Drop Down Menu

Friday, 19 June 2015

‘Uluwwul Himmah (Obsesi Yang Tinggi)



Edisi 16 Tahun XXIV – Rabi’ul Akhir 1436 H/ Februari 2015 M




Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda dari Tuhannya. (QS Yusuf [12]: 24).

Sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah swt pasti kita mempunyai cita-cita atau keinginan, baik keinginan secara duniawi maupun ukhrawi. Tetapi seringkali kita menemukan keinginan tersebut kandas di tengah jalan, tidak sampai terealisasi, padahal keinginan itu sudah ada dalam benak pikiran kita. Salah satu penyebab terjadinya keinginan yang belum tercapai itu adalah belum adanya ‘Uluwwul Himmah, obsesi atau keinginan yang kuat.

Menurut bahasa Himmah berarti An-Niyyah (Niat), Al-‘Azimah (Tekad). Secara bahasa dapat kita artikan denga makna yang berbeda yaitu niat yang sifatnya biasa kemudian kehendak yang kuat dan dilanjutkan dengan tekad untuk melakukan kehendak tersebut. Allah swt berfirman yang artinya: Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda dari Tuhannya. (QS Yusuf [12]: 24).

Dalam ayat ini bisa diartikan bahwasanya belum ada aksi atau aktivitas tetapi masih berupa niat. Sedangkan ‘Uluwwun berarti yang tinggi, maksudnya yaitu menempatkan sesuatu paling atas sehingga menjadikan sesuatu yang lainnya itu lebih rendah.

Dalam riwayat dakwah Rasulullah saw, ketika orang-orang Quraisy mendatangi paman Rasulullah yaitu Abu Thalib meminta dan membujuk Rasulullah agar menghentikan dakwahnya, setelah Abu Thalib menyampaikan hal tersebut, Rasulullah saw bersabda: “Wahai Pamanku, andaikan mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah ini. Aku tidak akan meninggalkannya hingga aku binasa.” 

Kisah dakwah Rasulullah saw ini menunjukkan tingginya Himmah yang dimiliki beliau dalam memperjuangkan Agama Allah swt, karena beliau telah menganggap remeh dan rendah semua perkara yang menghambat dakwah Islam. Oleh karenanya, orang yang mempunyai niat ataupun obsesi yang kuat dalam aktivitas kehidupannya akan lebih fokus dan terarah dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai keinginan yang kuat yang hidupnya penuh dengan kebimbangan dan kegundahan. 

Suatu ketika datang tiga orang sahabat menemui Umar bin Khattab. Beliau menanyakan obsesi ketiga sahabatnya tersebut. Sahabat pertama menjawab ia ingin menjadi ahli tafsir, yang kedua ingin menjadi ahli hadits, dan yang terakhir ingin menjadi ahli Ilmu Quran. Sampai beberapa tahun kemudian tercapailah semua obsesi ketiga sahabat yang telah disampaikannya kepada Umar bin Khattab.

Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan-kebaikan dan kejahatan-kejahatan kemudian menjelaskannya, maka barang siapa yang bermaksud berbuat kebaikan lalu belum sempat mengerjakannya, Allah mencatat disisinya sebagai satu kebaikan sempurna. Dan jika dia bermaksud berbuat kebaikan lalu dia mengerjakannya, Allah mencatatnya sepuluh kebaikan dan akan dilipatgandakan sampai tujuh ratus lebih, hingga dilipatgandakan yang banyak sekali. Dan jika dia bermaksud berbuat kejahatan, tetapi dia tidak mengerjakannya, Allah mencatatkan baginya disisi-Nya satu kebaikan yang sempurna. Dan jika dia bermaksud berbuat kejahatan dan melakukannya, maka Allah mencatat baginya satu kejahatan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Himmah secara makna berbeda dengan Iradah. Himmah merupakan keinginan yang selalu terbayang-bayang karena belum tercapainya keinginan tersebut, sedangkan Iradah hanya keinginan saja. Makanya jika seseorang mempunyai Himmah dalam dirinya ia akan totalitas, semua potensi akan ia kerahkan untuk melakukan apapun demi tercapai apa yang diinginkannya. ‘Uluwwul Himmah ini bisa masuk dalam setiap sisi, misalnya dalam ibadah. Orang yang tidak memiliki ‘uluwwul himmah terkesan ibadahnya malas-malasan, biasa saja dan hanya mengerjakan yang wajib-wajib, karenanya tidak tepat pada waktunya atau terlambat. Tetapi orang yang mempunyai ‘uluwwul himmah berada paling depan, bukan hanya menjalankan yang wajib-wajib saja, yang sunnahpun ia kerjakan.

Ciri Himmah

Ada beberapa ciri atau indikasi orang-orang yang memiliki Himmah dalam dirinya yang harus kita miliki sebagai seorang muslim, karenanya penting untuk kita bahas pada tulisan ini.

Pertama, Laa Yaqif ‘Indal ‘Awaaiq, ia tidak pernah akan berhenti jika mendapatkan halangan dan tantangan. Halangan bisa berupa keterbatasan fisik (cacat, buta, dll), miskin, tua, dll. Sebagai contoh ialah sahabat Abdullah bin Ummi Maktum yang datang menemui Rasulullah untuk meminta ajaran-ajaran tentang Islam tetapi Rasulullah malingkan mukanya karena sedang menghadapi pembesar Quraisy dengan pengharapan dapat masuk Islam, tetapi sahabat tersebut terus meminta kepada Rasulullah saw untuk dapat pelajaran mengenai Islam, lalu turunlah firman Allah swt sebagai teguran kepada Rasulullah saw yang artinya: “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya.” (QS Abasa [80]: 1-2).

Contoh lainnya yaitu sahabat Amr bin Jamuh yang secara fisik sudah tua tetapi beliau tetap mengikuti jihad melawan orang-orang kafir, padahal anak-anak beliau semua melarang ayahnya untuk ikut berjihad, tetapi beliau tetap bersikeras dan membacakan firman Allah swt yang artinya: “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS At-Taubah [9]: 41).

Kedua, At Taqallul minar Rukhshoh, ia tidak banyak mengambil keringanan-keringanan. Mengambil rukhshoh atau keringanan yang disampaikan oleh Rasulullah saw bukan tidak boleh, akan tetapi jika kita tidak sering mengambil keringanan yang telah Allah dan Rasulullah tetapkan maka kita termasuk orang-orang yang mempunyai Himmah ataupun obsesi yang kuat. Dalam hal duniawi banyak yang mengharapkan keringanan berupa dispensasi dari tempat ia bekerja misalnya. Sulaiman At-Taimy berkata: “Kalaulah engkau ambil setiap rukhshoh/ keringanan yang disampaikan setiap ulama, maka akan terkumpul keburukan pada dirimu.”

Maksud dari perkataan beliau yaitu bahwasanya seorang muslim akan menjadi pemalas dan tidak terpacu dirinya jika selalu mengambil keringanan-keringanan atau dispensasi dalam hal agama.

Ketiga, ciri-ciri orang yang memiliki ‘uluwwul himmah yaitu Al-Istidrok Maa Faata memperbaiki kesalahan yang lalu. Manusia pasti melakukan kesalahan, baik yang disengaja maupun tidak, bahkan Nabi Muhammad saw pun yang sudah tidak diragukan lagi kesempurnaan akhlaknya pernah melakukan kesalahan dan langsung ditegur oleh Allah swt, beliaupun langsung memohon ampun dan memperbaiki kesalahan tersebut.

Kita bisa lihat bagaimana sahabat Anas bin Nadhir ra yang tidak sempat mengikuti perang badar, dan hal itu membuatnya merasa sangat sedih. Maka untuk memperbaiki kesalahannya tersebut ia bersungguh-sungguh ketika berjiha melawan orang-orang kafir di perang Uhud dan akhirnya beliau mencapai Syahid dengan lebih dari 80 luka, baik karena sabetan pedang, tusukan tombak, ataupun terjangan anak panah. Allah swt mengabadikan ketinggian obsesi dan semangat beliau untuk mencapai kesyahidan dalam Al Quran yang artinya: “Diantara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka diantara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).” (QS Al-Ahzab [33]: 23).

Setiap manusia secara umum memiliki keinginan akan sesuatu hal namun tiap-tiap keinginan tersebut memiliki tingkatan yang berbeda-beda sehingga dalam hidup terjadi perbedaan tingkat amal. Pertanyaannya sekarang ialah apakah kita sudah mempunyai ‘Uluwwul Himmah dalam kehidupan kita?

Semoga apa yang kita bahas mengenai ‘Uluwwul Himmah ini bisa menjadi pelajaran untuk kita semua agar menjadi pribadi yang selelu mempunyai keinginan dan obsesi yang kuat mencapai kesuksesan di dunia dan juga akhirat yang diridhai oleh Allah swt.

Wallahu A’lam



Hadi Fawwaz
Alumni UIN Syarif Hidayatullah
Staf Ahli Anggota DPR RI
*diambil dari Buletin Khairu Ummah
 

No comments:

Post a Comment