Berapa
lama waktu untuk qashar shalat? Kalau masih dalam perjalanan, jelas
boleh meng-qashar shalat terus menerus meski untuk waktu yang lama. Namun
bagaimana jika beberapa waktu sudah mukim di negeri tujuan?
Disebutkan dalam Majmu’ Al Fatawa karya Ibnu Taimiyah:
Ada seseorang yang ingin bersafar ke suatu tempat. Maksud dia adalah
untuk bermukim di tempat tersebut selama sebulan atau lebih. Apakah
shalatnya dikerjakan tamaam (sempurna yaitu empat raka’at untuk shalat ruba’iyyah) ataukah di-qashar (menjadi dua raka’at untuk shalat ruba’iyyah)?
Jawaban Ibnu Taimiyah rahimahullah:
Jika seseorang berniat mukim selama empat hari atau kurang dari itu,
shalatnya boleh diqashar. Sebagaimana yang dipraktekkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu beliau mengerjakan shalat di Makkah kala beliau mukim empat hari di sana. Saat itu beliau meng-qashar shalat.
Adapun jika mukimnya lebih dari empat hari, para ulama berselisih
pendapat. Yang lebih hati-hati adalah mengerjakan shalat secara sempurna
(tamaam) yaitu shalat yang empat raka’at tetap dikerjakan empat raka’at.
Sedangkan jika ia mengatakan, “Besok aku akan bersafar lagi” atau ia
berkata bahwa setelah besok, dia akan bersafar lagi dan ia tidak berniat
untuk mukim, maka ia boleh terus-terusan meng-qashar shalat. Karena Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah tinggal di Makkah selama sepuluhan hari dan beliau meng-qashar shalat. Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetap di Tabuk selama 20 malam, ketika itu beliau meng-qashar shalat. Wallahu a’lam. (Majmu’ Al Fatawa, 24: 17)
Kesimpulannya:
1- Jika niatannya mukim selama empat hari atau kurang dari itu, selama itu boleh meng-qashar shalat.
2- Jika niatannya mukim lebih dari empat hari, hati-hatinya shalatnya
dikerjakan secara sempurna (tidak diqashar). Inilah pendapat jumhur
atau mayoritas ulama dari ulama Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hambali.
Di antara dalil yang digunakan oleh jumhur ulama adalah hadits Al
‘Alaa’ bin Al Hadhromi, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُقِيمُ الْمُهَاجِرُ بِمَكَّةَ بَعْدَ قَضَاءِ نُسُكِهِ ثَلاَثًا
“Orang Muhajirin bermukim selama tiga hari di Makkah setelah menunaikan manasiknya.” (HR. Muslim no. 1352).
Ulama Syafi’iyyah berdalil bahwa seorang musafir yang mukim selama
tiga hari tidaklah berlaku hukum mukim. Orang yang seperti itu tetap
masih dikenakan hukum musafir. Ulama Syafi’iyyah menyatakan bahwa jika
musafir berniat mukim di suatu negeri selama tiga hari, selain dari hari
ia masuk atau keluar dari negeri tersebut, boleh baginya mengambil
keringanan saat safar, yaitu meng-qashar shalat, tidak berpuasa dan
keringanan lainnya. Tidak berlaku baginya hukum mukim. (Lihat Syarh Shahih Muslim, 9: 108)
3- Jika masih dalam perjalanan safar atau tidak berniat untuk mukim
(misal berkata: besok aku akan bersafar lagi), selama itu boleh
mengqashar shalat meski untuk waktu yang lama.
Wallahu a’lam bish showwab, wallahu waliyyut taufiq.
Referensi:
- Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibni Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.
- Majmu’ah Al Fatawa, Ahmad bin Taimiyah Al Haroni (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah), terbitan Darul Wafa’, cetakan keempat, tahun 1432 H.
- Shahih Fiqh As Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim, terbitan Al Maktabah At Taufiqiyyah.
—
Selesai disusun Jumat pagi penuh berkah, 5 Rajab 1436 H di Darush Sholihin Panggang GK
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
*diambil dari Artikel Rumaysho.Com
No comments:
Post a Comment