Drop Down Menu

Friday 15 August 2014

TAUSIAH JUM'AT: Mewujudkan Masyarakat Kasih Sayang



Edisi 39 Tahun XXIII – Syawal 1435 H / Agustus 2014 M


Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh serta nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. 
 (QS Al Ashr [103]: 2 – 3)

Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini kita lewati dalam suasana perpolitikan di Tanah Air yang panas. Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden sudah kita lewati. Kita bersyukur karena sudah ada Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih.

Harapan kita adalah Pemimpin yang baru di Negeri ini dapat menjalankan tugas dengan baik sebagaimana yang dijanjikan dalam kampanye yang lalu. Sebagai warga Negara setiap kita tentu harus menghormati pemimpin meskipun bukan pilihan kita. Kecintaan kita pada seorang pemimpin tidak boleh menghilangkan daya kritis, namun kebencian kita padanya juga tidak boleh menghilangkan ketaatan. Karena itu, syarat mentaati pemimpin adalah selama perintahnya tidak mengandung kemaksiatan, Rasulullah saw bersabda: 

Kewajiban taat dan patuh bagi seorang muslim (terhadap pemimpinnya) itu dalam hal yang disukai maupun yang tidak disukai selama tidak diperintah berbuat maksiat. Jika ia disuruh berbuat maksiat, maka ia tidak perlu mendengar dan tidak perlu taat. (HR. Muslim)

Bagi kita sesama anggota masyarakat, salah satu yang harus kita buktikan sesudah Ramadhan berakhir adalah mewujudkan rasa kasih sayang, hal ini karena puasa Ramadhan memang mendidik kita untuk memiliki kasih sayang, bukan permusuhan. Karenanya ketika ada orang mengajak kita berkelahi dan melakukan penghinaan, maka kita tidak usah melayaninya, Rasulullah saw bersabda: 

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasa bukanlah hanya menahan diri dari makan dan minum, sesungguhnya puasa adalah menahan diri dari perkataan dan perbuatan kotor, maka jika ada seseorang yang menghina atau berbuat bodoh kepadamu, katakanlah, sesungguhnya aku sedang berpuasa.” (Shahih Ibnu Khuzaimah).

Terwujudnya kasih sayang antar manusia merupakan kebutuhan penting dalam kehidupan masyarakat yang sejahtera, karena tidak ada alasan bagi mereka untuk melakukan konflik dan mengembangkan konflik, karena masing-masing sudah bisa menjalani kehidupan dengan baik dan ini tentu ingin dipertahankan. Hal ini karena, persoalan pada individu atau suatu keluarga dalam masyarakan akan berpengaruh pada anggota masyarakat yang lain, karenanya pada masyarakat yang sejahtera dikembangkanlah rasa kasih dan sayang antar sesama. “Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing” bukan hanya semboyan indah tanpa realisasi.

ENAM BENTUK

Kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat akan terwujud manakala kita saling sayang menyayangi dengan sesama. Disamping itu keindahan hidup juga bisa dilihat dan dirasakan bila kasih sayang antar sesama menjelma dalam kehidupan sehari-hari. Paling tidak, ada enam hal yang harus diwujudkan sebagai cermin dari saling sayang menyayangi antar sesama kita.

Pertama, saling menghormati sehingga tidak ada buruk sangka, tidak mengejek ,dan tidak memanggil dengan panggilan yang buruk, tidak mencari aib atau kejelekan, dan tidak menggunjing, Allah swt berfirman: 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereke (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan) dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olokan wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita (yang diperolok-olokan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah disa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Suakakah salah satu diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang (QS Al Hujurat [49]: 11 – 12).

Kedua, Tolong Menolong, ini merupakan sesuatu yang saling dibutuhkan, sehebat dan sekuat apapun manusia sangat membutuhkan pertolongan atau kerjasama dalam kebaikan, bahkan sedapat mungkin tetap memberi pertolongan meskipun dia sendiri berada dalam kesusahan, dia harus berusaha mencintai saudaranya sesama muslim sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri, seperti dalam firman Allah:

Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa, dan janga tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS Al Maidah [5]: 2).

Di dalam satu hadits, Rasul saw bersabda:

Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri” (HR. Bukhari dan Muslim dari Anas).

Diantara maksud ta’awun dalam kebajikan adalah menghilangkan atau paling tidak mengurangi kesulitan orang lain, bila ini dilakukan, keutamaannya adalah ia akan dihilangkan kesusahannya oleh Allah swt dalam kehidupan di akhirat, bahkan orang yang suka menolong akan mendapatkan pertolongan dari Allah swt, Rasulullah saw bersabda:

Dan barangsiapa yang memberikan kemudahan (membantu) kepada orang yang kesusahan, niscaya Allah akan membantu memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat. Dan barangsiapa yang menutup aib orang muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan selalu menolong seorang hamba selama dia gemar menolong saudaranya. (HR. Muslim).

Disamping itu, secara spesifik, Rasulullah saw juga menyebutkan tolong menolong dalam arti yang luas, yakni mencegah dan menghentikan kezhaliman, beliau bersabda:

Tolonglah saudaramu yang berbuat dzalim dan yang dizhalimi. Nabi ditanya: “Bagaimana aku menolong yang berbuat dzalim?”. Beliau menjawab: “Engkau mencegah (menghentikan) dari kezhaliman, karena sesungguhnya itulah menolongnya” (HR. Bukhari, Ahmad dan Tirmidzi).

Ketiga, Saling Memberi Nasihat (taushiyah) sehingga seorang muslim yang hendak melakukan kesalahan akan meninggalannya dan bila terlanjur salah, maka kesalahan itu tidak sampai menjadi kebiasaan dan karakter dirinya. Oleh karena itu, orang baik membutuhkan nasihat agar ia bisa mempertahankan kebaikan atau bertambah baik, sedangkan orang yang belum baik membutuhkan nasihat agar menjadi baik, ini akan mencegah manusia dari kerugian, Allah swt berfirman:

Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh serta nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran (QS Al Ashr [103]: 2 – 3).

Keempat, Melindungi Keselamatan Harta dan Jiwa sehingga adanya seorang muslim akan memberikan ketenangan bagi muslim lainnya, Rasulullah saw bersabda:

Siapa saja yang melindungi harta benda saudaranya, Allah akan melindungi wajahnya dari sentuhan api neraka (HR. Ahmad).

Di dalam hadits lain, Rasulullah saw bersabda:  

Seorang mukmin adalah mereka yang mampu memberikan keamanan bagi mukmin lainnya, baik keamanan diri maupun harta (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Hakim).

Bila sesama muslim secara umum harus saling melindungi, apalagi dengan tetangga. Karena itu, manakala tetangga sampai tidak merasa aman dari keburukan kita, maka Rasulullah saw memvonis kita sebagai orang yang tidak beriman, hal ini karena kita seharusnya bisa melindungi dan memberikan pertolongan kepada tetangga, bukan malah kita berlaku buruk kepadanya, beliau bersabda:

Demi Allah tidak beriman, Demi Allah tidak beriman, Demi Allah tidak beriman. Sahabat bertanya: “Siapakah yang tidak beriman?”. Jawab Nabi: “Orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya.”  (HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, manakala kita betul-betul tidak bisa berlaku baik kepada tetangga sehingga mereka tidak merasa aman dari keburukan kita, maka ancamannya adalah tidak akan dimasukkan oleh Allah swt ke dalam surga, Rasulullah saw bersabda:

Tidak masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya (HR. Muslim).

Kelima, Saling Memaafkan. Manakala seseorang melakukan kesalahan, mungkin saja ia membalas kesalahannya itu, namun balaslah dengan balasan yang setimpal jangan sampai pembalasan yang melebihi dari kesalahan yang dilakukannya, sedangkan memaafkan kesalahan orang tersebut merupakan sesuatu yang lebih baik, ini merupakan akhlak baik sesama muslim sehingga Allah swt menyiapkan pahala untuknya, Allah swt berfirman:

Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim (QS Asy Syura [42]: 40).

Orang yang berukhuwah dan berkasih sayang tentu saja mudah memaafkan kesalahan orang lain. Karena itu, bila seorang muslim bermasalah yang menyebabkan tidak ada tegur sapa, maka ia mau memaafkan dengan bertegur sapa dan memberi salam terlebih dahulu, Rasulullah saw bersabda:

Tidak halal bagi seorang muslim tidak bertegur sapa dengan saudaranya lebih dari tiga hari malam, yaitu mereka bertemu, lalu yang ini berpaling dan yang itu berpaling, tetapi orang yang paling baik adalah yang paling dahulu memberi salam (HR. Muslim).

Yang Keenam atau yang terakhir dalam mewujudkan masyarakat yang berkasih sayang adalah saling memberi hadiah, karenanya sekecil apapun nilai dari hadiah itu, kita harus melakukan atau menerimanya, Rasulullah saw bersabda:

Saling menghadiahilah kalian karena sesungguhnya hadiah itu akan mencabut atau menghilangkan kedengkian.” (HR. Ibdu Majah)

Bahkan secara khusus, kepada para wanita, Rasulullah saw berpesan:

"Wahai wanita-wanita muslimah, janganlah sekali-kali seorang tetangga meganggap remeh untuk memberikan hadiah kepada tatangganya walaupun hanya sepotong kaki kambing.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Dengan demikian, sudah seharusnya kita kembali dalam suasana perdamaian yang kesemuanya harus dimulai dari keluarga hingga masyarakat dan bangsa. Kedamaian itu membuat kehidupan bersama menjadi indah, karenanya konflik antar sesama tidak boleh berkepanjangan apalagi bisa sebabnya bukan persoalan yang prinsip.

Semoga setelah Ramadhan dan Syawal berakhir, ketaqwaan kita semakin kokoh, kehidupan keluarga dan masyarakat semakin baik, semangat menuntut itlu semakin besar, dan masjid-masjid terus kita makmurkan sebagaimana mestinya.

Drs. H. Ahmad Yani
HP/WhatsApp: 08129021953
Pin BB: 275d0bb3
Twitter: @H_AhmadYani
*diterbitkan oleh Buletin Khairu Ummah

No comments:

Post a Comment