Drop Down Menu

Friday, 24 April 2015

Dialog Di Padang Mahsyar

Edisi 12 Tahun XXIV – Rabi’ul Awal 1436 H/ Januari 2015 M 


Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. (QS Al Baqarah [2]: 169).
Diantara rangkaian pada hari kiamat adalah semua manusia akan dikumpulkan di padang mahsyar. Hari ini, manusia diberi catatan amal, ditimbang lalu divonis masuk surga atau neraka. Vonis masuk neraka merupakan keputusan Allah swt yang sangat tidak menyenangkan terhadap manusia, karenanya akan terjadi dialog yang amat penting untuk kita simak agar menjadi pelajaran dan hikmah bagi kita dalam kehidupan di dunia ini.


1. Dialog Orang Kuat dan Orang Lemah

Di dunia ini, banyak diantara manusia yang merasa lemah dan tidak berdaya, baik dari sisi keilmuan, kekayaan maupun kekuasaan. Merekapun mengikuti orang-orang yang dianggap kuat, baik dari sisi ekonomi maupun politik. Kekuatan yang mereka miliki di dunia telah membuatnya menjadi sombong hingga membuat ketentuan yang sangat bertentangan dengan ketentuan Allah swt, dan tragisnya manusia begitu mudah mengikuti dan mentaatinya. Karena itu, banyak sekali orang yang mengikuti saja kehendak pemilik modal dan penguasa, tanpa peduli tentang boleh dan tidaknya dari sisi nilai. Manusia menjadi begitu mengabaikan bahwa tanggungjawab dihadapan Allah swt sebenarnya masing-masing. Kesalahan tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain, terhadap pemimpin sekalipun, karena sang pemimpin juga ada hukumannya tersendiri.

Orang-orang yang sombong karena kekuatan yang mereka miliki tidak mau bertanggungjawab terhadap kesalahan para pengikutnya, karena memang mereka tidak bisa menanggung akibatnya. Merekapun tidak mau disalahkan sehingga menegaskan bahwa percuma saja berkeluh kesah dan saling menyalahkan karena tidak ada tempat untuk bisa melarikan diri dari pertanggungjawaban dihadapan Allah swt. Kalimat seperti itu menyebabkan manusia merasakan penyesalan yang sangat dalam. Tapi, mau bagaimana lagi, semua ini diceritakan Allah swt dalam firman-Nya: Dan mereka semuanya (di padang mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong: “Sesungguhnya kami dahulu adalah pengkut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Allah (walaupun) sedikit saja?” Mereka menjawab: “Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat menberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.” (QS Ibrahim [14]: 21).

Menurut Syaikh Muhammad Ali Ash Shabuni dalam tafsirnya Shafwatut Tafasir, menyebutkan bahwa pertanyaan “maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Allah (walaupun) sedikit saja?” merupakan pertanyaan untuk mencela dan mempermalukan. Hal itu karena mereka tahu bahwa sebenarnya tidak ada yang bisa menolongnya kecuali Allah swt. Adapun para pemimpin yang selama di dunia diikuti oleh mereka hanya bisa beralasan yang dibuat-buat agar para pengikutnya bisa menerima kenyataan pahit dalam kehidupan akhirat. Mengelun dan sabar sama-sama tidak enaknya, meskipun hal itu dilakukan masing-masing selama lima ratus tahun.

Dalam kehidupan akhirat yang tidak menyenangkan, banyak manusia yang merasakan penyesalan yang amat dalam dengan berbagai sebab, salah satunya adalah mengikuti orang yang tidak baik atau tidak benar, Allah swt berfirman: “(yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya Kami kembali (ke dunia), pasti Kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami. “Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka (QS Al Baqarah [2]: 166-167).

2. Dialog Syaitan dan Manusia

Sesudah tidak bisa menyalahkan dan meminta pertanggungjawaban atas kesalahan orang yang diikutinya, manusia bermaksud menyalahkan syaitan dan meminta pertolongan kepadanya agar bisa membebaskan dirinya dari malapetaka berkepanjangan, yakni neraka. Namun, bukan pertolongan yang diperoleh, tapi justeru kalimat yang sangat menyakitkan yang didengarnya, hal ini karena syaitan yang diikuti manusia ternyata tidak mau disalahkan, bahkan membela diri dengan membawa-bawa nama Allah swt, hal ini dinyatakan Allah swt dalam firman-Nya: Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamu pun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu”. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih. (QS Ibrahim [14[:22).

Agar manusia tidak menjadi muslim yang sejati, maka syaitan memerintahkan manusia hal-hal yang dikehendakinya, karenanya setiap kita harus waspada terhadap apa yang diperintahkannya agar kita tidak melakukannya, Allah swt berfirman: Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. (Al Baqarah [2]: 169).

Dari ayat di atas, Allah swt memberi tahu kita bahwa syaitan memerintahkan kita untuk melakukan tiga hal, yakni berbuat jahat, keji dan mengatakan apa tidak kita ketahui, karenanya jangan sampai hal ini kita lakukan. Menurut Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Al Munir, “Kata ya’ murukum yakni membisiki dan menguasai kalian seolah-olah ia adalah penyuruh yang harus ditaati.” Karena itu, ketika manusia sudah komitmen kepada syaitan, maka ia begitu mudah menuruti perintah-perintah syaitan.

Bila kita teliti di dalam Al Qur’an, ternyata syaitan itu sebenarnya lemah, tidak sekuat yang kita bayangkan. Kesungguhannya dalam menggoda manusia dengan berbagai cara dan waktu yang tidak terbatas bisa dengan mudah dihalau dan dipatahkan, hal ini dinyatakan oleh Allah swt dalam firman-Nya: Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu. Karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah (QS An Nisa [4]: 76).
Bila ada pihak yang menyatakan bahwa syaitan itu kuat sehingga manusia tidak berdaya dalam menghadapi godaan-godaannya, ternyata ia hanya kuat dihadapan orang-orang tertentu seperti orang yang amat lemah menganggap kuat orang yang lemah sehingga ia harus tunduk kepada orang yang lemah itu karena ia mengakui berada dalam kondisi yang lebih lemah lagi sehingga manusia nampak begitu lemah diharapan syaitan.

3. Dialog Dengan Tuhan

Menyesal memang belakangan. Karena itu, sebelum menyesal, manusia sudah diberitahu oleh Allah swt tentang apa yang akan disesalinya, namun tetap saja manusia mengabaikannya, bahkan menunjukkan pembangkangan yang tidak masuk akal seperti dengan mengatakan dia tidak akan mati, tidak ada hari akhirat dan sebagainya. Maka, ketika kematian betul-betul terjadi pada dirinya dan hari akhirat tidak terelakkan lagi, penyesalan yang sangat dalam terucapkan, bahkan hingga meminta kepada Allah swt untuk dikembalikan lagi ke dunia, tapi Allah swt memberi jawaban yang justeru amat meyakitkan perasaannya, hal itu disebutkan dalam firman Allah swt: Dan berikanlah peringatan kepada manusia tentang hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zalim: “Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikan kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul. (Kepada mereka dikatakan): “Bukankan kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?. (QS Ibrahim [14]: 44).

Kalau kita teliti ayat lain, jangankan minta dikembalikan ke dunia ketika sudah berada di padang mahsyar, saat masih di akhir hidup, yakni menjelang kematian saja sudah tidak bisa ditangguhkan lagi kematian itu, sebaik apapun amal yang mau dilakukannya bila kesempatan hidup bisa diperpanjang. Allah swt berfirman: Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, Mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang saleh?.“ Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya dan Allah Maha mengenal apa yang kamu kerjakan. (QS Al Munafikun [63]: 10-11).

Dialog dengan Allah swt juga terjadi saat manusia menerima catatan amal, dalam satu hadits dijelaskan dari Amru bin Al Ash ra bahwa Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Allah akan menyelamatkan seorang laki-laki dari umatku di hadapan manusia pada hari kiamat, lalu dia membuka buku catatan besar lebarnya seperti sepanjang mata memandang, kemudian Dia berfirman: “Apakah kamu mengingkari sesuatu dari ini? Apakah para penulisku yang menjaga (amal manusia) menzhalimimu?.” Dia menjawab: “Tidak wahai Rabbku.” Allah bertanya: “Apakah kamu mempunyai alasan dalih (bagi amal burukmu)?.” Dia menjawab: “Tidak wahai Rabbku.” Allah berfirman: “Tidak demikian, sesungguhnya kamu mempunyai kebaikan di sisi Kami, karena itu tidak ada kezhaliman atasmu pada hari ini”. Lalu keluarlah kartu amal kebaikan, yang di dalamnya tercatat bahwa; saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.” Lalu Allah berfirman: “Hadirkan amal timbanganmu.” Dia berkata: “Wahai Rabbku, apa (artinya) satu kartu amal ini (bila) dibandingkan buku catatan besar ini?.” Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu tidak akan dizhalimi.” Nabi melanjutkan: “Lalu diletakkanlah buku catatan besar pada satu sisi, sedangkan kartu amal diletakkan pada sisi lainnya, maka buku catatan besar itu ringan (timbangannya) sedangkan kartu amal itu berat, maka tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dibandingkan nama Allah.” (HR. Tirmidzi).

Dari uraian di atas, semoga pelajaran penting dapat kita ambil bahwa menjalani hidup dengan prinsip yang benar amat ditekankan di dalam Islam, masing-masing kita mampu untuk bersikap demikian.
Drs. H. Ahmad Yani
HP/WhatsApp: 08129021953 Instagram: ahmadyani47
Pin BB: 275d0bb3/7cd9c56a
Twitter: @H_AhmadYani
Facebook: Ust Ahmad Yani Dua


*diambil dari artikel Buletin Khairu Ummah

No comments:

Post a Comment