Anda pernah melihat progam wild life? Dalam acara
tersebut kita bisa melihat bagaimana serigala memangsa buruannya,
mencengkram, menerkam, menggigit, merobek, mengunyah dan kemudian
menelannya. Saling tarik antara satu serigala dengan serigala lainnya
menjadi hal yang biasa. Sebab masing-masing ingin mendapatkan makanan
yang paling banyak.
Itulah sedikit gambaran tentang kerakusan serigala, yang mungkin akan
dianggap wajar karena ia tidak memiliki hati dan otak. Namun bagaimana
halnya bila kerakusan itu muncul dari makhluk yang berhati dan berotak?
Bahkan ia lebih rakus dari serigala! Siapakah dia? Tidak lain dan tidak
bukan adalah manusia!
Mari kita simak penuturan Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam, dalam hadits Ka’ab bin Mâlik radhiyallahu’anhu berikut,
“مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلاَ فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ”.
“Kerusakan yang diakibatkan dari dua serigala lapar yang memangsa
domba, tidak lebih parah dibanding kerusakan agama seseorang yang
ditimbulkan dari kerakusannya terhadap harta dan kedudukan”. HR. Tirmidzy dan dinyatakan hasan sahih oleh beliau.
Dalam hadits di atas digambarkan bahwa daya rusak dua serigala yang
sedang kelaparan itu, masih kalah dahsyat dibandingkan kerusakan yang
ditimbulkan dari ambisi seseorang terhadap harta dan jabatan.
Demi meraih harta, banyak orang menghalalkan segala cara dan
mengorbankan hal-hal yang berharga. Dia merasa nyaman untuk berkorupsi,
memakan riba, berselingkuh, membunuh, mengorbankan tali silaturrahim dan
masih banyak yang lainnya.
Setali tiga uang, berbagai cara ditempuh oleh banyak manusia untuk meraih kedudukan,
tanpa peduli benar atau tidaknya cara tersebut. Sogok dan suap dianggap
biasa. Sikut menyikut dan menjatuhkan kompetitor merupakan bumbu wajib
persaingan. Carmuk (cari muka) dengan berbagi sembako dan uang dinilai sebuah keharusan. Tidak lupa pergi ke dukun dianggap suatu kelaziman.
Jangan mengira bahwa yang diintai fitnah kekuasaan itu hanya para
pencari jabatan duniawi saja. Mereka yang berambisi untuk meraih
kedudukan yang bersifat agama pun terancam. Rebutan kursi ketua ormas
keagamaan, ’jabatan’ pemuka agama, mulai dari tingkat kampung hingga
nasional, juga menjadi ajang setan untuk merusak agama manusia.
Harta dan jabatan (kedudukan). Keduanya sering disebut-sebut sebagai
dua sekawan yang tak terpisahkan. Harta bisa menghantarkan seseorang
kepada posisi atau jabatan tertentu. Bahkan hari ini posisi yang
seharusnya diisi secara alami oleh orang-orang berkompeten pun bisa
dibeli dengan harta. Posisi atau jabatan pun mampu membuat orang
mengeruk harta sebanyak-banyaknya. Tanpa ada rasa puas. Tidak ada rasa
malu. Apalagi secuil peduli, perhatian dan keberpihakan terhadap
masyarakat.
Ya, seperti itulah daya tarik harta dan kekuasaan. Bisa menggiurkan
siapapun. Maka tidak ada jalan lain bagi kita, melainkan untuk terus
memohon pertolongan kepada Allah ta’ala agar selalu dipelihara dari fitnah harta dan kekuasaan.
Pada dasarnya permasalahan bukanlah pada jabatan atau harta itu
sendiri, akan tetapi pada cara untuk mendapatkannya dan penggunaannya.
Apabila benar cara dan penggunaannya, maka akan terpuji. Bila
sebaliknya, maka akan tercela.
Semoga kita semua selalu dijaga oleh Allah ta’ala dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Sebab hanya Dia-lah sebaik-baik penjaga.
Amin.
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 28 Rabi’ul Awwal 1435 / 30 Januari 201
*diambil dari artikel www.tunasilmu.com
No comments:
Post a Comment