Drop Down Menu

Friday 14 November 2014

Pesan Moral (Bagian Kedua)



Edisi 48 Tahun XXIII – Dzulhijjah 1435 H/ Oktober 2014 M


Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan mereka menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh
(QS Ali Imran [3]: 114)

Pesan-pesan moral harus kita sampaikan kepada orang lain, kapan dan dimana saja. Yang sudah tahu menyegarkan pengetahuan, yang lupa jadi ingat kembali dan yang belum mengerti jadi paham hingga semuanya bersikap dan beramal yang positif. 

Media sosial yang sudah menjadi bagian hidup kita sehari-hari bisa kita manfaatkan untuk menyampaikan pesan-pesan moral. Saya berusaha memanfaatkannya..


Pencitraan.

Hati-hati dengan pencitraan yang baik sehingga banyak orang menganggap kita baik, padahal sebenarnya tidak baik atau tidak sebaiknya dicitrakan. Dalam politik ini sering disebut dengan politik pencitraan. Rasulullah saw bersabda:

Manusia yang paling keras azabnya pada hari kiamat adalah orang yang dianggap baik, padahal tidak ada kebaikannya (HR. Ad Dailami).

Setiap orang senang bila dinilai sebagai orang baik. Dalam dunia politik, partai dan tokoh-tokohnya juga ingin dinilai baik. Karena itu, kita sering mendengar ada istilah pencitraan atau politik pencitraan, Sebagai manusia, apalagi muslim kita menyadari adanya hari akhirat yang menjadi saat pengadilan dari kondisi apa adanya, tidak ada rekayasa. 

Karena itu, bila di dunia kita hanya mencitrakandiri sebagai orang baik tapi keadaan kita tidak demikian, maka kitapun harus bersiap-siap dengan azab Allah swt yang paling kerasm karena sudah begitu banyak orang yang kita bohongi, apalagi dengan sebab citra yang baik banyak orang memberikan kepercayaan kepada kita lalu mereka merasa tertipu.

Bahan Pembicaraan Yang Baik.

Nabi Ibrahi as berdoa agar menjadi buah tutur kata yang baik bagi generasi kemudian. Diantara yang harus kita renungi adalah kalau kita mati, orang-orang hidup cerita apa tentang kita. Nabi Ibrahim as ingin agar beliau menjadi bahan pembicaraan yang baik bagi generasi kemudian. Allah swt berfirman yang mengemukakan doa Nabi Ibrahim as:

Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian.“ (QS. Asy-Syu’ara’ [26]: 83-84).

Oleh karena itu, sejak kini hingga mati, kiprah kebaikan tidak boleh kita tunda-tunda lagi. Salah satu ciri orang shaleh adalah bersegera dalam kebaikan, Allah swt berfirman:  

Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan mereka menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh (QS. Ali Imran [3]: 114).

Banyak Bicara, Banyak Bekerja

Perbanyaklah bicara untuk membicarakan yang baik dan benar, apalagi memang diantara kita ada yang tugas dan pekerjaannya berbicara. Dan perbanyaklah amal karena apa yang sudah kita bicarakan harus kita amalkan. Amal shaleh adalah bekal untuk kembali kepada Allah swt. Jadi tidak usah dipertentangkan soal banyak bicara atau banyak bekerja. Yang penting proporsional. Saat bicara bicaralah, saat bekerja bekerjalah.

Berbicara merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia. Karena itu, dunia ini tidak pernah sepi dari aktivitas berbicara. Adanya aktivitas berbicara membuat suatu kejadian bisa diinformasikan, ilmu pengetahuan bisa diajarkan dan nilai-nilai kebenaran atau kebaikan bisa disebarluaskan. Namun, dengan aktivitas bicara keburukan, kebathilan atau kemunkaran juga bisa diinformasikan, kesombongan bisa ditunjukkan dan permusuhan antar sesama manusia bisa terjadi di seluruh dunia.

Bagi seorang mukmin yang ingin memiliki akhlak mulia, ia akan selalu berusaha memperhatikan adab berbicara karena berbicara yang baik menjadi ukuran keimanan seseorang, dalam konteks inilah, maka setiap manusia dihimbau untuk berbicara yang baik dan sebaik mungkin, Allah swt berfirman:  

Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS AI Isra [17]: 53).

Dalam satu hadits Rasulullah saw bersabda:

Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam (HR. Bukhari dan Muslim).

Bila kita tidak bisa berbicara yang baik, disamping hal itu berbahaya bagi orang lain, sebenarnya juga berbahaya bagi diri kita sendiri, karena memang dosa terbesar atau terbanyak dari sekian dosa yang dilakukan manusia adalah dosa yang bersumber dari lisannya, Rasulullah saw bersabda:

Sesungguhnya kebanyakan dosa anak Adam berada pada lidahnya (HR. Thabrani).

Oleh karena itu kehati-hatian kita dalam berbicara menjadi suatu keharusan, apalagi Allah swt tidak suka bila ada orang berbicara yang tidak baik sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. An Nisa [4]: 148).

Satu hal yang harus kita sadari bahwa setiap perbuatan pasti ada pertanggungjawabannya, termasuk berbicara sehingga setiap pembicaraan kitapun dicatat oleh malaikat, Allah swt berfirman:

Dan sesungguhnya Kami telah mencptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikan pengawas yang selalu hadir (QS Qaf [50]: 16-19).

Selain banyak bekerja, kita juga harus banyak beramal shaleh, inilah bekal penting yang harus kita bawa untuk bisa berjumpa dengan Allah swt sebagaimana firman-Nya:

Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendalkah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”. (QS. Al Kahfi [18]: 110).

Berlebihan

Menyenangi dan membenci orang, termasuk tokoh jangan berlebihan. Tokoh yang kita anggap baik, belum tentu sebaik yang kita anggap, sementara kita sudah memujinya setinggi langit. Sementara tokoh yang kita benci belum tentu seburuk yang kita bayangkan, sementara kita sudah mencelanya begitu jelek. Yang repot kalau besok dia jadi Presiden yang mau tidak mau harus kita hormati juga.

Diantara sekian banya pesan malaikat Jibril kepada Rasulullah saw adalah:

Hiduplah engkau seberapapun lamanya, namun engkau pasti akan mati. Cintailah siapa saja yang engkau sukai, namun engkau pasti akan berpisah dengannya. Beramallah semaumu, namun engkau pasti akan mendapat balasannya. (HR. Baihaki).

Bila kita tidak berlebihan dalam menyikapi sesuatu, maka memandang dan menyikapi sesuatu kita tunjukkan secara objektif. Penghormatan dan kepercayaan kita kepada seseorang termasuk pemimpin tidak akan menghilangkan daya kritis dan kewaspadaan, sementara kebencian kita kepadanya tidak membuat kita selalu kritis dan hilang rasa percaya kita sehingga seolah-olah tidak ada kebaikannya, selalu kita pandang dari sudut negatif.

Para sahabat tetap menunjukkan daya kritis kepada Nabi Muhammad saw sekalipun. Karenanya mereka tidak sungkan-sungkan untuk menyampaikan pendapat dan ide-ide bagus, bahkan hal itu membuat ada langkah baru yang dilakukan Rasul, bahkan menjadi penyebab turunnya ayat-ayat Al Quran. Misalnya, ketika Rasul mengatur siasat perang dengan strategi bertahan dan menunggu serangan orang kafir dengan siap siaga, sahabat Salman Al Farisi justeru mengusulkan agar menggali parit di sekeliling pasukan sebagai perangkap yang mempersulit musuh untuk menyerang, maka Rasul setuju hal itu dilakukan sehingga perang inipun dikenal dengan sebutan perang khandak yang artinya parit.

Selain itu, ketika Rasul bermaksud mendoakan tokoh munafik Abdullah bin Ubay yang wafat, sahabat Umar bin Khattab mempertanyakan maksud Rasul itu sehingga Allah swt menurunkan ayat yang melarang kaum muslimin untuk mendoakan (menshalatkan) orang munafik yang secara I’tiqadi atau keyakinan sama saja dengan orang kafir.

Dengan demikian, banyak pesan-pesan moral yang penting untuk kita sebarluaskan agar karakter diri, keluarga dan masyarakat kita terbangun secara baik.
Drs. H. Ahmad Yani
HP/WhatsApp: 08129021953
Pin BB: 275d0bb3
Twitter: @H_AhmadYani
Facebook: Ust Ahmad Yani Dua



*diterbitkan oleh Buletin Khairu Ummah

No comments:

Post a Comment