Edisi 45 – Tahun XVIII – Dzulhijjah 1430 H / Desember 2009 M
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS Al Ahzab [33]: 21)
|
Setiap ajaran dan prinsip-prinsip
kehidupan yang dirumuskan, diajarkan atau diperjuangkan selalu menuntut adanya
keteladanan dari orang yang memperjuangkannya. Hal ini karena sebagus dan
seideal apapun suatu konsep bila tidak diwujudkan dalam sikap dan perilaku
hidup tetap saja terasa masih di awang-awang, apalagi orang yang kitaajak untuk
hidup menurut konsep itu memang amat menuntut adanya contoh.
Karena itu, Islam
sebagai afama tidak hanya berupa konsep ajaran yang mulia, tatpi kemuliaan dan
keagungan Islam bisa dilaksanakan dan diperjuangkan. Bahkan salah satu daya
tarik orang untuk masuk Islam tidak hanya terletak pada ajarannya, tapi justru
setelah melihat langsung prakteknya dalam bentuk keteladanan dari para
pendakwah dan pejuang Islam.
Problema terbesar kita dalam memperjuangkan
Islam sejak lama buka terletak pada konsep, tapi justru pada contoh
pelaksanaannya sehingga keindahan dan keagungan Islam dari sisi ajaran
terhalang oleh perilaku kaum muslimin yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
Islam itu sendiri, karena itu Syeikh Muhammad Abduh, seorang ulama pembaharu
dari Mesir menyatakan: al islamu mahjubun
bil muslim, keindahan Islam terhalang oleh perilaku kaum muslimin.
Akibat tidak adanya keteladanan
yang baik, maka terjadinya kesenjangan antara ajaran dengan kenyataan dan ini
menimbulkan krisis baru, DR. Muhammad Syafi’i Antonio dalam bukunya Muhammad saw the Super Leader, Super Manager
menyatakan: “Krisis terbesar dunia saat ini adalah krisis keteladanan. Krisis
ini jauh lebih dahsyat dari krisis energi, kesehatan, pangan, transportasi dan
air. Karena dengan absennya pemimpin yang visioner, kompeten dan memiliki
integritas yang tinggi, maka masalah air, konservasi hutan, kesehatan,
pendidikan, sistem peradilan dan transportasi akan semakin parah (hal 3).
Oleh karena itu, setiap manusia
termasuk Nabi Muhammad saw dijadikan sebagai rujukan bagi beliau, Allah swt
berfirman:
Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka Berkata kepada kaum mereka: ”Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja (QS Al Mumtahanah [60]: 4).
Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka Berkata kepada kaum mereka: ”Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja (QS Al Mumtahanah [60]: 4).
Selanjutnya Nabi Muhammad saw
dijadikan oleh Allah swt sebagai teladan bagi kita manakala kita memang
mengharapkan ridha Allah, kebahagiaan dalam kehidupan di akhirat dan banyak
berzikir dalam hidup ini, Allah swt berfirman:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS Al Ahzab [33]: 21).
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS Al Ahzab [33]: 21).
Ada banyak hal yang harus kita
teladani dari kehidupan Rasulullah saw, diantara yang amat penting atau relevan
dalam kehidupan kita sekarang paling tidak tiga.
Teladan Dalam Istiqamah
Salah satu tuntutan yang harus
diwujudkan oleh setiap orang yang mengaku beriman adalah istiqamah atau
memiliki pendirian yang kuat dalam mempertahankan dan membuktikan nilai-nilai
keimanan. Karena itu, Istiqamah merupakan sesuatu yang sangat penting karena
dengannya seorang muslim tidak dilanda oleh perasaan takut untuk membuktikan
nilai-nilai keimanan dan tidak akan berduka cita bila mengalami resiko yang
tidak menyenangkan sebagai konsekuensi dari keimanannya itu, apalagi surga
merupakan janji Allah swt, hal ini terdapat dalam firman-Nya:
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “jangan kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu” (QS Fushilat [41]: 30).
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “jangan kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu” (QS Fushilat [41]: 30).
Perintah istiqamah untuk selalu
berada pada jalan yanga benar dirasakan oleh Nabi saw sebagai perintah yang
sangat berat, bisa jadi bukan karena beliau tidak bisa istiqamah. Tapi beliau
khawatir bila umatnya tidak bisa istiqamah, karenanya hal itu dipertegas lagi
dalam firman Allah swt:
Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar (istiqamah) sebagaimana diperintahkan kepadamu dan juga orang yang bertaubat bersamamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (QS Hud [11]: 112).
Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar (istiqamah) sebagaimana diperintahkan kepadamu dan juga orang yang bertaubat bersamamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (QS Hud [11]: 112).
Ibnu Abbas ra, seorang sahabat
yang ahli tafsir, seperti yang dikutip oleh Muhammad Ali Ash Shabuny dalam
tafsirnya menyatakan: “Tidak diturunkan sebuah ayatpun dalam Al-Qur’an kepada
Rasulullah saw yang lebih berat dari ayat ini hingga sahabat-sahabatnya
berkata: “rambut engkau cepat beruban ya Rasulullah, mengapa demikian?”.
Rasulullah saw menjawab: “Sura Hud dan kawan-kawannya telah menyebabkan rambut
saya cepat beruban”.
Karena itu, Ibnu Athiyah seperti
yang juga dikutip oleh Ash Shabuny menunjukkan kepada apa yang terjadi pada
umat-umta terdahulu dan Rasulullah saw khawatir jika hal itu terjadi pada
umatnya sehingga kekhawatiran itu menjadikan beliau beruban.
Teladan Dalam Membangun Keluarga Islami
Setiap manusia pasti memiliki
keluarga, baik yang masih hidup maupun yang telah meniggal dunia. Manakala
seseorang ingin menjadi manusia yang terbaik, maka ia harus bisa berlaku sebaik
mungkin kepada keluarganya, karena itu Rasulullah saw bersabda:
Sebaik-baiknya kamu adalah yang paling baik kepada keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik kepada keluargaku (HR. Ibnu Asakir).
Sebaik-baiknya kamu adalah yang paling baik kepada keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik kepada keluargaku (HR. Ibnu Asakir).
Dalam hidupnya, Rasulullah saw
menunjukkan akhlak baiknya kepada anggota keluarga, baik kepada isteri maupun
anak dan cucunya. Rasa cinta, menafkahi, memberi perhatian, mendidik dan
mengarahkan keluarga merupakan diantara keteladanan yang bisa kita peroleh
darinya. Meskipun rumah Rasul tidak besar dan tidak bagus-bagus amat, tapi
keberhasilannya membangun keluarga menjadi keluarga yang Islami membuatnya
sampai mengatakan: “sesungguhnya rumahku adalah surgaku”.
Kecintaan Rasulullah saw kepada
isteri-isterinya tidak perlu diragukan, meskipun dalam perasaan ada isteri yang
lebih dicintai, namun tidak nampak dalam kehidupan sehari-hari sehingga semua
isterinya merasa sebagai orang yang paling dicintai.
Teladan Dalam Disiplin
Disiplin merupakan salah satu
yang amat penting dalam membangun kehidupan masyarakat yang baik. Karena itu
banyak sisi kedisiplinan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Paling tidak ada
tiga bentuk kedisiplinan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Pertama,
disiplin dalam menunaikan kewajiban yang harus ditunaikan, sehingga meskipun
dalam keadaan sulit dan lelah kewajiban tetap dilaksanakan, apalagi setiap
generasi ada kewajibannya masing-masing yang membuat tidak ada alasan bagi kita
untuk tidak mau melaksanakan segala bentuk kewajiban.
Kedua, disiplin dalam
waktu, yakni menggunakan waktu sebaik mungkin dalam konteks pengabdian kepada
Allah swt sehingga tidak ada bagi beliau waktu yang berlalu, kecuali dalam
kerangka manfaat kebaikan. Beban pribadi, keluarga dan perjuangan yang disadari
tanggungjawabnya membuat beliau begitu efektif dalam menggunakan waktu.
Ketiga, disiplin dalam
mentaati hukum, hal ini karena sebagai manusia kita amat membutuhkan ketentuan-ketentuan
hukum dan Allah swt paling tahu tentang hukum seperti apa yang cocok untuk
kita. Karenanya Rasulullah saw taat dalam hukum sehingga apa yang diperintah
Allah swt dilaksanakan meskipun perasaannya tidak senang atau terasa berat
untuk melaksanakannya.
Manakala kita telah menyadari
betapa penting mengambil keteladanan dari kehidupan Rasulullah saw dalam
berbagai aspek, maka akan kita kaji kehidupan beliau sebagai bagian yang tidak
terpisah dari makrifatul rasul
(mengenal Rasul).
Drs. H. Ahmad Yani
Email: ayani_ku@yahoo.co.id
HP/WhatsApp: 08129021953
Pin BB: 275d0bb3
Twitter: @H_AhmadYani
*diterbitkan oleh Buletin Khairu Ummah
No comments:
Post a Comment