Drop Down Menu

Friday, 7 August 2015

Jika Mukmin (Bagian Pertama)



Edisi 19 Tahun XXIV – Jumadil Awal 1436 H/ Maret 2015 M

Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (QS Al Baqarah [2]: 8).

Menjadi mukmin sama sekali tidak cukup hanya dengan pernyataan. Pembuktian dalam sikap, ucapan dan tingkah laku menjadi syarat mutlak untuk mendapatkan pengakuan dari Allah swt. Bila tidak, banyak orang menyatakan diri beriman, tapi Allah swt tidak mengakuinya sebagaimana di sebutkan dalam firman-Nya: Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (QS Al Baqarah [2]: 8).

Di dalam Al Quran, sejumlah ayat mengemukakan keraguan Allah swt tentang keimanan manusia, kalimat yang digunakan adalah inkuntum mukminin (jika betul-betul kamu beriman). Wahbah Zuhaili dalam tafsir Al Munir menjelaskan bahwa kalimat itu berfungsi untuk meragukan keimanan mereka dan membantah klaim mereka akan hal itu.

Karena itu, menjadi keharusan kita bersama untuk membuktikan keimanan sebagainya yang dituntut di dalam ayat-ayat yang mempertanyakan kebenaran keimanan kita.

1. Beriman Kepada Allah.

Sejak dalam kandungan, manusia sudah diambil persaksiannya untuk mengakui Allah swt sebagai Tuhan. Karenanya menjadi aneh bila dalam hidup ini manusia tidak beriman kepada Allah swt, padahal dakwah Rasul sudah sampai kepada mereka, baik langsung pada saat mereka hidup dan berjumpa dengan Rasul, maupun tidak langsung, karena dakwah dilanjutkan oleh penerus Rasul hingga hari kiamat nanti.

Keanehan itu membuat Allah swt mempertanyakan kepada manusia dengan firman-Nya: Dan mengapa kamu tidak beriman kepada Allah padahal Rasul menyeru kamu supaya kamu beriman kepada Tuhanmu. Dan sesungguhnya Dia telah mengambil perjanjianmu jika kamu adalah orang-orang yang beriman. (QS Al Hadid [57]: 8).

Dengan demikian, seseorang memang disebut mukmin bila memiliki dan menunjukkan keimanan kepada Allah swt. Iman itu sendiri maknanya adalah percaya. Ini berarti orang harus percaya bahwa Allah swt Tuhan yang benar, karenanya ia tidak mungkin menuhankan selain Allah swt. Diantara kepercayaan kita kepada Allah swt adalah Dia Maha Melihat dan Mengetahui, karenanya kita selalu merasa terawasi yang membuat kita tidak mau menyimpang dari segala ketentuannya, meskipun kesempatan untuk menyimpang itu sangat terbuka dengan keuntungan duniawi yang besar.

Selain itu, kitapun percaya bahwa Allah swt Maha Kuasa, sehingga kitapun menjadi begitu tunduk kepada-Nya di atas ketundukan kepada siapapun juga. Ketundukan untuk selalu melaksanakan syariat yang telah ditetapkan-Nya. Allah swt juga kita percayai sebagai pemilik ilmu, yang Maha Luas Ilmunya sehingga kita tidak akan sombong dengan sedikit ilmu yang kita miliki. Begitu pula dengan kepercayaan bahwa Allah swt Yang Maha Pemberi Rizki sehingga kita yakin jaminan rizki dari Allah swt, namun kita tetap dan wajib berusaha untuk mengambil apa yang sudah disediakan untuk kehidupan kita yang baik, dan begitulah seterusnya.

2. Beriman Kepada Al Quran

Al Quran merupakan petunjuk bagi manusia untuk mencapai ketaqwaan kepada Allah swt. Kitab suci ini mau dijadikan petunjuk oleh manusia jika mereka beriman kepadanya. Sebab, bagaimana mungkin manusia menjadikan Al Qura sebagai pedoman hidup, bila beriman kepadanya saja tidak. Karena itu, bila manusia betul-betul menyatakan dirinya beriman, mereka mesti beriman dan percaya kepada Al Quran sebagai wahyu dari Allah swt. Hal ini memang perlu dipertegas karena orang Yahudi dan Nasrani yang mengaku beriman, tapi ternyata tidak mau beriman kepada Al Quran, mereka justru mengingkari Al Quran dan kerasulan Nabi Muhammad saw, karena mereka menginginkan Nabi terakhir itu dari kalangan mereka. Padahal Al Kitab yang mereka imani sudah menjelaskan tentang Al Quran dan Kerasulan Nabi Muhammad saw. Karena itu, Allah swt berfirman: Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kepada Al Qur’an yang diturunkan Allah”, mereka berkata: “Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami”. Dan mereka kafir kepada Al Qur’an yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Qur’an itu adalah (kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: “Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?” (QS Al Baqarah [2]: 91).

Sikap orang Yahudi dan Nasrani yang tercermin dari ayat di atas menunjukkan bahwa merekapun mengkhianati Al Kitab yang diturunkan untuk mereka, sehingga bila kitab dan nabinya saja dikhianati, bagaimana mungkin mereka mau beriman kepada Al Quran. Yang lebih tragis, orang Yahudi dan Nasrani justeru saling memperdebatkan al kitab hingga hilang keyakinan dalam hatinya.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Sa’id atau Ikrimah dari Ibnu Abbas ra bahwa: “Ketika orang-orang Nasrani dari Najran mendatangi Rasulullah saw, para pendeta Yahudi justeru mendatangi mereka dan merekapun berdebat. Rabi’ bin Huraimalah berkata: ‘kalian tidak mempunyai landasan apa-apa.’ Dan dia mengingkari kenabian Isa as dan kebenaran Injil.

Sementara itu, salah seorang dari orang-orang Nasrani Najran juga membalas dengan mengatakan: ‘Kalian tidak mempunyai landasan apa-apa.’ Lalu, diapun menginkari kenaban Musa as dan kebenaran Taurat. Maka Allah swt kemudian menurunkan firman-Nya: Dan orang-orang Yahudi berkata: “Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan”, dan orang-orang Nasrani berkata: “Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan.” Padahal reka (sama-sama) membaca Al Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat, tetnang apa-apa yang mereka berselisih padanya. (QS Al Baqarah [2]: 113).

Meskipun demikian, banyak orang Yahudi dan Nasrani yang tetap berkomitmen secara murni kepada al Kitab dan Nabinya sehingga mereka beralih dengan masuk Islam dan menjadi muslim yang taat sesuai dengan penegasan dari Allah swt: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syatan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS Al Baqarah [2]: 208).

3. Tidak Menyembah Selain Allah

Salah satu keanehan manusia adalah menyatakan diri beriman, termasuk kepada Al Kitab, tapi ternyata sikap dan prilakunya sangat bertentangan dengan petunjuk di dalam Al Kitab itu sendiri. Diantara contohnya adalah apa yang dilakukan oleh umatnya Nabi Musa as. Mereka menyembah anak sapi, karenanya ketika Nabi Musa memerintahkan mereka untuk menyembelih sapi, mereka justru bertanya dengan berbelit-belit tentang sapi seperti apa yang harus disembelih. Bahkan ketika perintah itu disampaikan, mereka menganggap Nabi Musa mengejek mereka disebabkan sapi itu memang mereka sembah dan kultuskan. Allah swt berfirman: Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina”. Mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?”. Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil” (QS Al Baqarah [2]: 67).

Selain itu, ketika Nabi Musa mengajak umatnya untuk mendatangi suatu daerah, ternyata orang-orang yang didatangi memiliki berhala-berhala yang biasa mereka sembah, maka umat yang diajaknya ini justeru meminta agar Nabi Musa membuatkan mereka berhala, ini merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Bagaimana mungkin Nabi Musa yang punya misi mengajak manusia bertauhid, justeru harus membuatkan berhala untuk mereka sembah?. Allah swt menceritakan masalah ini dalam firman-Nya: Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada satu kau yang tetap menyembah berhala mereka. Bani Israin berkata: “Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui/jahil”. (QS Al A’raf [7]: 138).

Dengan demikian, bila ada orang mengakui beriman, tapi ternyata menyembah dan menuhankan selain Allah swt, maka itu merupakan kezaliman dan fitnah yang besar, Allah swt berfirman: Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!” Mereka menjawab: “Kami mendengarkan tapi tidak menaati”. Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah: “Amat jahat perbuatan yang diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat)”. (QS Al Baqarah [2]: 93).

Semoga pengakuan kita sebagai mukmin selalu kita tunjukkan dalam sikap dan prilaku sehari-hari.
Drs. H. Ahmad Yani
HP/WhatsApp: 08129021953 Instagram: ahmadyani47
Pin BB: 275d0bb3/7cd9c56a
Twitter: @H_AhmadYani
Facebook: Ust Ahmad Yani Dua
*diambil dari Buleti Khairu Ummah

No comments:

Post a Comment