Drop Down Menu

Friday 27 June 2014

TAUSIAH JUM'AT: Tidak Hanya Mukmin



Edisi 32 Tahun XXIII – Sya’ban 1435 H/ Juni 2014 M


Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS Ibrahim [14]: 7)

Sebagai mukmin, usaha menunjukkan ketaatan kepada Allah swt dan Rasul-Nya harus selalu kita perjuangkan, apalagi hal-hal yang tidak hanya harus dilakukan oleh mukmin, tapi semua manusia. Karenanya, menjadi penting bagi kita untuk melanjutkan pembahasan hal-hal yang harus kita lakukan.

Takut Akhirat

Sebagai seorang muslim, kita tentu percaya bahwa kehidupan hari akhirat itu ada, bahkan hal itu sudah dimulai pada saat kematian seseorang. Percaya pada kehidupan akhirat merupakan sesuatu yang amat penting, karenanya penyebutannya seringkali dirangkai dengan penyebutan iman kepada Allah swt baik di dalam Al-Qur’an maupun Al Hadits, misalnya disebutkan dalam firman Allah swt: 

Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (QS Al Baqarah [2]: 8).

Kehidupan akhirat harus kita takuti dalam konteks adanya azab Allah swt kepada orang-orang yang durhaka kepada-Nya, apalagi azab itu tiada bandingannya dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Sebagai bahan perbandingan saja, Rasulullah saw pernah ditanya sahabat tentang seberapa panas api neraka itu, beliau bersabda:

Apimu (yang kamu semua menyalakannya di dunia) ini adalah satu bagian dari tujuh puluh bagian dari panasnya neraka jahanam, setiap bagian sama suhu oanasnya dengan api di dunia ini (HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi).

Keharusan kita untuk takut pada kehidupan akhirat disebutkan dalam firman Allah swt: 

Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (setan) memperdayakan kamu dalam (menaati) Allah (QS Luqman [31]: 33).

Tidak Tertipu Dunia dan Syaitan

Di dalam surat Luqman ayat 31 di atas, manusia juga diingatkan untuk tidak terpedaya oleh kehidupan dunia disebabkan godaan syaitan. Hal ini karena dunia bukanlah tujuan hidup, tapi sarana dan kesempatan untuk mengabdi kepada Allah swt. Apa-apa yang menyenangkan dari kehidupan dunia boleh kita nikmati bila memang halal atau hak kita, namun bila manusia menikmatinya padahal tidak halal dan bukan haknya, maka ini yang disebut dengan terpedaya oleh kehidupan dunia. Allah swt berfirman: 

Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syetan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah. (QS Fathir [35]: 5).

Di dalam ayat di atas, menurut M. Quraisy Shihab: memperdaya itu diistilahkan dengan yaghurrannakum yang berasal dari kata gharra yakni mengelabui dengan menampakkan sesuatu yang negatif dalam bentuk positif.

Kita dapat memahami bahwa orang yang terpedaya oleh kehidupan dunia adalah ia merasa kenikmatan itu hanya ada di dunia ini saja, lalu dia memuaskan dirinya dengan berbagai kenikmatan duniawi dengan menghalalkan segala cara karena ia merasa tidak ada pertanggungjawaban di akhirat, bahkan ia sampai lupa bahwa akhirat itu sebenarnya ada.

Salah satu faktor mengapa manusia sampai terpedaya oleh kehidupan dunia adalah karena tertipu oleh syaitan. Kelihaian syaitan dalam melakukan penipuan membuat manusia, bahkan yang berilmupun sampai tegoda. Keyakinan yang benar tentang Allah swt merupakan sesuatu yang amat mendasar bagi setiap manusia. Tapi syaitan berhasil memperdaya manusia tentang Allah swt, misalnya manusia sampai berlarut-larut dan bergelimang dalam dosa karena Allah swt Maha Pengampun hingga akhiranya manusia menunda taubat lalu mencapai kematian.

Meremehkan perbuatan yang bernilai dosa merupakan cara iblis dalam menggoda manusia, apalagi dosa yang terkait dengan wanita dan harta, karenanya hal ini harus kita waspadai, apalagi memang sudah banyak orang yang demikian.

Selalu Ingat Nikmat Allah

Tidak bisa kita pungkiri bahwa Allah swt telah memberikan kenikmatan yang begitu banyak kepada manusia. Karena itu, amat disayangkan bila manusia mengabaikan apalagi tidak mengakuinya sebagai pemberian dari-Nya. Oleh karena itu, kepada manusia, Allah swt menegaskan agar selalu ingat kepada nikmat yang datang dari Allah swt, hal ini dinyatakan dalam firman-Nya: 

Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuha (yang berhak disembah) selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)? (QS Fathir [35]: 3).

Sesudah manusia mengingat nikmat yang datang dari Allah swt, maka kenikmatan itu harus disyukuri sehinggan Allah swt akan menambahkannya, baik dalam arti jumlah maupun rasa, Allah swt berfirman: 

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS Ibrahim [14]: 7).

Bila manusia mau menunjukkan rasa syukur, bentuknya adalah beribadah dan menghambakan diri kepada Allah swt, bukan malah berpaling apalagi sampai mensekutukan-Nya. Dengan demikian, bersyukur tidak cukup hanya dengan mengucapkan hamdalah, tapi apa yang sudah Allah swt berikan kepada kita harus kita pergunakan untuk mengabdi kepada-Nya.

Selalu mengingat bahwa kenikmatan begitu banyak yang sudah Allah swt berikan kepada kita, karena begitu banyak manusia yang tidak merasa bahwa kenikmatan itu dari Allah swt, mereka merasa dengan sebab kehebatan dirinya. Karena itu, Allah swt telah mengazab banyak manusia disebabkan mengingkari nikmat yang sudah diberikannya seperti yang dialami oleh Qarun. Allah swt menceritakan:  

Qarun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membunasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. (QS Al Qashash [28]: 78).

Saling Berkenalan


Manusia merupakan makhluk sosial yang antara satu dengan lainnya saling membutuhkan, karenanya tidak mungkin kita bisa hidup sendirian dan untuk itu persaudaraan diantara sesama manusia harus diwujudkan dan dikembangkan. Agar persaudaraan bisa kita wujudkan dan berkembang dengan baik, maka harus dilakukan terlebih dahulu upaya untuk saling kenal mengenal, bahkan tidak sekadar perkenalan dalam bentuk nama dan wajahnya, tapi juga mengenal sikap dan kepribadiannya.

Salah satu makna penting dari perkenalan dengan sesama manusia adalah kita bisa mengetahui kelebihan dan kekurangan. Diantara yang harus kita simpulkan adalah betapa manusia jauh lebih mulia dihadapan Allah swt karena taqwanya, bukan karena lelaki atau perempuan, suku dan bangsa hingga kaya atau miskin. Allah swt berfirman: 

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS Al Hujurat [49]: 13).

Ayat di atas terkait dengan suatu kasus, dua orang Makkah berbicara agak berbisik yang merendahkan Bilal bin Rabah. Saat itu, ia sedang mengumandangkan adzan dari atas Ka’bah ketika Futuh Makkah. Mereka merendahkan Bilal hanya karena beliau bukan asli Makkah dan berkulit hitam, bahkan bekas budak. Maka turun ayat di atas untuk menegaskan bahwa manusia yang paling mulia itu adalah yang bertaqwa. Bilal telah menunjukkan ketaqwaan yang luar biasa sejak ia masuk Islam meskipun dimata manusia martabatnya rendah karena ia bekas budak dan berkulit hitam. Disinilah salah satu letak pentingnya kita mengenal orang agar tidak mudah merendahkan siapa orang laindengan sebab kita belum tahu siapa dia yang sesungguhnya.

Dari uraian kita dalam tiga tulisan, menjadi jelas bagi kita bahwa komitmen kita sebagai mukmin memang harus selalu kita perkuat. Pembuktian iman dalam sikap dan tingkah laku yang positif bahkan tidak hanya untuk kita yang sudah mengaku beriman, tapi juga semua manusia. Karena itu, kita yang sudah menyatakan beriman, seharusnya jauh lebih baik dibanding mereka yang belum menyatakan keimanan.
Drs. H. Ahmad Yani
HP/WhatsApp: 08129021953
Pin BB: 275d0bb3
Twitter: @H_AhmadYani
*diterbitkan oleh Buletin Khairu Ummah

No comments:

Post a Comment