Oleh: Ustadz Rasyid Bakhabazy, Lc
Dari Abu Hurairah ra bahwa orang-orang faqir dari kaum
muhajirin, mendatangi Rasulullah saw lalumereka berkata “Orang-orang kaya itu pergi dengan mendapatkan derajat yang tinggi dan
kenikmatan yang abadi!”
Rasul bertanya “Apa itu?” Mereka menjawab “Mereka shalat sebagaimana kami juga bisa
shalat, mereka puasa sebagaimana kami juga puasa namun mereka bersedekah dan
kami tidak bisa bersedekah, mereka bisa membebaskan budak tapi kami tidak
bisa”.
Maka Rasulullah saw berkata “(Maukah kalian jika) aku ajarkan pada
kalian sebuah amalan yang dengannya kalian bisa menyusul orang yang telah
mendahului kalian dan melampaui orang yang sesudah kalian? Dan tidak ada
seorang pun yang lebih baik dari kalian kecuali orang yang melakukan seperti
apa yang kalian kerjakan”.
Mereka menjawan “Ya (kami mau) Ya Rasulullah!” Rasulullah
saw bersabda “Bertasbihlah dan
bertakbirlah dan bertahmidlah setiap selesai shalat sebanyak 33 kali”.
Maka orang-orang fakir dari
muhajirin itu kembali kepada Rasulullah saw lalu mereka berkata “Ternyata saudara-saudara kami yang kaya itu
mendengar apa yang kami lakukan. Lalu mereka pun melakukannya.” Maka
Rasulullah saw bersabda “Itulah karunia
Allah yang Dia berikan pada siapa yang Dia kehendaki” (HR. Muslim).
Dari hadits diatas terdapat
sejumlah pesan yang terkandung di dalamnya, diantaranya ialah:
Pertama, hadits diatas menunjukkan adanya kelompok ekonomi lemah
pada generasi sahabat Nabi saw. Padahal mereka adalah sebaik-baik generasi.
Seperti yang disebutkan oleh Rasulullah saw. “Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian yang sesudahnya, lalu
generasi yang sesudahnya” (Syarhus Sunnah – Al Baghawy).
Hal ini menunjukkan bahwa ukuran
baiknya sebuah generasi tidaklah dilihat dari sisi materi. Jika ukuran kebaikan
itu dengan materi tentunya Allah swt akan jadikan semua sahabat Nabi saw adalah
orang-orang yang kaya. Tapi kenyataannya tidak demikian. Karena ukuran kebaikan
dan kemuliaan yang sebenarnya adalah ketaqwaan.
Kedua, betapa semangatnya para sahabat Nabi saw untuk bisa beramal.
Sehingga para sahabat yang ekonominya lemah merasa iri pada orang-orang kaya
yang mampu bersedekah sementara mereka tidak bisa bersedekah. Allah swt
berfirman “Dan mata mereka bercucuran air
mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka
infaqkan” (QS At Taubah: 92).
Bedanya sahabat nabi dengan orang
zaman sekarang adalah para sahabat itu sedih karena tidak bisa bersedekah
sementara orang zaman sekarang sedih karena tidak “kebagian” sedekah.
Ketiga, hadits di atas mengisyaratkan besarnya pahala sedekah. Dan
inilah yang menggoda para sahabat untuk akhirnya mendatangi Nabi saw supaya
tidak kehilangan pahala besar dari sedekah.
Allah swt berfirman “Perumpamaan (sedekah yang dikeluarkanoleh)
orang-orang yang mensedekahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha
Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS Al Baqarah: 261).
Keempat, isyarat akan besarnya pahala dzikir (tasbih, tahmid &
takbir). Dalam keterangan hadits disebutkan “(membaca)
Alhamdulillah (pahalanya) bisa memenuhi mizan (timbangan amal), dan
Subhanallah, Alhamdulillah & Allahu Akbar (pahalanya) bisa mengisi penuh
ruang yang ada antara langir dan bumi” (HR. Ahmad dari Abi Malik Al Asy’ari
ra.).
Kelima, disyari’atkan berdzikir dengan membaca tasbih, bahmid &
takbir masing-masing 33 kali setelah selesai shalat. Sementara tentang
urutannya adalah bisa dengan tasbih, takbir lalu tahmid seperti yang tersebut
dalam hadits diatas atau tasbih, tahmid lalu takbir seperti yang umum
dilakukan. Di dalam hadits disebutkan: “Sebaik-baik
bacaan ada empat: Tidak jadi masalah dengan yang mana akan kamu memulainya:
subhanallah (tasbih) wal Hamdulillah (tahmid) wal Laa ilaaha illah (tahlil)
wallaahu Akbar (takbir)” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An Nasa’i dan Ibnu Hibban).
*diambil dari artikel Buletin Al Iman (www.alimancenter.com)
No comments:
Post a Comment