Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Permasalahan ini baru saja kami dalami setelah sebelumnya kami belum
tidak mengetahui adanya khilaf dalam masalah ini. Namun setelah merujuk
dari suatu buku, kami mendapati bahwa permasalahan kapan dzikir pagi dan petang dibaca
terdapat perselisihan pendapat. Berikut ulasan ringkas yang kami bisa
sampaikan pada pembaca. Semoga kita bisa gemar membaca dzikir tersebut
karena hal ini akan melindungi kita dari berbagai macam gangguan dan
juga sebagai tabungan amal kita. Dan dengan dzikir tentu hati akan selalu tenang.
Para ulama berselisih pendapat dalam penentuan batasan waktu
dzikir pagi dan petang. Berikut penjelasan masing-masing dari waktu
dzikir tersebut dengan ringkas, lalu kami akan menyebutkan pendapat
lebih kuat disertai dalil atau alasannya.
Waktu Dzikir Pagi
Ada beberapa pendapat mengenai batasan waktu dzikir pagi:
Pendapat pertama: dimulai dari terbitnya fajar hingga matahari terbit.
Inilah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Kalimuth
Thoyyib, Ibnul Qoyyim dalam Al Wabilush Shoyyihb, Muhammad bin Ahmad bin
Salim As Safarini Al Hambali dalam kitabnya Ghidza-ul Albaab li Syarh
Manzhumatul Aadab, dan Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah.
Pendapat kedua: dimulai dari terbit fajar hingga waktu zawal (matahari bergeser ke barat).
Inilah pendapat Al Lajnah Ad Daimah dalam fatawanya dan menjadi
pendapat Syaikh Muhammad bin Sholeh All ‘Utsaimin dalam kajian Liqo’ Al
Bab Al Maftuh.
Pendapat ketiga: dimulai dari terbitnya fajar hingga matahari tenggelam.
Demikian pendapat Ibnul Jazaari falam kitabnya Mafatih Al Hishn dan pendapat Asy Syaukani dalam Tuhfatudz Dzaakirin.
Pendapat yang menyatakan bahwa waktu dzikir pagi adalah mulai dari terbit fajar hingga waktu zawal, itulah yang lebih kuat. Mengenai
batasan akhir waktu dzikir pagi tidak ditegaskan dalam dalil, sehingga
dikembalikan ke dalam bahasa Arab yaitu apa yang dimaksud akhir waktu
pagi. Begitu pula karena waktu masaa’ (sore atau petang)
dimulai dari waktu zawal, maka waktu pagi berakhir hingga zawal.
Sedangkan dalam dalil hadits ditunjukkan pula bahwa setelah matahari
terbit pun masih disebut pagi. Sehingga ketika matahari terbit bukanlah
batasan waktu dzikir pagi.
Waktu Dzikir Petang
Dalam masalah waktu dzikir petang juga terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama.
Pendapat pertama: dimulai dari waktu zawal (matahari tergelincir ke barat) hingga matahari tenggelam dan awal malam.
Inilah pendapat Al Lajnah Ad Daimah dalam fatwanya dan pendapat
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku ketua Al Lajnah Ad
Daimah dan mufti Saudi Arabia di masa silam.
Pendapat kedua: dimulai dari ‘Ashar hingga Maghrib.
Inilah pendapat Imam Nawawi dalam Al Adzkar, Ibnu Taimiyah dalam Al
Kalimuth Thoyyib, Ibnul Wayyim dalam Al Wabilush Shoyyib, Syaikh
Muhammad bin Ahmad bin Salim As Safarini Al Hambali dalam kitabnya
Ghidza-ul Albaab li Syarh Manzhumatul Aadab, dan Sayyid Sabiq dalam
Fiqhus Sunnah.
Pendapat ketiga: dimulai dari waktu zawal hingga pertengahan malam.
Inilah pendapat As Suyuthi yang dinukil oleh Ibnu ‘Allan dalam Al Futuhat Ar Robbaniyyah.
Pendapat keempat: dimulai dari tenggelamnya matahari hingga terbit fajar (waktu Shubuh).
Demikian pendapat Ibnul Jazari, Asy Syaukani, Ibnu Hajar Al Haitami, dan Syaikh Abul Hasan ‘Ubaidullah Al Mubarakfuri.
Pendapat yang terkuat dalam
masalah ini, waktu dzikir petang dimulai dari tenggelamnya matahari dan
berakhir hingga batas terakhir shalat ‘Isya, yaitu pertengahan malam. Yang menjadi dalil kuat bahwa awal waktu dzikir petang dimulai dari tenggelamnya matahari adalah ayat,
فَسُبْحَانَ
اللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ (17) وَلَهُ الْحَمْدُ فِي
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ (18)
“Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang
hari dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagi-Nya-lah segala puji
di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di
waktu kamu berada di waktu Zuhur.” (QS. Ruum: 17-18). Yang dimaksud
dalam ayat ini, “وَعَشِيًّا” yang dimaksud dalam gelapnya malam, dan
“تُظْهِرُونَ” adalah panasnya siang (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 11: 17).
Dalil lain yang menunjukkan masaa’ yang dimaksud adalah setelah
matahari tenggelam yaitu hadits berikut dari ‘Abdullah bin Abi Aufa, ia
berkata,
كُنَّا
مَعَ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى سَفَرٍ ، وَهُوَ صَائِمٌ
، فَلَمَّا غَرَبَتِ الشَّمْسُ قَالَ لِبَعْضِ الْقَوْمِ « يَا فُلاَنُ
قُمْ ، فَاجْدَحْ لَنَا » . فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، لَوْ أَمْسَيْتَ
. قَالَ « انْزِلْ ، فَاجْدَحْ لَنَا » . قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
فَلَوْ أَمْسَيْتَ . قَالَ « انْزِلْ ، فَاجْدَحْ لَنَا » . قَالَ إِنَّ
عَلَيْكَ نَهَارًا . قَالَ « انْزِلْ ، فَاجْدَحْ لَنَا » . فَنَزَلَ
فَجَدَحَ لَهُمْ ، فَشَرِبَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – ثُمَّ قَالَ
« إِذَا رَأَيْتُمُ اللَّيْلَ قَدْ أَقْبَلَ مِنْ هَا هُنَا ، فَقَدْ
أَفْطَرَ الصَّائِمُ »
“Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam safar, ketika matahari tenggelam, ia berkata pada sebagian kaum,
“Wahai fulan, bangun dan siapkanlah minuman buat kami”. Orang yang
disuruh itu berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika Anda menunggu
hingga masaa’”. Beliau berkata: “Turunlah dan siapkan
minuman buat kami”. Orang itu berkata, lagi, “Wahai Rasulullah,
bagaimana jika Anda menunggu hingga masaa’”. Beliau berkata, lagi, “Turunlah dan siapkan minuman buat kami”. Orang itu berkata, lagi, “Sekarang masih nahaar”.
Beliau kembali berkata, “Turunlah dan siapkan minuman buat kami”. Maka
orang itu turun lalu menyiapkan minuman buat mereka. Setelah minum lalu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apabila kalian telah
melihat malam sudah datang dari arah sana (timur) maka orang yang puasa
sudah boleh berbuka.” (HR. Bukhari no. 1955). Lihatlah dalam hadits ini dibedakan antara nahaar dan masaa’. Masaa’ dalam hadits ini dijadikan bagian dari malam hari, berbeda dengan nahaar. Waktu masaa’ menunjukkan waktu untuk berbuka puasa. Sehingga tidaklah tepat yang menganggap waktu masaa’ dimulai setelah zawal atau dari waktu ‘Ashar.
Kita pun dapat melihat dalam hadits dzikir petang, secara tegas
disebut pula waktunya yaitu setelah Maghrib. Dari Abu Ayyub Al Anshori,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
قَالَ إِذَا صَلَّى الصُّبْحَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ
قَدِيرٌ عَشْرَ مَرَّاتٍ كُنَّ كَعَدْلِ أَرْبَعِ رِقَابٍ وَكُتِبَ لَهُ
بِهِنَّ عَشْرُ حَسَنَاتٍ وَمُحِىَ عَنْهُ بِهِنَّ عَشْرُ سَيِّئَاتٍ
وَرُفِعَ لَهُ بِهِنَّ عَشْرُ دَرَجَاتٍ وَكُنَّ لَهُ حَرَساً مِنَ
الشَّيْطَانِ حَتَّى يُمْسِىَ وَإِذَا قَالَهَا بَعْدَ الْمَغْرِبِ
فَمِثْلُ ذَلِكَ
“Barangsiapa yang shalat shubuh lantas ia mengucapkan “laa ilaha
illallah wahdahu laa syarika lah lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala
kulli syai-in qodiir” sebanyak 10 kali
maka ia seperti membebaskan 4 budak, dicatat baginya 10 kebaikan,
dihapuskan baginya 10 kejelekan, lalu diangkat 10 derajat untuknya, dan
ia pun akan terlindungi dari gangguan setan hingga waktu petang (masaa’). Jika ia menyebut dzikir yang sama setelah Maghrib, maka ia akan mendapatkan keutamaan semisal itu.” (HR. Ahmad 5: 415. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa hadits ini shahih –dilihat dari jalur lain-).
Dalam hadits lain mengenai dzikir pagi petang disebut pula lafazh sebagai berikut, yaitu dari hadits ‘Utsman bin ‘Affan, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا
مِنْ عَبْدٍ يَقُوْلُ فِي صَبَاحِ كُلِّ يَوْمٍ وَ مَسَاءٍ كُلَّ لَيْلَةٍ
بِاسْمِ اللهِ الَّذِي لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الأَرْضِ وَ
لاَ فِي السَّمَاءِ وَ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
فَيَضُرُّهُ شَيْءٌ
“Tidaklah seorang hamba ketika shubuh setiap paginya dan masaa’ setiap malamnya mengucapkan
“bismillahilladzi laa yadhurru ma’as mihi syai-un fil ardhi wa laa fis
samaa’ wa huwas samii’ul ‘aliim (Dengan nama Allah yang bila disebut,
segala sesuatu di bumi dan langit tidak akan berbahaya, Dia-lah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui)” sebanyak tiga kali, maka mustahil
ada yang membahayakan dirinya” (HR. Al Hakim dalam mustadroknya 1: 695 dan sanadnya shahih).
Satu hadits lagi tentang dzikir petang yang menyebutkan bahwa
waktunya adalah ketika malam (bukan setelah ‘Ashar) adalah hadits
berikut dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
قَالَ حِينَ يُمْسِى ثَلاَثَ مَرَّاتٍ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ
التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ لَمْ يَضُرَّهُ حُمَةٌ تِلْكَ
اللَّيْلَةَ
“Barangsiapa mengucapkan ketika masaa’ “a’udzu bi kalimaatillahit taammaati min syarri maa kholaq”
(Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari
kejahatan makhluk yang diciptakanNya) sebanyak tiga kali, maka tidak ada
racun yang akan membahayakannya.” Suhail berkata, “Keluarga kami biasa
mengamalkan bacaan ini, kami mengucapkannya setiap malam.” Ternyata anak
perempuan dari keluarga tadi tidak mendapati sakit apa-apa. (HR. Tirmidzi, beliau mengatakan hadits ini hasan). Hadits ini menunjukkan praktek salaf yang mengamalkan dzikir masaa’ (petang) di malam hari.
Ditambahkan lagi dalil pendukung dari hadits sayyidul istighfar, yaitu dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ
قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا ، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ
أَنْ يُمْسِىَ ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ
اللَّيْلِ وَهْوَ مُوقِنٌ بِهَا ، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ ، فَهْوَ
مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
“Barangsiapa mengucapkan dzikir sayyidul istighfar
di siang hari dalam keadaan penuh keyakinan, lalu ia mati pada hari
tersebut sebelum petang hari, maka ia termasuk penghuni surga. Dan
barangsiapa yang mengucapkannya di malam hari dalam keadaan penuh keyakinan, lalu ia mati sebelum shubuh, maka ia termasuk penghuni surga.” (HR. Bukhari no. 6306). Hadits ini menjadi penjelas pula bahwa yang dimaksud waktu masaa’ adalah di malam hari, artinya setelah matahari tenggelam.
Sehingga kesimpulannya, waktu dzikir pagi adalah mulai dari waktu terbit fajar (shubuh) hingga waktu zawal (matahari tergelincir ke barat) dan waktu dzikir petang adalah mulai dari waktu terbenamnya matahari hingga pertengahan malam.
Silakan baca artikel Rumaysho.com terbaru: Akhir Waktu Dzikir Petang
Wallahu a’lam. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Silakan rujuk:
Referensi:
Tabshirotul A’masy bi Wakti Adzkarish Shobaah wal Masaa’,
Abu ’Abdil Baari Al ’Ied bin Sa’ad Sarifiy, terbitan Maktabah Al
Ghuroba’ Al Atsariyyah, cetakan pertama, tahun 1432 H, hal. 27-59
@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 8 Rabi’uts Tsani 1433 H
*diambil dari artikel www.rumaysho.com
No comments:
Post a Comment