dan keterlaluan.

Dengan demikian, setiap manusia mestinya memiliki aqidah yang lurus dan murni, tidak bercampur sedikitpun dengan kemusyrikan.

Drs. H. Ahmad Yani
HP/WhatsApp: 08129021953
Pin BB: 275d0bb3
Twitter: @H_AhmadYani
Facebook: Ust Ahmad Yani Dua




*diterbitkan oleh Buletin Khairu Ummah

No comments:

Post a Comment