Drop Down Menu

Monday, 11 August 2014

TAUSIAH JUM'AT: Orang Yang Mendapat Petunjuk (Bagian Kedua)

Edisi 38 Tahun XXII – Syawal 1435H/ Agustus 2014 M


Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah:”Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunai Allah dan rahmatnya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.
(QS Yunus [10]: 57-58).


Setiap kita pasti ingin termasuk dalam kelompok orang yang mendapat petunjuk. Dengan petunjuk Allah swt, kitapun berada di jalan yang benar dan terhindar dari kerusakan dan kesengsaraan hidup di dunia dan akhirat.
Ayat yang menyebutkan tentang gambaran orang yang mendapat petunjuk disebutkan dalam firman Allah swt:

Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, mendirikan shalat, memunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS At Taubah [9]: 180).

Dari ayat di atas, dapat kita simpulkan bahwa orang yang mendapat petunjuk dari Allah adalah orang yang memiliki lima kriteria.


Memakmurkan Masjid.

Sebagai salah satu sarana pembinaan umat, kita seharusnya memperi perhatian yang begitu besar kepada masjid, sebagaimana Rasulullah saw dan para sahabatnya telah menunjukkan perhatian yang begitu besar. Kata “memakmurkan” berasal dari kata dasar “makmur”. Kata itu merupakan serapan dari bahasa Arab ‘Amar - ya’muru – ‘imarah yang memiliki banyak arti. Diantaranya adalah membangun, memperbaiki, mendiami, menetapi, mengisi, menghidupkan, mengabdi, menghormati dan memelihara serta memfungsikan sesuai dengan fungsi yang ditetapkan Allah swt dan Rasul-Nya.

Dengan demikian, memakmurkan masjid berarti membangun, mendirikan dan memelihara masjid, menghormati dan menjaganya agar bersih dan suci serta mengisi dan menghidupkannya dengan berbagai ibadah dan ketaatan kepada Allah swt. Salah satu yang diperingatkan oleh Rasulullah saw adalah bisa masjid sudah dibangun, apalagi dengan megah dan indah, tapi hanya sedikit orang yang memakmurkannya, beliau bersabda:

Sungguh ajab datang pada umatku suatu masa dimana mereka saling bermegah-megahan dengan membangun masjid tapi yang memakmurkannya hanya sedikit (HR. Abu Daud).

Secara fisik, memakmurkan masjid berarti kita memang harus mendatanginya, meskipun dunia sudah berubah menjadi dunia maya dimana orang tidak harus hadir secara fisik, tapi dalam konteks masjid tetap harus mendatanginya, ini sekaligus bukti adanya ikatan hati dengan masjid, bahkan ketika kita keluar dari masjid rasanya sudah ingin kembali lagi ke masjid, Manakala seseorang telah memiliki ikatan hati yang begitu kuat kepada masjid, maka dia akan menjadi salah satu kelompok orang yang kelak akan dinaungi oleh Allah swt pada hari akhirat, Rasulullah saw bersanda:  

Ada tujuh golongan orang yang akan dinaungi Allah yang ada hari itu tidak ada naungan kecuali dari Allah: ... seseorang yang hatinya sesalu terpaut dengan masjid ketika ia keluar hingga kembali kepadanya. (HR. Bukhari dan Muslim)

Beriman Pada Allah dan Hari Akhirat.

Sebagai seorang muslim, kita tentu percaya bahwa kehidupan hari akhirat itu ada, bahkan hal itu sudah dimulai pada saat kematian seseorang. Percaya pada kehidupan akhirat merupakan sesuatu yang amat penting, karenanya penyebutannya seringkali dirangkai dengan penyebutan iman kepada Allah swt baik di dalam Al Qur’an maupun Al Hadits, misalnya disebutkan dalam firman Allah swt:

Diantara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian”, padahal mereka itu sesunggunya bukan orang-orang yang beriman. (QS Al Baqarah [2]: 8).

Iman membuat kehidupan manusia menjadi terarah sehingga dengan keumanannya itu semakin banyak petunjuk yang diperolehnya dari Allah swt seperti yang diberikan kepada sekelompok pemuda Al Kahfi sebagaimana firman-Nya:  

Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk (QS Al Kahfi [18]: 13).

Meyakini akhirat sebagai kehidupan yang lebih baik membuat manusia tidak tergoda oleh kenikmatan yang bersifat duniawi bila harus dicapai dengan cara yang tidak halal. Apalagi sebanyak-banyaknya kenikmatan dunia pada hakikatnya hanya sedikit, Allah swt berfirman:  

Katakanlah: “Kesenangan di dunia ini hanya sedikit dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS An-Nisa [4]: 77).

Mendirikan Shalat.

Bagi orang yang bertaqwa, shalat tidak sekedar dikerjakan, tapi didirikan, yakni ditegakkannya prinsip-prinsip yang terkandung di dalam shalat sehingga ketika seseorang sudah menunaikan shalat, misalnya shalat mendidik kita menjadi orang yang jujur, maka sesudah shalat kita akan selalu menunjukkan kejujuran, begitulah seterusnya. Karenanya shallat yang demikian bisa mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan munkar, Allah swt berfirman:  

Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS Al Ankabut [29]: 45).

Menunaikan Zakat.

Setiap manusia pasti mencintai ataumenyenangi harta, namun bila kebahagiaan akhirat yang lebih diutamakan, maka ia tidak akan lupa kepada Allah swt dalam kaitan dengan harta sehingga setelah didapat secara halal, harta itu digunakan untuk kebaikan dan diinfakkan untuk kebahagiaan orang lain serta perjuangan di jalan Allah swt. Bila sampai kematian menjelang harta belum diinfakkan juga, maka hal itu menjadi penyesalan yang amat dalam sehingga ia minta ditangguhkan kematian agar bisa menginfakkan harta, padahal kematian sudah tidak bisa ditunda lagi, Allah swt berfirman:  

Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematianmu kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, Mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku temasuk orang-orang yang saleh?” (QS Al Munafikun [63]: 10).

Karena itu, salah satu kewajiban kita dalam kaitan harta adalah membayar zakat. Secara harfiyah, zakat artinya suci, bersih, tumbuh dan berkah. Ketika zakat kita tunaikan, maka keuntungan yang akan kita peroleh adalah memperoleh kebersihan atau kesucian baik harta maupun jiwa. Dengan zakat, harta yang kita peroleh akan disucikan kembali oleh Allah swt dari kemungkinan adanya unsur-unsur kekotoran karena tanpa kita sengaja memperolehnya dengan cara-cara yang kotor. Disamping itu, zakat juga dapat membersihkan jiwa kita dari kemungkinan memiliki sifat-sifat yang kotor dan tercela dalam kaitannya dengan harta, misalnya terlalu cinta kepada harta, kikir, bakhil, serakah dll. Sifat-sifat buruk yang terkait dengan harta seperti itu merupakan sesuatu yang sangat berbahaya dalam tatanan kehidupan masyarakat, karenanya harus dibersihkan, salah satunya adalah melalui zakat.

Takut Kepada Allah.

Takut kepada Allah bukanlah seperti takut kepada binatang buas yang menyebabkan kita harus menjauhinya, tapi takut kepada Allah swt adalah takut kepada murka, siksa dan azab-Nya sehingga hal-hal yang bisa mendatangkan murka, siksa dan azab Allah swt harus kita jauhi. Sedangkan Allah swt sendiri harus kita dekati, inilah yang disebut dengan taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah). Ada banyak ayat yang membicarakan tentang takut kepada Allah dan perintah Allah kepada kita untuk memiliki sifat tersebut, satu diantaranya adalah firman Allah swt:  

Orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tidak merasa takut kepada seorangpun selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan (QS Al Ahzab [33]: 39).

Adanya rasa takut kepada Allah swt, membuat kita tidak berani melanggar segala ketentuan-Nya. Yang diperintah kita kerjakan dan yang dilarang kita tinggalkan. Sementara kalau seseorang telah melakukan kesalahan dan ada jenis hukuman dalam kesalahan itu, maka orang yang takut kepada Allah tidak perlu ditangkap dan diperiksa, tapi dia akan membeberkan sendiri kesalahannya itu lalu diminta dihukum di dunia ini sebab dia merasa lebih baik dihukum di dunia daripada di akhirat nanti yang lebih dahsyat. Takut kepada Allah memang membuat seseorang akan memperbanyak amal sholeh dalam hidup di dunia ini, Allah swt berfirman:  

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang-orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberikan makan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak mengehendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (dihari itu) orang0orang bermuka masam penuh kesulitan (QS. Al Insan [76]: 8 – 10).

Dengan demikian, komitmen kita dalam ketaatan kepada Allah swt membuat kita mendapatkan petunjuk yang lebih banyak dan selalu berada di jalan yang benar.

Drs. H. Ahmad Yani
Website: http://www.ahmadyani.masjid.asia.com/
Pin BB: 275d0bb3 & 7cd9c56a
Twitter: @H_AhmadYani
*diterbitkan oleh Buletin Khairu Ummah

No comments:

Post a Comment