Edisi 311/Oktober Th. 2014
Nabi Saw bersabda, “Sebentar lagi kalian akan dikerubuti oleh
berbagai bangsa sebagaimana orang-orang lapar mengerubuti hidangan.” Ada yang
bertanya, “Apakah karena ketika itu jumlah kita sedikit wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Tidak. Jumlah kalian banyak namun kalian seperti buih yang
dibawa aliran air. Allah cabut rasa gentar musuh terhadap kalian dan Allah
tanamkan sifat wahn dalam hati kalian.” “Apa yang dimaksud dengan wahn ya Rasulullah?”
“Cinta dunia dan takut mati.” (HR Abu Daud).
Demikian Rasul Saw
mendeskripsikan kondisi umat pada masa sesudah beliau. Sebuah gambaran yang
amat menyedihkan dan memprihatinkan. Umat yang jumlahnya banyak namun seperti
buih yang diombang-ambingkan arus dan angin. Tidak memiliki kekuatan dan
pengaruh. Justru dipengaruhi dan dipermainkan dalam kondisi tidak berdaya dan
tidak bisa berbuat apa-apa. Betapa miripnya gambaran tersebut dengan kondisi
umat Islam saat ini.
Hanya saja yang menarik adalah
penjelasan Rasul saw bahwa kondisi itu terjadi saat sifat wahn tertanam dalam
diri umat. Yaitu kelemahan dan ketidakberdayaan yang muncul akibat cinta dunia
dan takut mati. Cinta dunia inilah yang menjadi awal malapetaka dan bencana.
Cinta dunia ini yang merubah kondisi umat Islam dari kuat menjadi lemah serta
dari mulia menjadi hina.
Karena itu, dalam riwayat
Al-Bayhaqi disebutkan bahwa cinta dunia merupakan pangkal segala penyimpangan
dan dosa. Kalau dunia dengan segala asesorisnya sudah menjadi fokus perhatian
manusia, menjadi sumber kerisauan dan kegalauannya, menjadi orientasi dan
tujuannya, menjadi sebab sedih dan bahagianya, menjadi motif dari segala gerak
dan aktivitasnya, sementara akhirat, hisab, serta sorga dan neraka diabaikan,
maka ketika itu akan muncul bencana besar.
Cinta dunia membuat manusia
tenggelam dalam upaya merebut harta, jabatan, kekuasaan, dan berbagai
kesenangannya sehingga lupa beribadah dan membela agama. Cinta dunia melahirkan
rasa tamak dan membuat manusia pada akhirnya menghalalkan segala cara. Cinta
dunia menjadikan manusia bersikap ego dan tidak peduli kepada nasib dan kondisi
saudara. Cinta dunia menjadikan manusia saling iri dan dengki. Cinta dunia
membuat manusia kerapkali saling membenci, memusuhi, dan menghabisi. Serta
cinta dunia pula yang membuat manusia mudah stress ketika impiannya tidak
tercapai dan bersikap sombong manakala tergapai.
Padahal, jika dunia sudah
ditangan, jika kekuasaan sudah diraih, jika harta sudah didapatm jika berbagai
kesenangan sudah dipenuhi, dan jika syahwat sudah dituruti apakah hal itu
menjamin kebahagiaan apalagi membuat kekal? Ternyata tidak. Semua akan
berakhir. Kekuasaan, harta, jabatan, popularitas, dan berbagai kesenangan
duniawi akan ditinggalkan dan hanya berusia sebentar. Yang setia bersama manusia
hanya amalnya.
Rasulullah saw bersabda, “Yang mengikuti mayit ada tiga. Dua kembali
dan hanya satu yang bersamanya. Yang mengikuti mayit adalah keluarganya,
hartanya, dan amalnya. Keluarga dan hartanya akan kembali, sementara yang ikut
bersamanya adalah amalnya.” (HR. Muslim).
Lihatlah orang-orang yang dulu
begitu sibuk dengan dunia. Apa yang mereka bawa ke dalam kubur dan alam
akhiratnya. Ternyata harta berlimpah tidak bisa menyelamatkan Qarun. Kekuasaan
yang besar tidak bisa melindungi Firaun. Pasukan yang gagah perkasa tidak bisa
menyelamatkan Abrahah.
Dari sini kita memahami mengapa
Rasul saw menyuruh untuk mengingat mati. Rasul saw bersabda, ”Perbanyaklah mengingat sesuatu yang bisa
memutuskan segala kenikmatan; yaitu kematian.” Diantara tujuannya adalah
agar kita sadar bahwa dunia bukan segala-galanya. Dunia buka tempat kenikmatan
dan kesenangan abadi. Namun dunia hanya sarana yang bila dipergunakan dengan
tepat akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan abadi. Dunia adalah alat
yang bila diposisikan secara tepat akan mengantarkan kepada nikmat tiada tara.
Ibnu Athaillah berkata, “Jika
engkau menghendaki kemuliaan abadi, jangan membanggakan kemuliaan yang bersifat
fana.”
Dari sini kita juga memahami
faktor yang menyebabkan kemunduran dan kelemahan umat Islam. Cinta dunia yang
begitu hebat telah membuat mereka lupa berjuang dan membela agama. Semoga Allah
memberikan taufik kepada kita semua sehingga senantiasa bisa memposisikan dunia
secara tepat.
*diambil dari Buletin Al-Iman (telagainsanberiman@gmail.com)
No comments:
Post a Comment