Edisi 310/Oktober Th. 2014
Tidak terasa saat ini kaum
muslimin akan memasuki tahun 1436 H. Setiap kali memasuki tahun hijriyah selalu
saja terkenang peristiwa besar yang pernah terjadi dalam sejarah. Satu
peristiwa fenomenal yang tak mungkin dilupa, tidak hanya oleh umat islam, namun
juga oleh seluruh manusia. Ia adalah peristiwa Hijrah yang dilakukan oleh Nabi
saw dan para sahabat dari kota Makkah al-Mukarramah menuju kota Madinah
al-Munawwarah.
Namun apa yang bisa didapat dari
peristiwa tersebut? Apa yang pelajaran bisa diambil dari kisah besar yang
bersejarah itu?
Hijrah adalah saat terjadinya
sebuah transformasi besar. Ia tidak sekedar perpindahan tempat dari Mekkah ke
Medinah. Namun di dalamnya terdapat spirit perubahan, transformasi nilai, dan
pembentukan tatanan baru Islam. Inilah yang mesti menjadi landasan dan fokus
perhatian setiap kali memperingati hijrah Nabi saw. Sehingga diharapkan ada
lompatan besar, ada perubahan besar, dan diharapkan umat ini bisa kembali
kepada kejayaannya setelah melakukan hijrah aktual dengan menghayati hijrah
Nabi saw. Dalam hijrah beliau terdapat kunci-kunci menuju perubahan besar. Di
antaranya:
Kunci Pertama adalah Transformasi Nilai
Esensi hijrah adalah berpindah
dan berubah dari kebiasaan yang buruk kepada kebiasaan yang baik dari perlaku
buruk kepada perilaku yang baik, dari tabiat yang buruk kepada tabiat yang
baik, dari karakter yang buruk kepada yang baik, demikian seterusnya. Nabi saw
bersabda, “al-Muhajir man hajara ma naha
Allahu anhu (Orang yang berhijrah adalah yang meninggalkan apa-apa yang
dilarang oleh Allah).”
Dari sini umat Islam dituntut
untuk meninggalkan korupsi, meninggalkan ghibah atau gosip, meninggalkan sifat
malas, meninggalkan maksiat yang demikian marak, serta meninggalkan semua yang
Allah larang menuju kepada apa yang ia ridhai. Inilah langkah pertama dalam
berhijrah menuju kemajuan.
Kunci Kedua; Melakukan Secara Rapi dan Terencana
Sebab transformasi menuju
kebaikan tidak bisa terwujud hanya dengan niat dan semangat saja. Tapi harus
ada planning dan perencanaan yang matang. Inilah yang dilakukan Rasul saw.
Beliau adalah sosok yang dekat dengan Allah dan sudah pasti akan ditolong
oleh-Nya. Akan tetapi beliau tetap melakukan perencanaan yang matang dalam
hijrahnya. Beliau mendatangi Abu Bakar untuk memberitahukan niat hijrahnya di
waktu qaylulah (tidur siang); waktu yang jarang dipakai oleh orang ketika itu
untuk keluar rumah. Lalu beliau mengelabui musuh dengan menyuruh Ali ra tidur
di rumahnya. Beliau tinggal selama tiga malam di gua Tsur agar keberadaannya
tidak terlacak. Amir bin fuhairah ditugaskan melenyapkan jejak kaki beliau
menuju gua Tsur. Asma binti Abu Bakar ditugaskan membawa bekal makanan ke gua.
Abdullah ibn Abu Bakar menjadi informan khusus yang menyampaikan berita dari
kota Mekkah. Lalu ditunjuk pula penuntun jalan menuju Medinah melewati jalan
yang tidak biasa dipergunakan orang-orang Arab Mekkah. Semua ini merupakan
bentuk perencanaan yang matang. Apa maknanya?
Dari sini umat Islam diajarkan
agar segala sesuatu dirancang dengan baik. Dalam bekerja, dalam belajar, dalam
berkarir, dalam bermasyarakat, dalam bernegara, serta dalam menjalani hidup
harus ada rencana yang matang. Hidup seorang muslim harus terencana secara
baik. Rasul saw bersabda, “Allah senang
jika seorang hamba melakukan sebuah amal, amal itu dilakukan dengan rapi”.
Kunci Ketiga; Mau Berkorban dan Mengerahkan Segala Potensi
Hijrah sarat dengan perngorbanan.
Pengorbanan meninggalkan tanah air yang dicinta. Pengorbanan meninggalkan
harta. Pengorbanan meninggalkan keluarga. Pengorbanan fisik dan psikis menempuh
jarak yang jauh, dst. Namun itulah resiko dan bayaran yang harus dibayar guna
meraih tujuan mulia.
Karena itu untuk sukses dan
meraih lompatan besar, umat Islam harus berani berkorban entah dengan tenaga,
pikiran dan dengan waktu. Kemajuan dan kejayaan tidak bisa didapat hanya dengan
bersantai-santai, dengan canda dan tawa, dengan membuang-buang waktu, dengan
tidur, dengan sekedar mimpi dan angan-angan indah. Namun kemajuan dan perubahan
besar hanya didapat dengan kesungguhan, keseriusan, dan pengorbanan. Dari sini
kita memahami mengapa Islam jaya selama tujuh abad karena diisi oleh orang-orang
yang bersungguh-sungguh dan mau berkorban untuk agama dan hidupnya.
Kunci Keempat: Yakin dan Tawakkal Kepada Allah
Di samping Rasul membuat sejumlah
planning, perencanaan, dan mengatur segalanya dengan rapi dibarengi dengan niat
dan kesungguhan, namun beliau tidak mengandalkan pada kekuatan sendiri. Tetapi
bersandar sepenuhnya kepada Allah dan yakin atas bantuan-Nya. Lihatlah ketika
Abu Bakar khawatir saat musuh mendekati gua Tsur, Rasul saw berkata, “Jangan takut dan sedih, Allah bersama kita.”
Ya, perasaan ini yang mesti hadir dalam benak. Tidak boleh pesimis, tidak boleh
putus asa, tidak boleh gelisah dan tidak boleh sedih, karena Allah pasti akan
memberikan pertolongan-Nya.
*diambil dari Buletin Al Iman (telagainsanberiman@gmail.com)
No comments:
Post a Comment