Setelah kita mempelajari keutamaan tahmid (memuji Allah), waktu mengucapkannya dan beberapa redaksinya, tiba saatnya kita memahami makna kalimat mulia tersebut.
Secara bahasa tahmid berarti memuji, yakni kebalikan dari mencela. Adapun maksud tahmid secara syar’i adalah: memuji Allah ta’ala dengan
menyebutkan sifat-sifat-Nya yang agung dan nikmat-nikmat-Nya yang tak
terhingga. Namun pujian tersebut harus diiringi kecintaan, pengagungan
dan penghormatan. Pujian seperti ini hanya boleh tertuju kepada Allah ta’ala. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,
“اللهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كُلُّه”
“Ya Allah segala pujian hanyalah milik-Mu”. HR. Ahmad dan dinilai sahih oleh al-Hakim dan al-Albany.
Adapun yang untuk manusia hanyalah berupa sanjungan.
Jadi pujian kepada Allah adalah menggunakan lisan.
PERBEDAAN ANTARA MEMUJI DENGAN BERSYUKUR
Apabila pujian kepada Allah menggunakan lisan, maka syukur, bisa menggunakan lisan, anggota tubuh dan hati. Berikut penjabarannya:
1. Dengan hati, yakni dengan meyakini bahwa seluruh nikmat bersumber dari Allah ta’ala.
“وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّهِ”
Artinya: “Segala nikmat yang ada pada diri kalian datangnya dari Allah”. QS. An-Nahl (16): 53.
2. Dengan lisan, yakni dengan memperbanyak mengucapkan hamdalah, sebagaimana perintah Allah,
“وَقُلِ الْحَمْدُ لِلّهِ”
Artinya: “Katakanlah: alhamdulillah (segala puji bagi Allah)”. QS. Al-Isra (17): 111.
Termasuk bentuk syukur dengan lisan; menceritakan kenikmatan yang kita rasakan kepada orang lain. Allah ta’ala berfirman,
“وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ”
Artinya: “Terhadap nikmat Rabbmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur)”. QS. Adh-Dhuha (93): 11.
3. Dengan anggota tubuh. Yakni dengan mempergunakan nikmat Allah untuk ketaatan pada-Nya bukan untuk berbuat maksiat. Sebagaimana diingatkan dalam firman-Nya,
“اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْراً وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ”
Artinya: “Wahai keluarga Dawud beramallah sebagai bentuk syukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali di antara para hamba-Ku yang bersyukur”. QS. Saba’ (34): 13.
Diringkas oleh Abdullah Zaen, Lc., MA dari kitab Fiqh al-Ad’iyyah wa al-Adzkâr karya Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq al-Badr (I/263-268) dengan beberapa tambahan.
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 2 Ramadhan 1435 / 30 Juni 2014
*diambil dari Artikel www.tunasilmu.com
No comments:
Post a Comment