Edisi 324/ Februari 2015/ Jumadil Ula 1436H
Oleh: Ustadz Fauzy Bahreisy
Kalau kita membaca
Al Qur’an ada satu fakta dan kenyataan yang Allah tegaskan yaitu, bahwa umat
ini, umat Islam, telah ditempatkan pada kedudukan yang mulia oleh Allah swt.
Allah berfirman:
“... Kalian adalah umat terbaik ...” (QS Ali
Imran: 110)
“... Kalian adalah umat pertengahan ...” (QS
Al Baqarah: 143)
Kedua ayat di atas
menegaskan bahwa umat Islam adalah soko guru bagi seluruh alam. Posisi ini
bukan pilihan manusia. Akan tetapi, ia adalah pilihan Allah. Allah yang memilih
umat ini menjadi umat yang mulia dan istimewa.
Karena itu
kemuliaan dan keistimewaan tersebut harus terwujud dan terlihat pada
identitasnya yakni, pada akidah, ibadah, akhlak dan tampilan mereka. Allah
tidak ingin umat ini menjadi pengekor. Allah berfirman, “Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian seperti orang-orang kafir
...” (QS Ali Imran: 156).
Misalnya dalam
masalah kiblat. Tadinya shalat menghadap Masjidil Aqsha. Namun kemudian, Allah
kabulkan keinginan Nabi saw dengan merubah kiblat umat Islam sehingga mereka
menghadap ke Ka’bah Baitullah.
Contoh lain dalam masalah
penanda masuknya waktu shalat. Ada sahabat yang mengusulkan penggunaan
terompet. Ada yang mengusulkan penggunaan api. Ada pula yang mengusulkan
penggunaan lonceng. Tapi semua itu ditolak oleh Rasul saw lantaran identik
dengan umat lain. Lalu beliau mengajari Bilal lafal azan yang kita kenal sampai
sekarang.
Demikian pula dalam
urusan hari raya, puasa, dan banyak urusan lainnya. Nabi saw mengajari umat ini
untuk tampil beda dan istimewa sesuai dengan kemuliaan yang Allah berikan kepada
mereka.
Namun, perjalanan
waktu membalikkan kondisi yang ada. Umat ini mulai meninggalkan ajarannya.
Mulai meninggalkan identitas mereka. Ini persis seperti peringatan Nabi saw:
Dari Abu Sa’id
(al-Khudry) bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh
kalian akan mengikuti sunnah (cara-cara) orang-orang sebelum kalian,
sejengkal-demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga andaikan mereka masuk ke
lubang masuk ‘dlobb’ (binatang khusus padang sahara sejenis biawak-red),
niscaya kalian akan memasukinya pula”. Kami (para shahabat) bertanya, “Wahai
Rasulullah! (mereka itu) orang-orang Yahudi dan Nashrani?”. Beliau bersabda:
“Siapa lagi (kalau bukan mereka-red)” (HR. Bukhari).
Bayangkan beliau
menggambarkan umat yang demikian jatuh dan merosot sehingga mengikuti sesuatu
yang tidak rasional dan tidak masuk akal. Umat ini mencontoh dan mengikuti
kenistaan yang mereka lakukan.
Hal ini bisa
dilihat dari agamanya, budayanya, pakaiannya, aktivitasnya, pergaulan bebasnya,
hura-huranya, pestanya, hiburannya, dan seterusnya. Padahal Babi bersabda,
“Siapa yang yang menyerupai satu kaum, ia termasuk dari kaum tersebut.”
Lalu mana umat
terbaik yang dibanggakan itu? Di mana umat pilihan itu berada? Mana ciri dari
umat Muhammad saw tsb? Mana ajaran beliau dalam kehidupan?
Apakah beliau ridho
dengan kondisi ini? Apakah tidak malu menisbatkan diri pada beliau sementara
tingkah laku kita berlawanan?
Alih-alih mengajari
malah kita yang diajari. Alih-alih menjadi contoh malah kita yang mencontoh.
Semoga Allah mengembalikan kita, umat Islam, pada kemuliaan dengan kembali
menegakkan ajaran Allah dan Sunnah Nabi saw. Mari kita tunjukkan bahwa kita
adalah muslim sejati.
Ishyaduu bianna muslimun...
*diambil dari artikel Buletin Al Iman (www.alimancenter.com)
No comments:
Post a Comment