Sebagaimana orang dewasa, anak-anak juga
memiliki perasaan. Bahkan emosi anak berbeda-beda sesuai dengan
perkembangan usianya. Lalu, bagaimanakah menjaga perasaan anak?
Menjaga perasaan anak dimulai sejak dini, bahkan ketika si anak masih dalam kandungan.
Oleh karenanya, perlu untuk menjaga kondisi emosi Ibu saat hamil, agar
Ibu tidak mengalami stres, yang akhirnya berpengaruh terhadap janin.
Setelah anak lahir, menyusui adalah
salah satu cara untuk menjaga perasaan anak. Dengan menyusui, membangun
kedekatan antara ibu dan anak yang kemudian memunculkan perasaan tenang
dan nyaman bagi anak. Anak dengan usia di bawah satu bulan belum bisa
melihat dengan jelas, ada yang mengatakan bahwa anak dalam usia ini baru
bisa melihat objek di sekitarnya secara vertikal. Sehingga, dalam fase
ini suara-suara yang didengar menjadi suatu hal yang sangat penting.
Bagi orang tua, hindari suara membentak. Adapun setelah anak bisa
melihat, perlihatkanlah ekspresi yang menyenangkan bagi anak.
Dalam memahami emosi anak, perlu diketahui mengenai karakter anak yang berbeda-beda.
Ada anak yang cenderung mudah beradaptasi dengan hal baru dan mudah
bersosialisasi. Ada pula anak yang cenderung sulit beradaptasi dengan
hal baru. Jika menangis, maka sulit ditenangkan. Dan ada pula yang
berada di antara dua kategori ini.
Perlukah orang tua marah?
Marah bukan berarti tidak sayang, dan
sayang bukan berarti tidak marah. Namun, terlalu sering marah-marah
dengan alasan sayang, atau tidak pernah marah dengan alasan sayang juga
bukanlah sikap yang bijak. Dalam pengasuhan anak, banyak hal yang
mungkin dapat memicu kemarahan orang tua, tinggal bagaimana orang tua
bisa menentukan kapan harus marah, dan dengan cara seperti apa.
Kita juga tidak mau digitukan
Perasaan anak pada dasarnya sama dengan
adab kita dalam memperlakukan manusia pada umumnya. Sebagaimana kita
yang tidak suka dibohongi, diancam, diabaikan, diremehkan, tidak suka
jika orang lain fokus pada kesalahan kita, padahal banyak hal positif
yang sudah diikhtiarkan. Kita juga tidak suka kesalahan kita
diungkit-ungkit, tidak suka dihina atau direndahkan. Kita tidak suka
jika orang lain marah dengan cara yang berlebihan, tidak suka dituntut
berubah secara instan dan tidak suka bila tidak didengar. Kita tidak
suka bila semua hal yang kita mau dilarang, dan akan lebih suka jika
mendapat penjelasan tentang apa yang boleh dan tidak boleh, dan alasan
mengapa hal tersebut dilarang. Kita tidak suka dicurigai, kita tidak
suka dibanding-bandingkan tanpa alasan, kita tidak suka diperlakukan
dengan kasar, tentu manusia suka diperlakukan dengan penuh cinta.
Begitulah seharusnya kita menjaga perasaan anak kita.
Kemudian juga penting memperlakukan anak dengan kacamata usia
dan menyesuaikan dengan tahapan perkembangan mereka, bukan dengan
kacamata status mereka dalam keluarga, apakah anak pertama, terakhir,
tunggal, atau anak kembar. Ketika menggunakan kacamata apakah sulung,
atau bungsu, dikhawatirkan misalnya orang tua masih menganggap anak
sebagai anak “bungsu” di saat si anak sudah beranjak dewasa.
Bagaimana dengan sistem hukuman?
Terkadang hukuman ini bertahan tidak
lama di anak. Bahkan anak yang cenderung punya agresivitas tinggi ketika
mendapatkan hukuman cenderung melawan. Cara terbaik untuk anak jenis
ini adalah dengan memberi hadiah. Jika perilaku negatif muncul, orang
tua bisa mengabaikan atau mengambil kesenangan anak.
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 25 Syawal 1436 / 10 Agustus 2015
* Diadaptasi dan diringkas oleh Abdullah Zaen, Lc., MA dari http://andinavika.tumblr.com/post/124989715729/menjaga-perasaan-anak
*diambil dari artikel www.tunasilmu.com
No comments:
Post a Comment