Drop Down Menu

Wednesday, 27 August 2014

Mengkafani Jenazah

Oleh: Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi



1. Hukum Mengkafani Mayat

Hukum mengkafani jenazah adalah wajib. Ini didasarkan pada perintah Nabi saw yang tertuang dalam hadist tentang orang yang meninggal dunia dalam berihram karena terlempar dari atas ontanya hingga patah lehernya, “Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, dan kafanilah dia dengan dua potong pakaiannya!”
Kafan yang digunakan untuk mayat hendaklah dibeli dari hartanya, sekalipun ia tidak mewariskan kecuali hanya harta yang digunakan untuk membeli kain kafan itu.

Dari Khabbab bin Aratti r.a. bercerita, ”Kami berhijrah, (berjihad) mendambakan ridho Allah bersama Nabi saw, maka wajib bagi Allah memberi pahala kepada kami (sesuai dengan syari’at-Nya). Diantara kami ada yang gugur sebagai syahid, belum merasakan dari hasil ganjarannya sedikitpun, di antara mereka adalah Mush’ab bin Umair, dan diantara kami ada (lagi) yang gugur sebagai syahid sesudah matang buahnya dan ia memanen hasilnya. Gugur sebagai syahid pada waktu perang Uhud, dan kami tidak mendapati sesuatu yang cukup untuk mengkafaninya, kecuali sepotong kain, yang apabila kami tutup kepalanya, maka tampaklah bagian kedua kakinya dan bila kami tutup bagian kakinya, maka tampaklah bagian kepalanya. Sehingga Nabi saw memerintahkan kami agar kepalanya dan bagian kakinya agar ditutup dengan idzkhir (tumbuh-tumbuhan yang sudah dikenal yang berbau harum). (Muttafaun ‘alaih: Fathul Bari III: 142 no: 1276, Muslim II: 649 no:490, ‘Aunul Ma’bud VIII:78 no:2859, Tirmidzi V: 354 no:3943, Nasa’i  VI no:38). 


Kain kafan haruslah kain yang bisa menutupi sekujur tubuh. Jika tidak ada, kecuali hanya selembar kain yang pendek yang tidak cukup untuk menutupi sekujur badan, maka tutuplah kepalanya dan bagian kakinya ditutup dengan idzkhir sebagaimana yang termuat dalam hadist Khabbab di atas.

2. Beberapa Hal Yang Disunnahkan Dalam Kaitannya Dengan Kafan

  1. Memilih kain kafan yang berwarna putih, sesuai dengan sabda Nabi saw, "Pakailah dari pakaian kalian yang berwarna putih, karena sesungguhnya warna putih itu merupakan yang terbaik dari pakaian kalian, dan kafanilah dengannya mayat-mayat kamu."
    (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 3236, Ahkamul Janaiz hal: 62, Tirmidzi II: 232 no: 999, dan ‘Aunul Ma’bud X: 362 no: 3860).


  2. Hendaklah kain kafan yang digunakan sebanyak tiga kali lipatan.
    Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah telah dikafani dengan tiga kain kafan berwarna putih produk desa Sahul (di Yaman) terbuat dari kain katun, tidak ada padanya gamis dan tidak (pula) sorban. (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari III: 315 no: 1264, Muslim II : 649 no: 941, ‘Aunul Ma’bud VIII: 425 no: 3135, dan Tirmidzi II: 233 no: 1001, Nasa’i IV: 36 dan Ibnu Majah I: 472 no: 1469).


  3. Hendaklah salah satu kainnya menggunakan kain yang bergaris, bila memungkinkan.
    Dari Jabir r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu wafat sedang ia mampu, maka kafanilah ia dengan kain hibarah (yang bergaris-garis)!” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 455, Ahkamul Janaiz hal: 63, dan ‘Aunul Ma’bud VIII : 425 no: 3134). 

 

Sumber:

Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 339 - 342.

No comments:

Post a Comment