Pada pertemuan lalu kita sudah memulai
pembahasan tentang beberapa momen khusus disunnahkan membaca istighfar.
Berikut kelanjutannya:
Keempat: Di waktu sahur
Ini adalah salah satu waktu yang amat dianjurkan bagi kita untuk memperbanyak bacaan istighfar. Allah ta’ala menjelaskan salah satu sifat kaum mukminin, “Di waktu sahur mereka memohon ampunan (kepada Allah)”. QS. Adz-Dzariyat (51): 18.
“يَنْزِلُ رَبُّناَ -تَبَارَكَ وَتَعَالَى- كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا، حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْأَخِيْرِ، فَيَقُوْلُ: “مَنْ يَدْعُوْنيِ فَأَسْتَجِيْبُ لَهُ؟ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ؟ مَنْ يَسْتَغْفِرُنيِ فَأَغْفِر لَهُ؟”.
“Allah tabaraka wa ta’ala turun ke
langit dunia setiap malam saat tersisa sepertiga malam terakhir. Dia
berfirman, “Adakah yang berdoa pada-Ku; niscaya akan Kukabulkan? Adakah
yang meminta pada-Ku; niscaya akan Kuberi? Adakah yang beristighfar
pada-Ku, niscaya akan Kuampuni?”. HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
Kelima: Di akhir majlis
Nabi shallallahu’alaihiwasallam menerangkan,
“مَنْ جَلَسَ فِي مَجْلِسٍ فَكَثُرَ فِيهِ لَغَطُهُ فَقَالَ قَبْلَ أَنْ يَقُومَ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ: “سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ”؛ إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا كَانَ فِي مَجْلِسِهِ ذَلِكَ”.
“Barang siapa duduk di suatu majlis
dan di dalamnya banyak hal-hal yang tidak bermanfaat, lalu sebelum
meninggalkan majlis tersebut ia membaca “Subhânakallâhumma wa bihamdika,
asyhadu allâ ilâha illâ anta astaghfiruka wa atûbu ilaik” (Maha suci
Engkau ya Allah dan pujian hanya untuk-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada
yang berhak disembah kecuali hanya Engkau. Aku memohon ampun dan
bertaubat pada-Mu); niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang ada di
majlis tersebut”. HR. Tirmidzy dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dan dinilai sahih oleh al-Albany.
Doa ini bukan hanya disunnahkan
untuk dibaca di majlis yang banyak kenegatifannya saja, namun di majlis
kebajikan, seperti pengajian pun, disunnahkan untuk membacanya. Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam,
“مَنْ قَالَ: “سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ”؛ فَقَالَهَا فِي مَجْلِسِ ذِكْرٍ كَانَتْ كَالطَّابِعِ يُطْبَعُ عَلَيْهِ، وَمَنْ قَالَهَا فِي مَجْلِسِ لَغْوٍ كَانَتْ كَفَّارَةً لَهُ”.
“Barang siapa mengucapkan “Subhânallah wa bihamdih, subhânakallâhumma wa bihamdika,
asyhadu allâ ilâha illâ anta astaghfiruka wa atûbu ilaik” (Maha suci
Allah dan segala pujian hanya untuk-Nya. Maha suci Engkau ya Allah dan
pujian hanya untuk-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah
kecuali hanya Engkau. Aku memohon ampun dan bertaubat pada-Mu), bila ia
mengucapkannya di majlis dzikir niscaya kalimat tersebut akan menjadi stempel majlis tersebut. Bila ia mengucapkannya di majlis yang tak berguna; niscaya kalimat tersebut akan menghapuskan dosa-dosa”. HR. Al-Hakim dari Jubair bin Muth’im dan dinilai sahih oleh al-Hakim juga al-Albany. Bersambung..
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 12 Ramadhan 1436 / 29 Juni 2015
Diterjemahkan secara bebas oleh Abdullah Zaen, Lc., MA dari http://www.alukah.net/sharia/0/30335/ dengan beberapa tambahan.
No comments:
Post a Comment