Sekarang kita akan berbicara tentang sesuatu yang
sangat penting. Yaitu tema pendidikan masyarakat islami. Tema yang menyangkut
keluarga. Tema tentang rumah. Yaitu pendidikan anak yang merupakan generasi
baru dan generasi masa depan. Mereka yang dinantikan bisa membawa kebaikan
untuk agama, umat, dan tanah air. Anak-anak merupakan amanah yang berada di
pundak kita semua.
Dalam islam, yaitu dalam Alquran dan Sunnah terdapat
pesan khusus terkait dengan anak. Bagaimana engkau mendidik putra putrimu?
Bagaimana engkau mengenali mereka? Bagaimana mereka menjadi buah hati? Apakah
cukup hanya dengan memberi mereka makan minum dan mengingatkan mereka, lalu
membiarkan hati, akal, dan pemikiran mereka? Tidak. Engkaulah orang pertama
yang paling bertanggung jawab, setelah ibu, untuk melahirkan generasi yang
jujur dan beriman, generasi yang bermanfaat untuk umat, agama, dan tanah air.
Allah befirman, “Wahai orang-orang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian
dari api neraka yang bahan bakarnya berupa manusia dan batu. Padanya terdapat
malaikat yang kasar dan tegas.” (QS at-Tahrim: 6).
Anak merupakan amanah keluarga yang harus dididik.
Bahkan Rasul saw menetapkan satu kekuasaan di dalam rumah. Nabi saw bersabda, “Setiap
kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya.
Ayah di rumah adalah pemimpin dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ibu
juga pemimpin dan akan ditanya apa yang dipimpinnya...”
Ketika semua urusan di rumah ditelantarkan tanpa ada
penjagaan pemikiran, agama, dan pendidikan sosial, hal ini akan mengantarkan
pada kerusakan dalam komunitas Islam. Karena itu, generasi baru datang dalam
kondisi tidak paham terhadap agamanya dan tidak tahu tentang imannya. Generasi
yang menyimpang jauh menuju sikap berlebihan dalam beragama, keluar dari
jamaah, generasi yang fitrahnya sudah berubah.
Di antara contoh pendidikan ideal yang kekal adalah
pesan Lukman kepada anaknya. Ia telah dijelaskan di tempat lain dari bagian
buku ini. Namun tidak ada salahnya untuk disebutkan lagi meskipun secara
singkat. Luqman berkata, “Wahai anakku, janganlah menyekutukan Allah.”
(QS Luqman: 13). Ia memulai dengan tauhid. Sang ayah berbicara kepada anaknya
dalam Alquran, “Wahai anakku.” Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar.”
Ia mengantarkannya kepada inti, kepada keyakinan yang
benar. Yaitu beriman kepada Allah Yang Mahaagung. Pasalnya kita tidak
menginginkan sikap kufur dan menyimpang dari jalan Allah. Kita adalah umat
Muhammad saw. Kita adalah umat Islam. Allah telah memuliakan kita dengan
menjadi muslim. Apabila engkau ingin Allah memberimu anak yang salih dan
salihah yang bisa mendoakanmu sesudah engkau mati, yang mendoakanmu saat engkau
berada di kubur, maka didiklah mereka untuk beriman kepada Allah dan mencintai
Rasul saw. Dengan begitu engkau akan berada di salah satu taman sorga di
kuburmu. Juga sepeninggalmu ada seorang anak salih yang berdoa untukmu. Ia
mengangkat tangan setiap selesai shalat seraya berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah
ayahku. Tempatkan ia di sorga. Serta ampunilah ibuku.” Dengan begitu engkau
akan memiliki anak perempuan yang senang duduk di atas sajadah sambil
mengangkat tangan di penghujung malam. Ia berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah kedua
orang tuaku. “Wahai Tuhan kasihilah keduanya sebagaimana keduanya telah
mendidikku di waktu kecil.” (QS al-Isra: 34).
Apa yang terjadi jika ayah dan ibu meninggalkan
tugasnya? Rumah tersebut akan menjadi terlantar. Anak-anak dengan leluasa
menyaksikan saluran televisi yang sebagiannya mengajak untuk membuka aurat,
berbuat kerusakan, berbuat nista, dan keluar dari nilai-nilai yang ada.
Sebagian lagi menodai agama. Misalnya saluran yang menampilkan acara magic,
sihir, perdukunan, ramalan, memerangi iman kepada Allah dan Rasul saw, serta
menghancurkan tauhid yang beliau bawa. Lalu kau biarkan mereka masuk ke
situs-situs internet yang mereka sukai tanpa ada filter dan penjagaan
pemikiran.
Pasalnya, anak cepat terpengaruh oleh kata dan ucapan.
Sekarang kita menyaksikan generasi baru yang memiliki paham ekstrim dalam
beragama dan keluar dari jamaah. Ia mengambil senjata untuk membunuh kaum
mukmin di negerinya karena pemikiran keliru yang masuk ke dalam benaknya.
Gambaran agama yang dimiliki menyimpang. Kita temukan pula sejumlah pemuda yang
berlepas diri dari agama dengan berkata, “Agama sesuatu yang tidak benar.”
Sebab, benih kekufuran telah masuk ke dalam dirinya saat orang tua tidak ada.
Entah karena ayahnya tidak tahu, tidak memiliki ilmu, tidak amanah, dan tidak
kasihan pada anak-anaknya. Atau bisa juga karena ibunya yang menyimpang dan
bodoh.
Karena itu, saat ini wajib memberikan pesan kepada
seluruh kaum mukmin dan mukminah agar mereka bertakwa kepada Allah dalam urusan
anak dan keturunan mereka. Mereka harus memiliki waktu untuk duduk bersama
anak-anak mereka; waktu untuk mengoreksi. Anak melihat bahwa orang yang paling
pemberani adalah ayahnya; orang yang paling baik adalah ayahnya, orang yang
paling pemurah adalah ayahnya, serta tokoh idola di dunia ini adalah sosok
panutan tersebut. Ketika anakmu melihat dirimu menunaikan shalat, menghormati
dirinya, membaca kitabullah, serta takut kepada-Nya, maka ia juga akan
demikian. Ingatkanlah ia agar tidak menyimpang.
Pesanku, hendaknya kita berpegang pada nasihat Lukman
kepada anaknya,“Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah. Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Ini
terkait dengan sikap memuliakan Allah Swt. “Wahai anakku, sesungguhnya jika
ada (perbuatan) seberat biji sawi, lalu ia berada dalam batu atau di langit
atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya).
Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (QS Luqman: 16) Ini
adalah pelajaran dalam akidah. Jelaskan kepada anak bahwa Allah mengetahui
segala sesuatu, dan bahwa tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Jika engkau
telah membentenginya dari dalam, engkau akan merasa aman.
Aidh al-Qarni
*diambil dari artikel buletin Al Iman Edisi Baru/Desember 2014 M (www.alimancenter.com)
Sekarang
kita akan berbicara tentang sesuatu yang sangat penting. Yaitu tema
pendidikan masyarakat islami. Tema yang menyangkut keluarga. Tema
tentang rumah. Yaitu pendidikan anak yang merupakan generasi baru dan
generasi masa depan. Mereka yang dinantikan bisa membawa kebaikan untuk
agama, umat, dan tanah air. Anak-anak merupakan amanah yang berada di
pundak kita semua.
Dalam islam, yaitu dalam Alquran dan Sunnah terdapat pesan khusus terkait dengan anak. Bagaimana engkau mendidik putra putrimu? Bagaimana engkau mengenali mereka? Bagaimana mereka menjadi buah hati? Apakah cukup hanya dengan memberi mereka makan minum dan mengingatkan mereka, lalu membiarkan hati, akal, dan pemikiran mereka? Tidak. Engkaulah orang pertama yang paling bertanggung jawab, setelah ibu, untuk melahirkan generasi yang jujur dan beriman, generasi yang bermanfaat untuk umat, agama, dan tanah air. Allah befirman, “Wahai orang-orang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya berupa manusia dan batu. Padanya terdapat malaikat yang kasar dan tegas.” (QS at-Tahrim: 6).
Anak merupakan amanah keluarga yang harus dididik. Bahkan Rasul saw menetapkan satu kekuasaan di dalam rumah. Nabi saw bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ayah di rumah adalah pemimpin dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ibu juga pemimpin dan akan ditanya apa yang dipimpinnya...”
Ketika semua urusan di rumah ditelantarkan tanpa ada penjagaan pemikiran, agama, dan pendidikan sosial, hal ini akan mengantarkan pada kerusakan dalam komunitas Islam. Karena itu, generasi baru datang dalam kondisi tidak paham terhadap agamanya dan tidak tahu tentang imannya. Generasi yang menyimpang jauh menuju sikap berlebihan dalam beragama, keluar dari jamaah, generasi yang fitrahnya sudah berubah.
Di antara contoh pendidikan ideal yang kekal adalah pesan Lukman kepada anaknya. Ia telah dijelaskan di tempat lain dari bagian buku ini. Namun tidak ada salahnya untuk disebutkan lagi meskipun secara singkat. Luqman berkata, “Wahai anakku, janganlah menyekutukan Allah.” (QS Luqman: 13). Ia memulai dengan tauhid. Sang ayah berbicara kepada anaknya dalam Alquran, “Wahai anakku.” Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Ia mengantarkannya kepada inti, kepada keyakinan yang benar. Yaitu beriman kepada Allah Yang Mahaagung. Pasalnya kita tidak menginginkan sikap kufur dan menyimpang dari jalan Allah. Kita adalah umat Muhammad saw. Kita adalah umat Islam. Allah telah memuliakan kita dengan menjadi muslim. Apabila engkau ingin Allah memberimu anak yang salih dan salihah yang bisa mendoakanmu sesudah engkau mati, yang mendoakanmu saat engkau berada di kubur, maka didiklah mereka untuk beriman kepada Allah dan mencintai Rasul saw. Dengan begitu engkau akan berada di salah satu taman sorga di kuburmu. Juga sepeninggalmu ada seorang anak salih yang berdoa untukmu. Ia mengangkat tangan setiap selesai shalat seraya berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah ayahku. Tempatkan ia di sorga. Serta ampunilah ibuku.” Dengan begitu engkau akan memiliki anak perempuan yang senang duduk di atas sajadah sambil mengangkat tangan di penghujung malam. Ia berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah kedua orang tuaku. “Wahai Tuhan kasihilah keduanya sebagaimana keduanya telah mendidikku di waktu kecil.” (QS al-Isra: 34).
Apa yang terjadi jika ayah dan ibu meninggalkan tugasnya? Rumah tersebut akan menjadi terlantar. Anak-anak dengan leluasa menyaksikan saluran televisi yang sebagiannya mengajak untuk membuka aurat, berbuat kerusakan, berbuat nista, dan keluar dari nilai-nilai yang ada. Sebagian lagi menodai agama. Misalnya saluran yang menampilkan acara magic, sihir, perdukunan, ramalan, memerangi iman kepada Allah dan Rasul saw, serta menghancurkan tauhid yang beliau bawa. Lalu kau biarkan mereka masuk ke situs-situs internet yang mereka sukai tanpa ada filter dan penjagaan pemikiran.
Pasalnya, anak cepat terpengaruh oleh kata dan ucapan. Sekarang kita menyaksikan generasi baru yang memiliki paham ekstrim dalam beragama dan keluar dari jamaah. Ia mengambil senjata untuk membunuh kaum mukmin di negerinya karena pemikiran keliru yang masuk ke dalam benaknya. Gambaran agama yang dimiliki menyimpang. Kita temukan pula sejumlah pemuda yang berlepas diri dari agama dengan berkata, “Agama sesuatu yang tidak benar.” Sebab, benih kekufuran telah masuk ke dalam dirinya saat orang tua tidak ada. Entah karena ayahnya tidak tahu, tidak memiliki ilmu, tidak amanah, dan tidak kasihan pada anak-anaknya. Atau bisa juga karena ibunya yang menyimpang dan bodoh.
Karena itu, saat ini wajib memberikan pesan kepada seluruh kaum mukmin dan mukminah agar mereka bertakwa kepada Allah dalam urusan anak dan keturunan mereka. Mereka harus memiliki waktu untuk duduk bersama anak-anak mereka; waktu untuk mengoreksi. Anak melihat bahwa orang yang paling pemberani adalah ayahnya; orang yang paling baik adalah ayahnya, orang yang paling pemurah adalah ayahnya, serta tokoh idola di dunia ini adalah sosok panutan tersebut. Ketika anakmu melihat dirimu menunaikan shalat, menghormati dirinya, membaca kitabullah, serta takut kepada-Nya, maka ia juga akan demikian. Ingatkanlah ia agar tidak menyimpang.
Pesanku, hendaknya kita berpegang pada nasihat Lukman kepada anaknya,“Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Ini terkait dengan sikap memuliakan Allah Swt. “Wahai anakku, sesungguhnya jika ada (perbuatan) seberat biji sawi, lalu ia berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (QS Luqman: 16) Ini adalah pelajaran dalam akidah. Jelaskan kepada anak bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, dan bahwa tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Jika engkau telah membentenginya dari dalam, engkau akan merasa aman.
- See more at: http://alimancenter.com/artikel/buletin/item/779-anakmu-buah-hatimu-1#sthash.bW2zt95a.dpuf
Dalam islam, yaitu dalam Alquran dan Sunnah terdapat pesan khusus terkait dengan anak. Bagaimana engkau mendidik putra putrimu? Bagaimana engkau mengenali mereka? Bagaimana mereka menjadi buah hati? Apakah cukup hanya dengan memberi mereka makan minum dan mengingatkan mereka, lalu membiarkan hati, akal, dan pemikiran mereka? Tidak. Engkaulah orang pertama yang paling bertanggung jawab, setelah ibu, untuk melahirkan generasi yang jujur dan beriman, generasi yang bermanfaat untuk umat, agama, dan tanah air. Allah befirman, “Wahai orang-orang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya berupa manusia dan batu. Padanya terdapat malaikat yang kasar dan tegas.” (QS at-Tahrim: 6).
Anak merupakan amanah keluarga yang harus dididik. Bahkan Rasul saw menetapkan satu kekuasaan di dalam rumah. Nabi saw bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ayah di rumah adalah pemimpin dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ibu juga pemimpin dan akan ditanya apa yang dipimpinnya...”
Ketika semua urusan di rumah ditelantarkan tanpa ada penjagaan pemikiran, agama, dan pendidikan sosial, hal ini akan mengantarkan pada kerusakan dalam komunitas Islam. Karena itu, generasi baru datang dalam kondisi tidak paham terhadap agamanya dan tidak tahu tentang imannya. Generasi yang menyimpang jauh menuju sikap berlebihan dalam beragama, keluar dari jamaah, generasi yang fitrahnya sudah berubah.
Di antara contoh pendidikan ideal yang kekal adalah pesan Lukman kepada anaknya. Ia telah dijelaskan di tempat lain dari bagian buku ini. Namun tidak ada salahnya untuk disebutkan lagi meskipun secara singkat. Luqman berkata, “Wahai anakku, janganlah menyekutukan Allah.” (QS Luqman: 13). Ia memulai dengan tauhid. Sang ayah berbicara kepada anaknya dalam Alquran, “Wahai anakku.” Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Ia mengantarkannya kepada inti, kepada keyakinan yang benar. Yaitu beriman kepada Allah Yang Mahaagung. Pasalnya kita tidak menginginkan sikap kufur dan menyimpang dari jalan Allah. Kita adalah umat Muhammad saw. Kita adalah umat Islam. Allah telah memuliakan kita dengan menjadi muslim. Apabila engkau ingin Allah memberimu anak yang salih dan salihah yang bisa mendoakanmu sesudah engkau mati, yang mendoakanmu saat engkau berada di kubur, maka didiklah mereka untuk beriman kepada Allah dan mencintai Rasul saw. Dengan begitu engkau akan berada di salah satu taman sorga di kuburmu. Juga sepeninggalmu ada seorang anak salih yang berdoa untukmu. Ia mengangkat tangan setiap selesai shalat seraya berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah ayahku. Tempatkan ia di sorga. Serta ampunilah ibuku.” Dengan begitu engkau akan memiliki anak perempuan yang senang duduk di atas sajadah sambil mengangkat tangan di penghujung malam. Ia berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah kedua orang tuaku. “Wahai Tuhan kasihilah keduanya sebagaimana keduanya telah mendidikku di waktu kecil.” (QS al-Isra: 34).
Apa yang terjadi jika ayah dan ibu meninggalkan tugasnya? Rumah tersebut akan menjadi terlantar. Anak-anak dengan leluasa menyaksikan saluran televisi yang sebagiannya mengajak untuk membuka aurat, berbuat kerusakan, berbuat nista, dan keluar dari nilai-nilai yang ada. Sebagian lagi menodai agama. Misalnya saluran yang menampilkan acara magic, sihir, perdukunan, ramalan, memerangi iman kepada Allah dan Rasul saw, serta menghancurkan tauhid yang beliau bawa. Lalu kau biarkan mereka masuk ke situs-situs internet yang mereka sukai tanpa ada filter dan penjagaan pemikiran.
Pasalnya, anak cepat terpengaruh oleh kata dan ucapan. Sekarang kita menyaksikan generasi baru yang memiliki paham ekstrim dalam beragama dan keluar dari jamaah. Ia mengambil senjata untuk membunuh kaum mukmin di negerinya karena pemikiran keliru yang masuk ke dalam benaknya. Gambaran agama yang dimiliki menyimpang. Kita temukan pula sejumlah pemuda yang berlepas diri dari agama dengan berkata, “Agama sesuatu yang tidak benar.” Sebab, benih kekufuran telah masuk ke dalam dirinya saat orang tua tidak ada. Entah karena ayahnya tidak tahu, tidak memiliki ilmu, tidak amanah, dan tidak kasihan pada anak-anaknya. Atau bisa juga karena ibunya yang menyimpang dan bodoh.
Karena itu, saat ini wajib memberikan pesan kepada seluruh kaum mukmin dan mukminah agar mereka bertakwa kepada Allah dalam urusan anak dan keturunan mereka. Mereka harus memiliki waktu untuk duduk bersama anak-anak mereka; waktu untuk mengoreksi. Anak melihat bahwa orang yang paling pemberani adalah ayahnya; orang yang paling baik adalah ayahnya, orang yang paling pemurah adalah ayahnya, serta tokoh idola di dunia ini adalah sosok panutan tersebut. Ketika anakmu melihat dirimu menunaikan shalat, menghormati dirinya, membaca kitabullah, serta takut kepada-Nya, maka ia juga akan demikian. Ingatkanlah ia agar tidak menyimpang.
Pesanku, hendaknya kita berpegang pada nasihat Lukman kepada anaknya,“Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Ini terkait dengan sikap memuliakan Allah Swt. “Wahai anakku, sesungguhnya jika ada (perbuatan) seberat biji sawi, lalu ia berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (QS Luqman: 16) Ini adalah pelajaran dalam akidah. Jelaskan kepada anak bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, dan bahwa tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Jika engkau telah membentenginya dari dalam, engkau akan merasa aman.
- See more at: http://alimancenter.com/artikel/buletin/item/779-anakmu-buah-hatimu-1#sthash.bW2zt95a.dpuf
Sekarang
kita akan berbicara tentang sesuatu yang sangat penting. Yaitu tema
pendidikan masyarakat islami. Tema yang menyangkut keluarga. Tema
tentang rumah. Yaitu pendidikan anak yang merupakan generasi baru dan
generasi masa depan. Mereka yang dinantikan bisa membawa kebaikan untuk
agama, umat, dan tanah air. Anak-anak merupakan amanah yang berada di
pundak kita semua.
Dalam islam, yaitu dalam Alquran dan Sunnah terdapat pesan khusus terkait dengan anak. Bagaimana engkau mendidik putra putrimu? Bagaimana engkau mengenali mereka? Bagaimana mereka menjadi buah hati? Apakah cukup hanya dengan memberi mereka makan minum dan mengingatkan mereka, lalu membiarkan hati, akal, dan pemikiran mereka? Tidak. Engkaulah orang pertama yang paling bertanggung jawab, setelah ibu, untuk melahirkan generasi yang jujur dan beriman, generasi yang bermanfaat untuk umat, agama, dan tanah air. Allah befirman, “Wahai orang-orang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya berupa manusia dan batu. Padanya terdapat malaikat yang kasar dan tegas.” (QS at-Tahrim: 6).
Anak merupakan amanah keluarga yang harus dididik. Bahkan Rasul saw menetapkan satu kekuasaan di dalam rumah. Nabi saw bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ayah di rumah adalah pemimpin dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ibu juga pemimpin dan akan ditanya apa yang dipimpinnya...”
Ketika semua urusan di rumah ditelantarkan tanpa ada penjagaan pemikiran, agama, dan pendidikan sosial, hal ini akan mengantarkan pada kerusakan dalam komunitas Islam. Karena itu, generasi baru datang dalam kondisi tidak paham terhadap agamanya dan tidak tahu tentang imannya. Generasi yang menyimpang jauh menuju sikap berlebihan dalam beragama, keluar dari jamaah, generasi yang fitrahnya sudah berubah.
Di antara contoh pendidikan ideal yang kekal adalah pesan Lukman kepada anaknya. Ia telah dijelaskan di tempat lain dari bagian buku ini. Namun tidak ada salahnya untuk disebutkan lagi meskipun secara singkat. Luqman berkata, “Wahai anakku, janganlah menyekutukan Allah.” (QS Luqman: 13). Ia memulai dengan tauhid. Sang ayah berbicara kepada anaknya dalam Alquran, “Wahai anakku.” Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Ia mengantarkannya kepada inti, kepada keyakinan yang benar. Yaitu beriman kepada Allah Yang Mahaagung. Pasalnya kita tidak menginginkan sikap kufur dan menyimpang dari jalan Allah. Kita adalah umat Muhammad saw. Kita adalah umat Islam. Allah telah memuliakan kita dengan menjadi muslim. Apabila engkau ingin Allah memberimu anak yang salih dan salihah yang bisa mendoakanmu sesudah engkau mati, yang mendoakanmu saat engkau berada di kubur, maka didiklah mereka untuk beriman kepada Allah dan mencintai Rasul saw. Dengan begitu engkau akan berada di salah satu taman sorga di kuburmu. Juga sepeninggalmu ada seorang anak salih yang berdoa untukmu. Ia mengangkat tangan setiap selesai shalat seraya berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah ayahku. Tempatkan ia di sorga. Serta ampunilah ibuku.” Dengan begitu engkau akan memiliki anak perempuan yang senang duduk di atas sajadah sambil mengangkat tangan di penghujung malam. Ia berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah kedua orang tuaku. “Wahai Tuhan kasihilah keduanya sebagaimana keduanya telah mendidikku di waktu kecil.” (QS al-Isra: 34).
Apa yang terjadi jika ayah dan ibu meninggalkan tugasnya? Rumah tersebut akan menjadi terlantar. Anak-anak dengan leluasa menyaksikan saluran televisi yang sebagiannya mengajak untuk membuka aurat, berbuat kerusakan, berbuat nista, dan keluar dari nilai-nilai yang ada. Sebagian lagi menodai agama. Misalnya saluran yang menampilkan acara magic, sihir, perdukunan, ramalan, memerangi iman kepada Allah dan Rasul saw, serta menghancurkan tauhid yang beliau bawa. Lalu kau biarkan mereka masuk ke situs-situs internet yang mereka sukai tanpa ada filter dan penjagaan pemikiran.
Pasalnya, anak cepat terpengaruh oleh kata dan ucapan. Sekarang kita menyaksikan generasi baru yang memiliki paham ekstrim dalam beragama dan keluar dari jamaah. Ia mengambil senjata untuk membunuh kaum mukmin di negerinya karena pemikiran keliru yang masuk ke dalam benaknya. Gambaran agama yang dimiliki menyimpang. Kita temukan pula sejumlah pemuda yang berlepas diri dari agama dengan berkata, “Agama sesuatu yang tidak benar.” Sebab, benih kekufuran telah masuk ke dalam dirinya saat orang tua tidak ada. Entah karena ayahnya tidak tahu, tidak memiliki ilmu, tidak amanah, dan tidak kasihan pada anak-anaknya. Atau bisa juga karena ibunya yang menyimpang dan bodoh.
Karena itu, saat ini wajib memberikan pesan kepada seluruh kaum mukmin dan mukminah agar mereka bertakwa kepada Allah dalam urusan anak dan keturunan mereka. Mereka harus memiliki waktu untuk duduk bersama anak-anak mereka; waktu untuk mengoreksi. Anak melihat bahwa orang yang paling pemberani adalah ayahnya; orang yang paling baik adalah ayahnya, orang yang paling pemurah adalah ayahnya, serta tokoh idola di dunia ini adalah sosok panutan tersebut. Ketika anakmu melihat dirimu menunaikan shalat, menghormati dirinya, membaca kitabullah, serta takut kepada-Nya, maka ia juga akan demikian. Ingatkanlah ia agar tidak menyimpang.
Pesanku, hendaknya kita berpegang pada nasihat Lukman kepada anaknya,“Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Ini terkait dengan sikap memuliakan Allah Swt. “Wahai anakku, sesungguhnya jika ada (perbuatan) seberat biji sawi, lalu ia berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (QS Luqman: 16) Ini adalah pelajaran dalam akidah. Jelaskan kepada anak bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, dan bahwa tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Jika engkau telah membentenginya dari dalam, engkau akan merasa aman.
- See more at: http://alimancenter.com/artikel/buletin/item/779-anakmu-buah-hatimu-1#sthash.bW2zt95a.dpuf
Dalam islam, yaitu dalam Alquran dan Sunnah terdapat pesan khusus terkait dengan anak. Bagaimana engkau mendidik putra putrimu? Bagaimana engkau mengenali mereka? Bagaimana mereka menjadi buah hati? Apakah cukup hanya dengan memberi mereka makan minum dan mengingatkan mereka, lalu membiarkan hati, akal, dan pemikiran mereka? Tidak. Engkaulah orang pertama yang paling bertanggung jawab, setelah ibu, untuk melahirkan generasi yang jujur dan beriman, generasi yang bermanfaat untuk umat, agama, dan tanah air. Allah befirman, “Wahai orang-orang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya berupa manusia dan batu. Padanya terdapat malaikat yang kasar dan tegas.” (QS at-Tahrim: 6).
Anak merupakan amanah keluarga yang harus dididik. Bahkan Rasul saw menetapkan satu kekuasaan di dalam rumah. Nabi saw bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ayah di rumah adalah pemimpin dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ibu juga pemimpin dan akan ditanya apa yang dipimpinnya...”
Ketika semua urusan di rumah ditelantarkan tanpa ada penjagaan pemikiran, agama, dan pendidikan sosial, hal ini akan mengantarkan pada kerusakan dalam komunitas Islam. Karena itu, generasi baru datang dalam kondisi tidak paham terhadap agamanya dan tidak tahu tentang imannya. Generasi yang menyimpang jauh menuju sikap berlebihan dalam beragama, keluar dari jamaah, generasi yang fitrahnya sudah berubah.
Di antara contoh pendidikan ideal yang kekal adalah pesan Lukman kepada anaknya. Ia telah dijelaskan di tempat lain dari bagian buku ini. Namun tidak ada salahnya untuk disebutkan lagi meskipun secara singkat. Luqman berkata, “Wahai anakku, janganlah menyekutukan Allah.” (QS Luqman: 13). Ia memulai dengan tauhid. Sang ayah berbicara kepada anaknya dalam Alquran, “Wahai anakku.” Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Ia mengantarkannya kepada inti, kepada keyakinan yang benar. Yaitu beriman kepada Allah Yang Mahaagung. Pasalnya kita tidak menginginkan sikap kufur dan menyimpang dari jalan Allah. Kita adalah umat Muhammad saw. Kita adalah umat Islam. Allah telah memuliakan kita dengan menjadi muslim. Apabila engkau ingin Allah memberimu anak yang salih dan salihah yang bisa mendoakanmu sesudah engkau mati, yang mendoakanmu saat engkau berada di kubur, maka didiklah mereka untuk beriman kepada Allah dan mencintai Rasul saw. Dengan begitu engkau akan berada di salah satu taman sorga di kuburmu. Juga sepeninggalmu ada seorang anak salih yang berdoa untukmu. Ia mengangkat tangan setiap selesai shalat seraya berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah ayahku. Tempatkan ia di sorga. Serta ampunilah ibuku.” Dengan begitu engkau akan memiliki anak perempuan yang senang duduk di atas sajadah sambil mengangkat tangan di penghujung malam. Ia berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah kedua orang tuaku. “Wahai Tuhan kasihilah keduanya sebagaimana keduanya telah mendidikku di waktu kecil.” (QS al-Isra: 34).
Apa yang terjadi jika ayah dan ibu meninggalkan tugasnya? Rumah tersebut akan menjadi terlantar. Anak-anak dengan leluasa menyaksikan saluran televisi yang sebagiannya mengajak untuk membuka aurat, berbuat kerusakan, berbuat nista, dan keluar dari nilai-nilai yang ada. Sebagian lagi menodai agama. Misalnya saluran yang menampilkan acara magic, sihir, perdukunan, ramalan, memerangi iman kepada Allah dan Rasul saw, serta menghancurkan tauhid yang beliau bawa. Lalu kau biarkan mereka masuk ke situs-situs internet yang mereka sukai tanpa ada filter dan penjagaan pemikiran.
Pasalnya, anak cepat terpengaruh oleh kata dan ucapan. Sekarang kita menyaksikan generasi baru yang memiliki paham ekstrim dalam beragama dan keluar dari jamaah. Ia mengambil senjata untuk membunuh kaum mukmin di negerinya karena pemikiran keliru yang masuk ke dalam benaknya. Gambaran agama yang dimiliki menyimpang. Kita temukan pula sejumlah pemuda yang berlepas diri dari agama dengan berkata, “Agama sesuatu yang tidak benar.” Sebab, benih kekufuran telah masuk ke dalam dirinya saat orang tua tidak ada. Entah karena ayahnya tidak tahu, tidak memiliki ilmu, tidak amanah, dan tidak kasihan pada anak-anaknya. Atau bisa juga karena ibunya yang menyimpang dan bodoh.
Karena itu, saat ini wajib memberikan pesan kepada seluruh kaum mukmin dan mukminah agar mereka bertakwa kepada Allah dalam urusan anak dan keturunan mereka. Mereka harus memiliki waktu untuk duduk bersama anak-anak mereka; waktu untuk mengoreksi. Anak melihat bahwa orang yang paling pemberani adalah ayahnya; orang yang paling baik adalah ayahnya, orang yang paling pemurah adalah ayahnya, serta tokoh idola di dunia ini adalah sosok panutan tersebut. Ketika anakmu melihat dirimu menunaikan shalat, menghormati dirinya, membaca kitabullah, serta takut kepada-Nya, maka ia juga akan demikian. Ingatkanlah ia agar tidak menyimpang.
Pesanku, hendaknya kita berpegang pada nasihat Lukman kepada anaknya,“Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Ini terkait dengan sikap memuliakan Allah Swt. “Wahai anakku, sesungguhnya jika ada (perbuatan) seberat biji sawi, lalu ia berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (QS Luqman: 16) Ini adalah pelajaran dalam akidah. Jelaskan kepada anak bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, dan bahwa tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Jika engkau telah membentenginya dari dalam, engkau akan merasa aman.
- See more at: http://alimancenter.com/artikel/buletin/item/779-anakmu-buah-hatimu-1#sthash.bW2zt95a.dpuf
Sekarang
kita akan berbicara tentang sesuatu yang sangat penting. Yaitu tema
pendidikan masyarakat islami. Tema yang menyangkut keluarga. Tema
tentang rumah. Yaitu pendidikan anak yang merupakan generasi baru dan
generasi masa depan. Mereka yang dinantikan bisa membawa kebaikan untuk
agama, umat, dan tanah air. Anak-anak merupakan amanah yang berada di
pundak kita semua.
Dalam islam, yaitu dalam Alquran dan Sunnah terdapat pesan khusus terkait dengan anak. Bagaimana engkau mendidik putra putrimu? Bagaimana engkau mengenali mereka? Bagaimana mereka menjadi buah hati? Apakah cukup hanya dengan memberi mereka makan minum dan mengingatkan mereka, lalu membiarkan hati, akal, dan pemikiran mereka? Tidak. Engkaulah orang pertama yang paling bertanggung jawab, setelah ibu, untuk melahirkan generasi yang jujur dan beriman, generasi yang bermanfaat untuk umat, agama, dan tanah air. Allah befirman, “Wahai orang-orang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya berupa manusia dan batu. Padanya terdapat malaikat yang kasar dan tegas.” (QS at-Tahrim: 6).
Anak merupakan amanah keluarga yang harus dididik. Bahkan Rasul saw menetapkan satu kekuasaan di dalam rumah. Nabi saw bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ayah di rumah adalah pemimpin dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ibu juga pemimpin dan akan ditanya apa yang dipimpinnya...”
Ketika semua urusan di rumah ditelantarkan tanpa ada penjagaan pemikiran, agama, dan pendidikan sosial, hal ini akan mengantarkan pada kerusakan dalam komunitas Islam. Karena itu, generasi baru datang dalam kondisi tidak paham terhadap agamanya dan tidak tahu tentang imannya. Generasi yang menyimpang jauh menuju sikap berlebihan dalam beragama, keluar dari jamaah, generasi yang fitrahnya sudah berubah.
Di antara contoh pendidikan ideal yang kekal adalah pesan Lukman kepada anaknya. Ia telah dijelaskan di tempat lain dari bagian buku ini. Namun tidak ada salahnya untuk disebutkan lagi meskipun secara singkat. Luqman berkata, “Wahai anakku, janganlah menyekutukan Allah.” (QS Luqman: 13). Ia memulai dengan tauhid. Sang ayah berbicara kepada anaknya dalam Alquran, “Wahai anakku.” Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Ia mengantarkannya kepada inti, kepada keyakinan yang benar. Yaitu beriman kepada Allah Yang Mahaagung. Pasalnya kita tidak menginginkan sikap kufur dan menyimpang dari jalan Allah. Kita adalah umat Muhammad saw. Kita adalah umat Islam. Allah telah memuliakan kita dengan menjadi muslim. Apabila engkau ingin Allah memberimu anak yang salih dan salihah yang bisa mendoakanmu sesudah engkau mati, yang mendoakanmu saat engkau berada di kubur, maka didiklah mereka untuk beriman kepada Allah dan mencintai Rasul saw. Dengan begitu engkau akan berada di salah satu taman sorga di kuburmu. Juga sepeninggalmu ada seorang anak salih yang berdoa untukmu. Ia mengangkat tangan setiap selesai shalat seraya berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah ayahku. Tempatkan ia di sorga. Serta ampunilah ibuku.” Dengan begitu engkau akan memiliki anak perempuan yang senang duduk di atas sajadah sambil mengangkat tangan di penghujung malam. Ia berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah kedua orang tuaku. “Wahai Tuhan kasihilah keduanya sebagaimana keduanya telah mendidikku di waktu kecil.” (QS al-Isra: 34).
Apa yang terjadi jika ayah dan ibu meninggalkan tugasnya? Rumah tersebut akan menjadi terlantar. Anak-anak dengan leluasa menyaksikan saluran televisi yang sebagiannya mengajak untuk membuka aurat, berbuat kerusakan, berbuat nista, dan keluar dari nilai-nilai yang ada. Sebagian lagi menodai agama. Misalnya saluran yang menampilkan acara magic, sihir, perdukunan, ramalan, memerangi iman kepada Allah dan Rasul saw, serta menghancurkan tauhid yang beliau bawa. Lalu kau biarkan mereka masuk ke situs-situs internet yang mereka sukai tanpa ada filter dan penjagaan pemikiran.
Pasalnya, anak cepat terpengaruh oleh kata dan ucapan. Sekarang kita menyaksikan generasi baru yang memiliki paham ekstrim dalam beragama dan keluar dari jamaah. Ia mengambil senjata untuk membunuh kaum mukmin di negerinya karena pemikiran keliru yang masuk ke dalam benaknya. Gambaran agama yang dimiliki menyimpang. Kita temukan pula sejumlah pemuda yang berlepas diri dari agama dengan berkata, “Agama sesuatu yang tidak benar.” Sebab, benih kekufuran telah masuk ke dalam dirinya saat orang tua tidak ada. Entah karena ayahnya tidak tahu, tidak memiliki ilmu, tidak amanah, dan tidak kasihan pada anak-anaknya. Atau bisa juga karena ibunya yang menyimpang dan bodoh.
Karena itu, saat ini wajib memberikan pesan kepada seluruh kaum mukmin dan mukminah agar mereka bertakwa kepada Allah dalam urusan anak dan keturunan mereka. Mereka harus memiliki waktu untuk duduk bersama anak-anak mereka; waktu untuk mengoreksi. Anak melihat bahwa orang yang paling pemberani adalah ayahnya; orang yang paling baik adalah ayahnya, orang yang paling pemurah adalah ayahnya, serta tokoh idola di dunia ini adalah sosok panutan tersebut. Ketika anakmu melihat dirimu menunaikan shalat, menghormati dirinya, membaca kitabullah, serta takut kepada-Nya, maka ia juga akan demikian. Ingatkanlah ia agar tidak menyimpang.
Pesanku, hendaknya kita berpegang pada nasihat Lukman kepada anaknya,“Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Ini terkait dengan sikap memuliakan Allah Swt. “Wahai anakku, sesungguhnya jika ada (perbuatan) seberat biji sawi, lalu ia berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (QS Luqman: 16) Ini adalah pelajaran dalam akidah. Jelaskan kepada anak bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, dan bahwa tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Jika engkau telah membentenginya dari dalam, engkau akan merasa aman.
- See more at: http://alimancenter.com/artikel/buletin/item/779-anakmu-buah-hatimu-1#sthash.bW2zt95a.dpuf
Dalam islam, yaitu dalam Alquran dan Sunnah terdapat pesan khusus terkait dengan anak. Bagaimana engkau mendidik putra putrimu? Bagaimana engkau mengenali mereka? Bagaimana mereka menjadi buah hati? Apakah cukup hanya dengan memberi mereka makan minum dan mengingatkan mereka, lalu membiarkan hati, akal, dan pemikiran mereka? Tidak. Engkaulah orang pertama yang paling bertanggung jawab, setelah ibu, untuk melahirkan generasi yang jujur dan beriman, generasi yang bermanfaat untuk umat, agama, dan tanah air. Allah befirman, “Wahai orang-orang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya berupa manusia dan batu. Padanya terdapat malaikat yang kasar dan tegas.” (QS at-Tahrim: 6).
Anak merupakan amanah keluarga yang harus dididik. Bahkan Rasul saw menetapkan satu kekuasaan di dalam rumah. Nabi saw bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ayah di rumah adalah pemimpin dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ibu juga pemimpin dan akan ditanya apa yang dipimpinnya...”
Ketika semua urusan di rumah ditelantarkan tanpa ada penjagaan pemikiran, agama, dan pendidikan sosial, hal ini akan mengantarkan pada kerusakan dalam komunitas Islam. Karena itu, generasi baru datang dalam kondisi tidak paham terhadap agamanya dan tidak tahu tentang imannya. Generasi yang menyimpang jauh menuju sikap berlebihan dalam beragama, keluar dari jamaah, generasi yang fitrahnya sudah berubah.
Di antara contoh pendidikan ideal yang kekal adalah pesan Lukman kepada anaknya. Ia telah dijelaskan di tempat lain dari bagian buku ini. Namun tidak ada salahnya untuk disebutkan lagi meskipun secara singkat. Luqman berkata, “Wahai anakku, janganlah menyekutukan Allah.” (QS Luqman: 13). Ia memulai dengan tauhid. Sang ayah berbicara kepada anaknya dalam Alquran, “Wahai anakku.” Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Ia mengantarkannya kepada inti, kepada keyakinan yang benar. Yaitu beriman kepada Allah Yang Mahaagung. Pasalnya kita tidak menginginkan sikap kufur dan menyimpang dari jalan Allah. Kita adalah umat Muhammad saw. Kita adalah umat Islam. Allah telah memuliakan kita dengan menjadi muslim. Apabila engkau ingin Allah memberimu anak yang salih dan salihah yang bisa mendoakanmu sesudah engkau mati, yang mendoakanmu saat engkau berada di kubur, maka didiklah mereka untuk beriman kepada Allah dan mencintai Rasul saw. Dengan begitu engkau akan berada di salah satu taman sorga di kuburmu. Juga sepeninggalmu ada seorang anak salih yang berdoa untukmu. Ia mengangkat tangan setiap selesai shalat seraya berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah ayahku. Tempatkan ia di sorga. Serta ampunilah ibuku.” Dengan begitu engkau akan memiliki anak perempuan yang senang duduk di atas sajadah sambil mengangkat tangan di penghujung malam. Ia berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah kedua orang tuaku. “Wahai Tuhan kasihilah keduanya sebagaimana keduanya telah mendidikku di waktu kecil.” (QS al-Isra: 34).
Apa yang terjadi jika ayah dan ibu meninggalkan tugasnya? Rumah tersebut akan menjadi terlantar. Anak-anak dengan leluasa menyaksikan saluran televisi yang sebagiannya mengajak untuk membuka aurat, berbuat kerusakan, berbuat nista, dan keluar dari nilai-nilai yang ada. Sebagian lagi menodai agama. Misalnya saluran yang menampilkan acara magic, sihir, perdukunan, ramalan, memerangi iman kepada Allah dan Rasul saw, serta menghancurkan tauhid yang beliau bawa. Lalu kau biarkan mereka masuk ke situs-situs internet yang mereka sukai tanpa ada filter dan penjagaan pemikiran.
Pasalnya, anak cepat terpengaruh oleh kata dan ucapan. Sekarang kita menyaksikan generasi baru yang memiliki paham ekstrim dalam beragama dan keluar dari jamaah. Ia mengambil senjata untuk membunuh kaum mukmin di negerinya karena pemikiran keliru yang masuk ke dalam benaknya. Gambaran agama yang dimiliki menyimpang. Kita temukan pula sejumlah pemuda yang berlepas diri dari agama dengan berkata, “Agama sesuatu yang tidak benar.” Sebab, benih kekufuran telah masuk ke dalam dirinya saat orang tua tidak ada. Entah karena ayahnya tidak tahu, tidak memiliki ilmu, tidak amanah, dan tidak kasihan pada anak-anaknya. Atau bisa juga karena ibunya yang menyimpang dan bodoh.
Karena itu, saat ini wajib memberikan pesan kepada seluruh kaum mukmin dan mukminah agar mereka bertakwa kepada Allah dalam urusan anak dan keturunan mereka. Mereka harus memiliki waktu untuk duduk bersama anak-anak mereka; waktu untuk mengoreksi. Anak melihat bahwa orang yang paling pemberani adalah ayahnya; orang yang paling baik adalah ayahnya, orang yang paling pemurah adalah ayahnya, serta tokoh idola di dunia ini adalah sosok panutan tersebut. Ketika anakmu melihat dirimu menunaikan shalat, menghormati dirinya, membaca kitabullah, serta takut kepada-Nya, maka ia juga akan demikian. Ingatkanlah ia agar tidak menyimpang.
Pesanku, hendaknya kita berpegang pada nasihat Lukman kepada anaknya,“Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Ini terkait dengan sikap memuliakan Allah Swt. “Wahai anakku, sesungguhnya jika ada (perbuatan) seberat biji sawi, lalu ia berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (QS Luqman: 16) Ini adalah pelajaran dalam akidah. Jelaskan kepada anak bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, dan bahwa tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Jika engkau telah membentenginya dari dalam, engkau akan merasa aman.
- See more at: http://alimancenter.com/artikel/buletin/item/779-anakmu-buah-hatimu-1#sthash.bW2zt95a.dpuf
Sekarang
kita akan berbicara tentang sesuatu yang sangat penting. Yaitu tema
pendidikan masyarakat islami. Tema yang menyangkut keluarga. Tema
tentang rumah. Yaitu pendidikan anak yang merupakan generasi baru dan
generasi masa depan. Mereka yang dinantikan bisa membawa kebaikan untuk
agama, umat, dan tanah air. Anak-anak merupakan amanah yang berada di
pundak kita semua.
Dalam islam, yaitu dalam Alquran dan Sunnah terdapat pesan khusus terkait dengan anak. Bagaimana engkau mendidik putra putrimu? Bagaimana engkau mengenali mereka? Bagaimana mereka menjadi buah hati? Apakah cukup hanya dengan memberi mereka makan minum dan mengingatkan mereka, lalu membiarkan hati, akal, dan pemikiran mereka? Tidak. Engkaulah orang pertama yang paling bertanggung jawab, setelah ibu, untuk melahirkan generasi yang jujur dan beriman, generasi yang bermanfaat untuk umat, agama, dan tanah air. Allah befirman, “Wahai orang-orang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya berupa manusia dan batu. Padanya terdapat malaikat yang kasar dan tegas.” (QS at-Tahrim: 6).
Anak merupakan amanah keluarga yang harus dididik. Bahkan Rasul saw menetapkan satu kekuasaan di dalam rumah. Nabi saw bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ayah di rumah adalah pemimpin dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ibu juga pemimpin dan akan ditanya apa yang dipimpinnya...”
Ketika semua urusan di rumah ditelantarkan tanpa ada penjagaan pemikiran, agama, dan pendidikan sosial, hal ini akan mengantarkan pada kerusakan dalam komunitas Islam. Karena itu, generasi baru datang dalam kondisi tidak paham terhadap agamanya dan tidak tahu tentang imannya. Generasi yang menyimpang jauh menuju sikap berlebihan dalam beragama, keluar dari jamaah, generasi yang fitrahnya sudah berubah.
Di antara contoh pendidikan ideal yang kekal adalah pesan Lukman kepada anaknya. Ia telah dijelaskan di tempat lain dari bagian buku ini. Namun tidak ada salahnya untuk disebutkan lagi meskipun secara singkat. Luqman berkata, “Wahai anakku, janganlah menyekutukan Allah.” (QS Luqman: 13). Ia memulai dengan tauhid. Sang ayah berbicara kepada anaknya dalam Alquran, “Wahai anakku.” Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Ia mengantarkannya kepada inti, kepada keyakinan yang benar. Yaitu beriman kepada Allah Yang Mahaagung. Pasalnya kita tidak menginginkan sikap kufur dan menyimpang dari jalan Allah. Kita adalah umat Muhammad saw. Kita adalah umat Islam. Allah telah memuliakan kita dengan menjadi muslim. Apabila engkau ingin Allah memberimu anak yang salih dan salihah yang bisa mendoakanmu sesudah engkau mati, yang mendoakanmu saat engkau berada di kubur, maka didiklah mereka untuk beriman kepada Allah dan mencintai Rasul saw. Dengan begitu engkau akan berada di salah satu taman sorga di kuburmu. Juga sepeninggalmu ada seorang anak salih yang berdoa untukmu. Ia mengangkat tangan setiap selesai shalat seraya berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah ayahku. Tempatkan ia di sorga. Serta ampunilah ibuku.” Dengan begitu engkau akan memiliki anak perempuan yang senang duduk di atas sajadah sambil mengangkat tangan di penghujung malam. Ia berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah kedua orang tuaku. “Wahai Tuhan kasihilah keduanya sebagaimana keduanya telah mendidikku di waktu kecil.” (QS al-Isra: 34).
Apa yang terjadi jika ayah dan ibu meninggalkan tugasnya? Rumah tersebut akan menjadi terlantar. Anak-anak dengan leluasa menyaksikan saluran televisi yang sebagiannya mengajak untuk membuka aurat, berbuat kerusakan, berbuat nista, dan keluar dari nilai-nilai yang ada. Sebagian lagi menodai agama. Misalnya saluran yang menampilkan acara magic, sihir, perdukunan, ramalan, memerangi iman kepada Allah dan Rasul saw, serta menghancurkan tauhid yang beliau bawa. Lalu kau biarkan mereka masuk ke situs-situs internet yang mereka sukai tanpa ada filter dan penjagaan pemikiran.
Pasalnya, anak cepat terpengaruh oleh kata dan ucapan. Sekarang kita menyaksikan generasi baru yang memiliki paham ekstrim dalam beragama dan keluar dari jamaah. Ia mengambil senjata untuk membunuh kaum mukmin di negerinya karena pemikiran keliru yang masuk ke dalam benaknya. Gambaran agama yang dimiliki menyimpang. Kita temukan pula sejumlah pemuda yang berlepas diri dari agama dengan berkata, “Agama sesuatu yang tidak benar.” Sebab, benih kekufuran telah masuk ke dalam dirinya saat orang tua tidak ada. Entah karena ayahnya tidak tahu, tidak memiliki ilmu, tidak amanah, dan tidak kasihan pada anak-anaknya. Atau bisa juga karena ibunya yang menyimpang dan bodoh.
Karena itu, saat ini wajib memberikan pesan kepada seluruh kaum mukmin dan mukminah agar mereka bertakwa kepada Allah dalam urusan anak dan keturunan mereka. Mereka harus memiliki waktu untuk duduk bersama anak-anak mereka; waktu untuk mengoreksi. Anak melihat bahwa orang yang paling pemberani adalah ayahnya; orang yang paling baik adalah ayahnya, orang yang paling pemurah adalah ayahnya, serta tokoh idola di dunia ini adalah sosok panutan tersebut. Ketika anakmu melihat dirimu menunaikan shalat, menghormati dirinya, membaca kitabullah, serta takut kepada-Nya, maka ia juga akan demikian. Ingatkanlah ia agar tidak menyimpang.
Pesanku, hendaknya kita berpegang pada nasihat Lukman kepada anaknya,“Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Ini terkait dengan sikap memuliakan Allah Swt. “Wahai anakku, sesungguhnya jika ada (perbuatan) seberat biji sawi, lalu ia berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (QS Luqman: 16) Ini adalah pelajaran dalam akidah. Jelaskan kepada anak bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, dan bahwa tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Jika engkau telah membentenginya dari dalam, engkau akan merasa aman.
- See more at: http://alimancenter.com/artikel/buletin/item/779-anakmu-buah-hatimu-1#sthash.bW2zt95a.dpuf
Dalam islam, yaitu dalam Alquran dan Sunnah terdapat pesan khusus terkait dengan anak. Bagaimana engkau mendidik putra putrimu? Bagaimana engkau mengenali mereka? Bagaimana mereka menjadi buah hati? Apakah cukup hanya dengan memberi mereka makan minum dan mengingatkan mereka, lalu membiarkan hati, akal, dan pemikiran mereka? Tidak. Engkaulah orang pertama yang paling bertanggung jawab, setelah ibu, untuk melahirkan generasi yang jujur dan beriman, generasi yang bermanfaat untuk umat, agama, dan tanah air. Allah befirman, “Wahai orang-orang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya berupa manusia dan batu. Padanya terdapat malaikat yang kasar dan tegas.” (QS at-Tahrim: 6).
Anak merupakan amanah keluarga yang harus dididik. Bahkan Rasul saw menetapkan satu kekuasaan di dalam rumah. Nabi saw bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ayah di rumah adalah pemimpin dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ibu juga pemimpin dan akan ditanya apa yang dipimpinnya...”
Ketika semua urusan di rumah ditelantarkan tanpa ada penjagaan pemikiran, agama, dan pendidikan sosial, hal ini akan mengantarkan pada kerusakan dalam komunitas Islam. Karena itu, generasi baru datang dalam kondisi tidak paham terhadap agamanya dan tidak tahu tentang imannya. Generasi yang menyimpang jauh menuju sikap berlebihan dalam beragama, keluar dari jamaah, generasi yang fitrahnya sudah berubah.
Di antara contoh pendidikan ideal yang kekal adalah pesan Lukman kepada anaknya. Ia telah dijelaskan di tempat lain dari bagian buku ini. Namun tidak ada salahnya untuk disebutkan lagi meskipun secara singkat. Luqman berkata, “Wahai anakku, janganlah menyekutukan Allah.” (QS Luqman: 13). Ia memulai dengan tauhid. Sang ayah berbicara kepada anaknya dalam Alquran, “Wahai anakku.” Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Ia mengantarkannya kepada inti, kepada keyakinan yang benar. Yaitu beriman kepada Allah Yang Mahaagung. Pasalnya kita tidak menginginkan sikap kufur dan menyimpang dari jalan Allah. Kita adalah umat Muhammad saw. Kita adalah umat Islam. Allah telah memuliakan kita dengan menjadi muslim. Apabila engkau ingin Allah memberimu anak yang salih dan salihah yang bisa mendoakanmu sesudah engkau mati, yang mendoakanmu saat engkau berada di kubur, maka didiklah mereka untuk beriman kepada Allah dan mencintai Rasul saw. Dengan begitu engkau akan berada di salah satu taman sorga di kuburmu. Juga sepeninggalmu ada seorang anak salih yang berdoa untukmu. Ia mengangkat tangan setiap selesai shalat seraya berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah ayahku. Tempatkan ia di sorga. Serta ampunilah ibuku.” Dengan begitu engkau akan memiliki anak perempuan yang senang duduk di atas sajadah sambil mengangkat tangan di penghujung malam. Ia berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah kedua orang tuaku. “Wahai Tuhan kasihilah keduanya sebagaimana keduanya telah mendidikku di waktu kecil.” (QS al-Isra: 34).
Apa yang terjadi jika ayah dan ibu meninggalkan tugasnya? Rumah tersebut akan menjadi terlantar. Anak-anak dengan leluasa menyaksikan saluran televisi yang sebagiannya mengajak untuk membuka aurat, berbuat kerusakan, berbuat nista, dan keluar dari nilai-nilai yang ada. Sebagian lagi menodai agama. Misalnya saluran yang menampilkan acara magic, sihir, perdukunan, ramalan, memerangi iman kepada Allah dan Rasul saw, serta menghancurkan tauhid yang beliau bawa. Lalu kau biarkan mereka masuk ke situs-situs internet yang mereka sukai tanpa ada filter dan penjagaan pemikiran.
Pasalnya, anak cepat terpengaruh oleh kata dan ucapan. Sekarang kita menyaksikan generasi baru yang memiliki paham ekstrim dalam beragama dan keluar dari jamaah. Ia mengambil senjata untuk membunuh kaum mukmin di negerinya karena pemikiran keliru yang masuk ke dalam benaknya. Gambaran agama yang dimiliki menyimpang. Kita temukan pula sejumlah pemuda yang berlepas diri dari agama dengan berkata, “Agama sesuatu yang tidak benar.” Sebab, benih kekufuran telah masuk ke dalam dirinya saat orang tua tidak ada. Entah karena ayahnya tidak tahu, tidak memiliki ilmu, tidak amanah, dan tidak kasihan pada anak-anaknya. Atau bisa juga karena ibunya yang menyimpang dan bodoh.
Karena itu, saat ini wajib memberikan pesan kepada seluruh kaum mukmin dan mukminah agar mereka bertakwa kepada Allah dalam urusan anak dan keturunan mereka. Mereka harus memiliki waktu untuk duduk bersama anak-anak mereka; waktu untuk mengoreksi. Anak melihat bahwa orang yang paling pemberani adalah ayahnya; orang yang paling baik adalah ayahnya, orang yang paling pemurah adalah ayahnya, serta tokoh idola di dunia ini adalah sosok panutan tersebut. Ketika anakmu melihat dirimu menunaikan shalat, menghormati dirinya, membaca kitabullah, serta takut kepada-Nya, maka ia juga akan demikian. Ingatkanlah ia agar tidak menyimpang.
Pesanku, hendaknya kita berpegang pada nasihat Lukman kepada anaknya,“Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Ini terkait dengan sikap memuliakan Allah Swt. “Wahai anakku, sesungguhnya jika ada (perbuatan) seberat biji sawi, lalu ia berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (QS Luqman: 16) Ini adalah pelajaran dalam akidah. Jelaskan kepada anak bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, dan bahwa tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Jika engkau telah membentenginya dari dalam, engkau akan merasa aman.
- See more at: http://alimancenter.com/artikel/buletin/item/779-anakmu-buah-hatimu-1#sthash.bW2zt95a.dpuf
Sekarang
kita akan berbicara tentang sesuatu yang sangat penting. Yaitu tema
pendidikan masyarakat islami. Tema yang menyangkut keluarga. Tema
tentang rumah. Yaitu pendidikan anak yang merupakan generasi baru dan
generasi masa depan. Mereka yang dinantikan bisa membawa kebaikan untuk
agama, umat, dan tanah air. Anak-anak merupakan amanah yang berada di
pundak kita semua.
Dalam islam, yaitu dalam Alquran dan Sunnah terdapat pesan khusus terkait dengan anak. Bagaimana engkau mendidik putra putrimu? Bagaimana engkau mengenali mereka? Bagaimana mereka menjadi buah hati? Apakah cukup hanya dengan memberi mereka makan minum dan mengingatkan mereka, lalu membiarkan hati, akal, dan pemikiran mereka? Tidak. Engkaulah orang pertama yang paling bertanggung jawab, setelah ibu, untuk melahirkan generasi yang jujur dan beriman, generasi yang bermanfaat untuk umat, agama, dan tanah air. Allah befirman, “Wahai orang-orang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya berupa manusia dan batu. Padanya terdapat malaikat yang kasar dan tegas.” (QS at-Tahrim: 6).
Anak merupakan amanah keluarga yang harus dididik. Bahkan Rasul saw menetapkan satu kekuasaan di dalam rumah. Nabi saw bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ayah di rumah adalah pemimpin dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ibu juga pemimpin dan akan ditanya apa yang dipimpinnya...”
Ketika semua urusan di rumah ditelantarkan tanpa ada penjagaan pemikiran, agama, dan pendidikan sosial, hal ini akan mengantarkan pada kerusakan dalam komunitas Islam. Karena itu, generasi baru datang dalam kondisi tidak paham terhadap agamanya dan tidak tahu tentang imannya. Generasi yang menyimpang jauh menuju sikap berlebihan dalam beragama, keluar dari jamaah, generasi yang fitrahnya sudah berubah.
Di antara contoh pendidikan ideal yang kekal adalah pesan Lukman kepada anaknya. Ia telah dijelaskan di tempat lain dari bagian buku ini. Namun tidak ada salahnya untuk disebutkan lagi meskipun secara singkat. Luqman berkata, “Wahai anakku, janganlah menyekutukan Allah.” (QS Luqman: 13). Ia memulai dengan tauhid. Sang ayah berbicara kepada anaknya dalam Alquran, “Wahai anakku.” Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Ia mengantarkannya kepada inti, kepada keyakinan yang benar. Yaitu beriman kepada Allah Yang Mahaagung. Pasalnya kita tidak menginginkan sikap kufur dan menyimpang dari jalan Allah. Kita adalah umat Muhammad saw. Kita adalah umat Islam. Allah telah memuliakan kita dengan menjadi muslim. Apabila engkau ingin Allah memberimu anak yang salih dan salihah yang bisa mendoakanmu sesudah engkau mati, yang mendoakanmu saat engkau berada di kubur, maka didiklah mereka untuk beriman kepada Allah dan mencintai Rasul saw. Dengan begitu engkau akan berada di salah satu taman sorga di kuburmu. Juga sepeninggalmu ada seorang anak salih yang berdoa untukmu. Ia mengangkat tangan setiap selesai shalat seraya berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah ayahku. Tempatkan ia di sorga. Serta ampunilah ibuku.” Dengan begitu engkau akan memiliki anak perempuan yang senang duduk di atas sajadah sambil mengangkat tangan di penghujung malam. Ia berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah kedua orang tuaku. “Wahai Tuhan kasihilah keduanya sebagaimana keduanya telah mendidikku di waktu kecil.” (QS al-Isra: 34).
Apa yang terjadi jika ayah dan ibu meninggalkan tugasnya? Rumah tersebut akan menjadi terlantar. Anak-anak dengan leluasa menyaksikan saluran televisi yang sebagiannya mengajak untuk membuka aurat, berbuat kerusakan, berbuat nista, dan keluar dari nilai-nilai yang ada. Sebagian lagi menodai agama. Misalnya saluran yang menampilkan acara magic, sihir, perdukunan, ramalan, memerangi iman kepada Allah dan Rasul saw, serta menghancurkan tauhid yang beliau bawa. Lalu kau biarkan mereka masuk ke situs-situs internet yang mereka sukai tanpa ada filter dan penjagaan pemikiran.
Pasalnya, anak cepat terpengaruh oleh kata dan ucapan. Sekarang kita menyaksikan generasi baru yang memiliki paham ekstrim dalam beragama dan keluar dari jamaah. Ia mengambil senjata untuk membunuh kaum mukmin di negerinya karena pemikiran keliru yang masuk ke dalam benaknya. Gambaran agama yang dimiliki menyimpang. Kita temukan pula sejumlah pemuda yang berlepas diri dari agama dengan berkata, “Agama sesuatu yang tidak benar.” Sebab, benih kekufuran telah masuk ke dalam dirinya saat orang tua tidak ada. Entah karena ayahnya tidak tahu, tidak memiliki ilmu, tidak amanah, dan tidak kasihan pada anak-anaknya. Atau bisa juga karena ibunya yang menyimpang dan bodoh.
Karena itu, saat ini wajib memberikan pesan kepada seluruh kaum mukmin dan mukminah agar mereka bertakwa kepada Allah dalam urusan anak dan keturunan mereka. Mereka harus memiliki waktu untuk duduk bersama anak-anak mereka; waktu untuk mengoreksi. Anak melihat bahwa orang yang paling pemberani adalah ayahnya; orang yang paling baik adalah ayahnya, orang yang paling pemurah adalah ayahnya, serta tokoh idola di dunia ini adalah sosok panutan tersebut. Ketika anakmu melihat dirimu menunaikan shalat, menghormati dirinya, membaca kitabullah, serta takut kepada-Nya, maka ia juga akan demikian. Ingatkanlah ia agar tidak menyimpang.
Pesanku, hendaknya kita berpegang pada nasihat Lukman kepada anaknya,“Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Ini terkait dengan sikap memuliakan Allah Swt. “Wahai anakku, sesungguhnya jika ada (perbuatan) seberat biji sawi, lalu ia berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (QS Luqman: 16) Ini adalah pelajaran dalam akidah. Jelaskan kepada anak bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, dan bahwa tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Jika engkau telah membentenginya dari dalam, engkau akan merasa aman.
- See more at: http://alimancenter.com/artikel/buletin/item/779-anakmu-buah-hatimu-1#sthash.bW2zt95a.dpuf
Dalam islam, yaitu dalam Alquran dan Sunnah terdapat pesan khusus terkait dengan anak. Bagaimana engkau mendidik putra putrimu? Bagaimana engkau mengenali mereka? Bagaimana mereka menjadi buah hati? Apakah cukup hanya dengan memberi mereka makan minum dan mengingatkan mereka, lalu membiarkan hati, akal, dan pemikiran mereka? Tidak. Engkaulah orang pertama yang paling bertanggung jawab, setelah ibu, untuk melahirkan generasi yang jujur dan beriman, generasi yang bermanfaat untuk umat, agama, dan tanah air. Allah befirman, “Wahai orang-orang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya berupa manusia dan batu. Padanya terdapat malaikat yang kasar dan tegas.” (QS at-Tahrim: 6).
Anak merupakan amanah keluarga yang harus dididik. Bahkan Rasul saw menetapkan satu kekuasaan di dalam rumah. Nabi saw bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ayah di rumah adalah pemimpin dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Ibu juga pemimpin dan akan ditanya apa yang dipimpinnya...”
Ketika semua urusan di rumah ditelantarkan tanpa ada penjagaan pemikiran, agama, dan pendidikan sosial, hal ini akan mengantarkan pada kerusakan dalam komunitas Islam. Karena itu, generasi baru datang dalam kondisi tidak paham terhadap agamanya dan tidak tahu tentang imannya. Generasi yang menyimpang jauh menuju sikap berlebihan dalam beragama, keluar dari jamaah, generasi yang fitrahnya sudah berubah.
Di antara contoh pendidikan ideal yang kekal adalah pesan Lukman kepada anaknya. Ia telah dijelaskan di tempat lain dari bagian buku ini. Namun tidak ada salahnya untuk disebutkan lagi meskipun secara singkat. Luqman berkata, “Wahai anakku, janganlah menyekutukan Allah.” (QS Luqman: 13). Ia memulai dengan tauhid. Sang ayah berbicara kepada anaknya dalam Alquran, “Wahai anakku.” Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Ia mengantarkannya kepada inti, kepada keyakinan yang benar. Yaitu beriman kepada Allah Yang Mahaagung. Pasalnya kita tidak menginginkan sikap kufur dan menyimpang dari jalan Allah. Kita adalah umat Muhammad saw. Kita adalah umat Islam. Allah telah memuliakan kita dengan menjadi muslim. Apabila engkau ingin Allah memberimu anak yang salih dan salihah yang bisa mendoakanmu sesudah engkau mati, yang mendoakanmu saat engkau berada di kubur, maka didiklah mereka untuk beriman kepada Allah dan mencintai Rasul saw. Dengan begitu engkau akan berada di salah satu taman sorga di kuburmu. Juga sepeninggalmu ada seorang anak salih yang berdoa untukmu. Ia mengangkat tangan setiap selesai shalat seraya berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah ayahku. Tempatkan ia di sorga. Serta ampunilah ibuku.” Dengan begitu engkau akan memiliki anak perempuan yang senang duduk di atas sajadah sambil mengangkat tangan di penghujung malam. Ia berdoa, “Wahai Tuhan, ampunilah kedua orang tuaku. “Wahai Tuhan kasihilah keduanya sebagaimana keduanya telah mendidikku di waktu kecil.” (QS al-Isra: 34).
Apa yang terjadi jika ayah dan ibu meninggalkan tugasnya? Rumah tersebut akan menjadi terlantar. Anak-anak dengan leluasa menyaksikan saluran televisi yang sebagiannya mengajak untuk membuka aurat, berbuat kerusakan, berbuat nista, dan keluar dari nilai-nilai yang ada. Sebagian lagi menodai agama. Misalnya saluran yang menampilkan acara magic, sihir, perdukunan, ramalan, memerangi iman kepada Allah dan Rasul saw, serta menghancurkan tauhid yang beliau bawa. Lalu kau biarkan mereka masuk ke situs-situs internet yang mereka sukai tanpa ada filter dan penjagaan pemikiran.
Pasalnya, anak cepat terpengaruh oleh kata dan ucapan. Sekarang kita menyaksikan generasi baru yang memiliki paham ekstrim dalam beragama dan keluar dari jamaah. Ia mengambil senjata untuk membunuh kaum mukmin di negerinya karena pemikiran keliru yang masuk ke dalam benaknya. Gambaran agama yang dimiliki menyimpang. Kita temukan pula sejumlah pemuda yang berlepas diri dari agama dengan berkata, “Agama sesuatu yang tidak benar.” Sebab, benih kekufuran telah masuk ke dalam dirinya saat orang tua tidak ada. Entah karena ayahnya tidak tahu, tidak memiliki ilmu, tidak amanah, dan tidak kasihan pada anak-anaknya. Atau bisa juga karena ibunya yang menyimpang dan bodoh.
Karena itu, saat ini wajib memberikan pesan kepada seluruh kaum mukmin dan mukminah agar mereka bertakwa kepada Allah dalam urusan anak dan keturunan mereka. Mereka harus memiliki waktu untuk duduk bersama anak-anak mereka; waktu untuk mengoreksi. Anak melihat bahwa orang yang paling pemberani adalah ayahnya; orang yang paling baik adalah ayahnya, orang yang paling pemurah adalah ayahnya, serta tokoh idola di dunia ini adalah sosok panutan tersebut. Ketika anakmu melihat dirimu menunaikan shalat, menghormati dirinya, membaca kitabullah, serta takut kepada-Nya, maka ia juga akan demikian. Ingatkanlah ia agar tidak menyimpang.
Pesanku, hendaknya kita berpegang pada nasihat Lukman kepada anaknya,“Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Ini terkait dengan sikap memuliakan Allah Swt. “Wahai anakku, sesungguhnya jika ada (perbuatan) seberat biji sawi, lalu ia berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (QS Luqman: 16) Ini adalah pelajaran dalam akidah. Jelaskan kepada anak bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, dan bahwa tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Jika engkau telah membentenginya dari dalam, engkau akan merasa aman.
- See more at: http://alimancenter.com/artikel/buletin/item/779-anakmu-buah-hatimu-1#sthash.bW2zt95a.dpuf
No comments:
Post a Comment