1. Hukum Mengkafani Mayat
Hukum mengkafani jenazah adalah wajib. Ini
didasarkan pada perintah Nabi saw yang tertuang dalam hadist tentang
orang yang meninggal dunia dalam berihram karena terlempar dari atas ontanya
hingga patah lehernya, “Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, dan
kafanilah dia dengan dua potong pakaiannya!”
Kafan yang
digunakan untuk mayat hendaklah dibeli dari hartanya, sekalipun ia tidak
mewariskan kecuali hanya harta yang digunakan untuk membeli kain kafan itu.
Dari Khabbab bin Aratti r.a. bercerita, ”Kami berhijrah, (berjihad) mendambakan ridho Allah bersama
Nabi saw, maka wajib bagi Allah memberi pahala kepada kami (sesuai dengan
syari’at-Nya). Diantara kami ada yang gugur sebagai syahid, belum merasakan
dari hasil ganjarannya sedikitpun, di antara mereka adalah Mush’ab bin Umair,
dan diantara kami ada (lagi) yang gugur sebagai syahid sesudah matang buahnya
dan ia memanen hasilnya. Gugur sebagai syahid pada waktu perang Uhud, dan
kami tidak mendapati sesuatu yang cukup untuk mengkafaninya,
kecuali sepotong kain, yang apabila kami tutup kepalanya, maka tampaklah
bagian kedua kakinya dan bila kami tutup bagian kakinya, maka tampaklah
bagian kepalanya. Sehingga Nabi saw memerintahkan kami agar kepalanya dan
bagian kakinya agar ditutup dengan idzkhir (tumbuh-tumbuhan yang sudah
dikenal yang berbau harum). (Muttafaun ‘alaih: Fathul Bari III: 142 no: 1276,
Muslim II: 649 no:490, ‘Aunul Ma’bud VIII:78 no:2859, Tirmidzi V: 354
no:3943, Nasa’i VI no:38).
Kain
kafan haruslah kain yang bisa menutupi sekujur tubuh. Jika tidak ada, kecuali
hanya selembar kain yang pendek yang tidak cukup untuk menutupi sekujur
badan, maka tutuplah kepalanya dan bagian kakinya ditutup dengan idzkhir
sebagaimana yang termuat dalam hadist Khabbab di atas.
2. Beberapa Hal Yang
Disunnahkan Dalam Kaitannya Dengan Kafan
-
Memilih kain kafan yang berwarna putih, sesuai dengan sabda Nabi saw, "Pakailah
dari pakaian kalian yang berwarna putih, karena sesungguhnya warna putih itu
merupakan yang terbaik dari pakaian kalian, dan kafanilah dengannya
mayat-mayat kamu."
(Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 3236, Ahkamul Janaiz hal: 62, Tirmidzi
II: 232 no: 999, dan ‘Aunul Ma’bud X: 362 no: 3860).
- Hendaklah kain kafan yang digunakan sebanyak tiga kali lipatan.
Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah telah dikafani dengan tiga kain kafan
berwarna putih produk desa Sahul (di Yaman) terbuat dari kain katun, tidak
ada padanya gamis dan tidak (pula) sorban. (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari
III: 315 no: 1264, Muslim II : 649 no: 941, ‘Aunul Ma’bud VIII: 425 no: 3135, dan
Tirmidzi II: 233 no: 1001, Nasa’i IV: 36 dan Ibnu Majah I: 472 no: 1469).
- Hendaklah salah satu
kainnya menggunakan kain yang bergaris, bila memungkinkan.
Dari Jabir r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda, “Apabila salah seorang di
antara kamu wafat sedang ia mampu, maka kafanilah ia dengan kain hibarah
(yang bergaris-garis)!” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 455, Ahkamul
Janaiz hal: 63, dan ‘Aunul Ma’bud VIII : 425 no: 3134).
Sumber:
Diadaptasi dari 'Abdul
'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz,
atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah
Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 339
- 342.
|
No comments:
Post a Comment