Drop Down Menu

Wednesday, 6 August 2014

TAUSIAH JUM'AT: Orang Yang Mendapat Petunjuk (Bagian Pertama)

Edisi 37 Tahun XXII – Syawal 1435H/ Agustus 2014 M

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah:”Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunai Allah dan rahmatnya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.
QS Yunus [10]: 57-58).

Dalam kehidupan kita di dunia, memperoleh petunjuk dari Allah swt merupakan sesuatu yang amat penting. Petunjuk Allah itu membuat kita memahami sesuatu secara benar dan terhindar dari kesesatan, sedangkan kesesatan membuat kehidupan manusia menjadi sia-sia. Untuk mengetahui apakah kita termasuk orang yang sesat atau mendapat petunjuk, perlu kita pahami berdasarkan Al-Qur’an tentang gambaran atau seperti apa orang yang mendapat petunjuk itu.

Diantara rangkaian ayat tentang orang yang mendapat petunjuk, bahkan keberkahan dan rahmat dari Allah swt, terdapat firman Allah yang artinya:

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkian (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. Dan sungguh akan Kami berikan kepadamu cobaan, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, juwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali”. Mereka itu orang-orang yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS Al Baqarah [2]: 153 – 157).

Dari ayat di atas, paling kurang dapat kita simpulkan tiga kriteria tentang orang yang mendapat petunjuk dari Allah swt, hal ini sangat penting untuk kita pahami sebagai orang muslim.

Menjadikan Sabar dan Shalat Sebagai Penolong

Dalam hidup dan perjuangan, manusia membutuhkan penguatan rohani agar dapat, menjalaninya dengan baik. Untuk itu, manusia membutuhkan pertolongan dan ternyata, Allah swt menegaskan betapa pentingnya menjadikan sabar dan shalat sebagai penolongnya.

Secara harfiyah, sabar berasal dari kata sabara-yasbiru-sabran yang artinya menahan atau mengekang. Sabar adalah menahan diri dari bersikap, berbicara dan bertingkah laku yang tidak dibenarkan oleh Allah swt dalam berbagai keadaan yang sulit, berat dan mencemaskan. Sabar juga bermakna ketabahan dalam menerima sesuatu kesulitan dan kepahitan, baik secara jasmani seperti menanggung beban dengan badan berupa beratnya suatu pekerjaan, sakit, dll, maupun rohani seperti menahan keinginan yang tidak benar. Sabar menjadi penolong karena menurut Wahbah Zuhaili, ia adalah faktor mental yang kuat pengaruhnya terhadap jiwa. Sabar memperkuat tekad dan meneguhkan kemampuan dalam menanggung segala kesukaran, apalagi Allah swt selalu bersama orany yang sabar.

Mendirikan shalat merupakan salah satu bentuk kebakan yang ditegakkan dengan kehadiran jasmani, rohani dan akal pikiran. Karena itu shalat yang hanya dilaksanakan dengan gerakan fisik dan lisan yang komat-kamit tapi tanpa kehadiran hati tidaklah menunjukkan penyerahan dan pengorbanan diri, hal itu tidak termasuk kebajikan tapi justru kelalaian, yakni lalai dalam shalatnya karena shalat menuntut penghayatan. Shalat menjadi penolong menurut Wahbah Zuhaili adalah karena shalat induk segala ibadah, jalan penghubung dengan Allah, sarana untuk bermunajat kepada-Nya dan merasakan keagungan-Nya. Ia adalah tempat perlindungan bagi orang yang takut, jalan bagi lenyapnya kesusahan orang-orang yang malang dan faktor ketenangan jiwa kaum beriman.

Memahami Kemuliaan Syahid

Islam merupakan agama yang harus disebarkan dan ditegakkan dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Karena itu kaum muslimin sejak dahulu hingga hari kiamat nanti amat ditekankan untuk berjihad sehingga sejarah mencatat betapa para sahabat sangat antusias dalam mengemban tugas jihad, bahkan dalam konteks perang, sahabat Abdullah bin Ummi Maktum yang buta matanya memintak kepada Nabi saw untuk diberangkatkan ke medan perang, namun beliau tidak memenuhi keinginannya itu. Karena itu, Allah swt tidak hanya menjadikan jihad sebagai suatu keharusan, tapi orang yang berjihad juga akan mendapatkan sejumlah keutamaan yang besar, salah satunya adalah ampunan dari Allah swt dari dosa-dosanya sebagaiman firman-Nya:

Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai ‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah denga harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat, kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (yaitu) beberapa derajat dari pada-Nya, ampunan serta rahmat dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS An Nisa [4]:95 – 96)

Setiap kebaikan yang diperintahkan Allah swt kepada manusia pasti mengandung kebaikan, karenanya bila dilaksanakan hal itu jauh lebih baik meskipun harus berkorban dengan harta dan jiwa, begitulah memang yang ditunjukkan olah para sahabat yang rela mengorbankan hartanya yang begitu banyak sampai mengorbankan nyawa sekalipun, padahal bila ditinjau semata-mata dari sisi duniawi hal itu nampaknya sesuatu yang merugikan tapi dalam pandangan Allah swt hal itu merupakan suatu keberuntungan yang besar yang diantaranya adalah memperolah ampunan dan kematiannya termasuk mati syahid yang amat-amat mulia, Allah swt berfirman:  

Kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan ke dalam hannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar. (QS Ash Shaf [61]: 11-12).

Oleh karena itu, mati syahid merupakan kematian yang sangat istimewa dengan keutamaan yang besar, Rasulullah saw dalam bersabda:  

Seseorang yang mati syahid diberi enam perkara pada saat tetesan darah pertama mengalir dari tubuhnya: semua dosanya diampuni (tertebus), diperlihatkan tempatnya di surgam dkawinkan dengan bidadari, diamankan dari kesusahan kedasyatan yang besar (pada hari kiamat), diselamatkan dari siksa kubur dan dihiasi dengan senjata keimanan (HR. Bukhari).

Mampu Menghadapi Ujian

Ujian merupakan suatu kepastian yang harus dihadapi oleh setiap manusia apalagi sebagai mukmin, dengan ujian itu, akan terbukti mutu atau kualitas keimanan seseorang, Allah swt menegaskan hal ini dalam firman-Nya:  

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja( mengatakan: “kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta (QS Al Ankabut [29]: 2 – 3).

Diantara yang harus kita sadari dari ujian adalah dia tidak hanya berupa hal-hal yang tidak menyenangkan, tapi ujian bisa saha berupa hal-hal yang menyenangkan sehingga seorang mukmin yang sejati tidak putus asa bila mengalami kesulitan hidup dan tidak lupa diri bila mendapatkan kesenangan-kesenangan, Allah swt berfirman:  

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan (QS Al Anbiya [21]: 35).

Ujian yang dihadapi dengan sikap istiqomah membuat seorang mukmin menjadi manusia yang menakjubkan, Rasulullah saw bersabda:  

Aku mengagumi seorang mukmin. Bila memperoleh kebaikan dia memuji Allah dan bersyukut. Bila ditimpa musibah dia memuji Allah dan bersabar. Seorang mukmin diberi pahala dalam segala hal walaupun dalam sesuap makanan yang diangkatnya ke mulut isterinya (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Menyadari ujian merupakan suatu kepastian, maka sahabat Bilal bi Rabah menghadapi ujian itu dengan baik sehingga ia tercatat sebagai orang yang istiqomah, begitu pula sahabat-sahabat lainnya. Dengan demikian, seseorang selalu berada di jalan hidup yang benar.

Semoga kita selalu berada dalam petunjuk Allah swt sehingga kriteria ini akan selalu kita kokohkan dalam diri kita masing-masing.

Drs. H. Ahmad Yani
Hp/WhatsApp: 08129021953
Pin 275d0bb3
Twitter: @H_AhmadYani
*diterbitkan oleh Buletin Khairu Ummah

No comments:

Post a Comment