Edisi 19 Tahun XXIV
– Jumadil Awal 1436 H/ Maret 2015 M
Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman
kepada Allah dan Hari Kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan
orang-orang yang beriman. (QS Al Baqarah [2]: 8).
Menjadi mukmin sama
sekali tidak cukup hanya dengan pernyataan. Pembuktian dalam sikap, ucapan dan
tingkah laku menjadi syarat mutlak untuk mendapatkan pengakuan dari Allah swt.
Bila tidak, banyak orang menyatakan diri beriman, tapi Allah swt tidak
mengakuinya sebagaimana di sebutkan dalam firman-Nya: Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan
Hari Kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
(QS Al Baqarah [2]: 8).
Di dalam Al Quran,
sejumlah ayat mengemukakan keraguan Allah swt tentang keimanan manusia, kalimat
yang digunakan adalah inkuntum mukminin (jika
betul-betul kamu beriman). Wahbah Zuhaili dalam tafsir Al Munir menjelaskan
bahwa kalimat itu berfungsi untuk meragukan keimanan mereka dan membantah klaim
mereka akan hal itu.
Karena itu, menjadi
keharusan kita bersama untuk membuktikan keimanan sebagainya yang dituntut di
dalam ayat-ayat yang mempertanyakan kebenaran keimanan kita.
1. Beriman Kepada Allah.
Sejak dalam
kandungan, manusia sudah diambil persaksiannya untuk mengakui Allah swt sebagai
Tuhan. Karenanya menjadi aneh bila dalam hidup ini manusia tidak beriman kepada
Allah swt, padahal dakwah Rasul sudah sampai kepada mereka, baik langsung pada
saat mereka hidup dan berjumpa dengan Rasul, maupun tidak langsung, karena
dakwah dilanjutkan oleh penerus Rasul hingga hari kiamat nanti.
Keanehan itu
membuat Allah swt mempertanyakan kepada manusia dengan firman-Nya: Dan mengapa kamu tidak beriman kepada Allah
padahal Rasul menyeru kamu supaya kamu beriman kepada Tuhanmu. Dan sesungguhnya
Dia telah mengambil perjanjianmu jika kamu adalah orang-orang yang beriman. (QS
Al Hadid [57]: 8).
Dengan demikian,
seseorang memang disebut mukmin bila memiliki dan menunjukkan keimanan kepada
Allah swt. Iman itu sendiri maknanya adalah percaya. Ini berarti orang harus
percaya bahwa Allah swt Tuhan yang benar, karenanya ia tidak mungkin menuhankan
selain Allah swt. Diantara kepercayaan kita kepada Allah swt adalah Dia Maha
Melihat dan Mengetahui, karenanya kita selalu merasa terawasi yang membuat kita
tidak mau menyimpang dari segala ketentuannya, meskipun kesempatan untuk
menyimpang itu sangat terbuka dengan keuntungan duniawi yang besar.
Selain itu, kitapun
percaya bahwa Allah swt Maha Kuasa, sehingga kitapun menjadi begitu tunduk
kepada-Nya di atas ketundukan kepada siapapun juga. Ketundukan untuk selalu
melaksanakan syariat yang telah ditetapkan-Nya. Allah swt juga kita percayai
sebagai pemilik ilmu, yang Maha Luas Ilmunya sehingga kita tidak akan sombong
dengan sedikit ilmu yang kita miliki. Begitu pula dengan kepercayaan bahwa
Allah swt Yang Maha Pemberi Rizki sehingga kita yakin jaminan rizki dari Allah
swt, namun kita tetap dan wajib berusaha untuk mengambil apa yang sudah
disediakan untuk kehidupan kita yang baik, dan begitulah seterusnya.
2. Beriman Kepada Al Quran
Al Quran merupakan
petunjuk bagi manusia untuk mencapai ketaqwaan kepada Allah swt. Kitab suci ini
mau dijadikan petunjuk oleh manusia jika mereka beriman kepadanya. Sebab,
bagaimana mungkin manusia menjadikan Al Qura sebagai pedoman hidup, bila
beriman kepadanya saja tidak. Karena itu, bila manusia betul-betul menyatakan
dirinya beriman, mereka mesti beriman dan percaya kepada Al Quran sebagai wahyu
dari Allah swt. Hal ini memang perlu dipertegas karena orang Yahudi dan Nasrani
yang mengaku beriman, tapi ternyata tidak mau beriman kepada Al Quran, mereka
justru mengingkari Al Quran dan kerasulan Nabi Muhammad saw, karena mereka
menginginkan Nabi terakhir itu dari kalangan mereka. Padahal Al Kitab yang
mereka imani sudah menjelaskan tentang Al Quran dan Kerasulan Nabi Muhammad
saw. Karena itu, Allah swt berfirman: Dan
apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kepada Al Qur’an yang diturunkan
Allah”, mereka berkata: “Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada
kami”. Dan mereka kafir kepada Al Qur’an yang diturunkan sesudahnya, sedang Al
Qur’an itu adalah (kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka.
Katakanlah: “Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu
orang-orang yang beriman?” (QS Al Baqarah [2]: 91).
Sikap orang Yahudi
dan Nasrani yang tercermin dari ayat di atas menunjukkan bahwa merekapun
mengkhianati Al Kitab yang diturunkan untuk mereka, sehingga bila kitab dan
nabinya saja dikhianati, bagaimana mungkin mereka mau beriman kepada Al Quran.
Yang lebih tragis, orang Yahudi dan Nasrani justeru saling memperdebatkan al
kitab hingga hilang keyakinan dalam hatinya.
Ibnu Abi Hatim
meriwayatkan dari jalur Sa’id atau Ikrimah dari Ibnu Abbas ra bahwa: “Ketika
orang-orang Nasrani dari Najran mendatangi Rasulullah saw, para pendeta Yahudi
justeru mendatangi mereka dan merekapun berdebat. Rabi’ bin Huraimalah berkata:
‘kalian tidak mempunyai landasan apa-apa.’ Dan dia mengingkari kenabian Isa as
dan kebenaran Injil.
Sementara itu,
salah seorang dari orang-orang Nasrani Najran juga membalas dengan mengatakan:
‘Kalian tidak mempunyai landasan apa-apa.’ Lalu, diapun menginkari kenaban Musa
as dan kebenaran Taurat. Maka Allah swt kemudian menurunkan firman-Nya: Dan orang-orang Yahudi berkata: “Orang-orang
Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan”, dan orang-orang Nasrani berkata:
“Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan.” Padahal reka (sama-sama)
membaca Al Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan
seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari
kiamat, tetnang apa-apa yang mereka berselisih padanya. (QS Al Baqarah [2]:
113).
Meskipun demikian,
banyak orang Yahudi dan Nasrani yang tetap berkomitmen secara murni kepada al
Kitab dan Nabinya sehingga mereka beralih dengan masuk Islam dan menjadi muslim
yang taat sesuai dengan penegasan dari Allah swt: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara
keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syatan. Sesungguhnya
syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS Al Baqarah [2]: 208).
3. Tidak Menyembah Selain Allah
Salah satu keanehan
manusia adalah menyatakan diri beriman, termasuk kepada Al Kitab, tapi ternyata
sikap dan prilakunya sangat bertentangan dengan petunjuk di dalam Al Kitab itu
sendiri. Diantara contohnya adalah apa yang dilakukan oleh umatnya Nabi Musa as.
Mereka menyembah anak sapi, karenanya ketika Nabi Musa memerintahkan mereka
untuk menyembelih sapi, mereka justru bertanya dengan berbelit-belit tentang
sapi seperti apa yang harus disembelih. Bahkan ketika perintah itu disampaikan,
mereka menganggap Nabi Musa mengejek mereka disebabkan sapi itu memang mereka
sembah dan kultuskan. Allah swt berfirman: Dan
ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyembelih seekor sapi betina”. Mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan
kami buah ejekan?”. Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak
menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil” (QS Al Baqarah [2]: 67).
Selain itu, ketika
Nabi Musa mengajak umatnya untuk mendatangi suatu daerah, ternyata orang-orang
yang didatangi memiliki berhala-berhala yang biasa mereka sembah, maka umat
yang diajaknya ini justeru meminta agar Nabi Musa membuatkan mereka berhala,
ini merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Bagaimana mungkin Nabi Musa yang
punya misi mengajak manusia bertauhid, justeru harus membuatkan berhala untuk
mereka sembah?. Allah swt menceritakan masalah ini dalam firman-Nya: Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang
lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada satu kau yang tetap menyembah
berhala mereka. Bani Israin berkata: “Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan
(berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa
menjawab: “Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui/jahil”. (QS
Al A’raf [7]: 138).
Dengan demikian,
bila ada orang mengakui beriman, tapi ternyata menyembah dan menuhankan selain
Allah swt, maka itu merupakan kezaliman dan fitnah yang besar, Allah swt
berfirman: Dan (ingatlah), ketika Kami
mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya
Kami berfirman): “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan
dengarkanlah!” Mereka menjawab: “Kami mendengarkan tapi tidak menaati”. Dan
telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi
karena kekafirannya. Katakanlah: “Amat jahat perbuatan yang diperintahkan
imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat)”. (QS Al Baqarah [2]:
93).
Semoga pengakuan
kita sebagai mukmin selalu kita tunjukkan dalam sikap dan prilaku sehari-hari.
Drs. H. Ahmad Yani
Email: ayani_ku@yahoo.co.id
HP/WhatsApp: 08129021953 Instagram: ahmadyani47
Pin BB: 275d0bb3/7cd9c56a
Twitter: @H_AhmadYani
Facebook:
Ust Ahmad Yani Dua
*diambil dari Buleti Khairu Ummah
No comments:
Post a Comment